22. Secerah Bahagia

2.3K 295 210
                                    

Pakuwon Indah, salah satu kawasan residensial dan komersial elit di Surabaya Barat yang mengusung konsep modern. Terletak di Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur. Rumah-rumah yang berdiri di sana terkenal elit dan mewah. Memiliki harga fantastis yang membuat bangunan itu hanya mampu dihuni oleh jajaran orang-orang berada atau biasa disebut dengan crazy rich.

Dan Argadana menjadi salah satunya. Menempati bangunan berlantai tiga yang bagian halaman depan belakang sudah ia rombak sedemikian rupa. Jika kalian berkunjung ke sana, hal pertama yang akan mengundang takjub adalah indahnya kolam ikan yang menghiasi sisi beranda. Begitu hawa dinginnya menyambut, kesan nyaman yang khas langsung memanjakan jiwa.

Itu lah alasan mengapa pria paruh baya yang sudah mulai renta itu suka bersantai di sana. Duduk di salah satu kursi kayu dengan segelas kopi hangat di tangan. Menikmati alunan gemercik air yang mampu mengenyahkan kalut-kalut di pikiran. Semakin habis termakan usia, semakin Argadana sadar, bahwa menikmati hidup itu, tak melulu harus dengan bepergian ke tempat-tempat mewah.

Meski terkadang, berdiam diri di tempat itu membuatnya sakit. Sebab ada banyak kenangan yang tercipta di sana. Kembali terulang seperti adegan flashback dalam dunia drama. Tak menampik, Argadana selalu tersenyum kala bayangan dua anak kembarnya kembali menyapa. Mereka terlihat bahagia, bermain sepeda bersama dengan tawa yang bahkan masih bisa ia dengar.

Begitu cepat waktu berlalu. Membawa moment-moment indah yang tak pernah lagi bisa Argadana ulang. Kadang ketika sedih bertamu, ia kerap bertanya dalam hati. Jika Daffi masih hidup, sudah seperti apa wajahnya sekarang, ya? Bagaimana rupa belahan hati yang menjadi ibu dari anak-anaknya? Kira-kira, Daffi junior akan berjenis kelamin pria atau wanita?

Mengingat banyak hal membuat air mata pria itu meluruh. Lagi. Terlalu egois rasanya jika terus mendamba sosok yang hilang untuk dikembalikan. Mungkin saja itu bisa membuat jiwa sang anak tak dapat beristirahat dengan tenang di sana. Namun, sebagai sosok ayah yang menemani tumbuh kembang anak, Argadana merasa tak rela jika harus melepasnya begitu saja.

"Eyang, Dika pinjem mobil eyang, boleh?"

Saking larutnya, Argadana sampai tak sadar jika Daffa Junior sudah bersimpuh di samping kakinya. Memasang wajah berseri seperti biasa. Setelah ditilik lebih teliti, ternyata ada cucu sulungnya juga di sana. Namun, anak itu hanya berdiri di ambang pintu. Bersender dengan posisi tangan bersedekap. Tak ikut mendekat.

"Eh, eyang nangis? Eyang kenapa?" timpal Dika lagi ketika melihat sang kakek menghapus air yang menggenang di pipi keriputnya.

"Enggak apa-apa. Emangnya adek mau kemana?" Argadana berusaha tersenyum. Membelai anak rambut yang menutupi dahi bocah itu.

"Mau ke mall, Yang, sama Mas Reyhan. Boleh, ya? Kan deket, Yang. Lurus doang nyampe, ga sampe lima menit," rengek anak itu lagi.

Sebelum menjawab, Argadana sempatkan melirik pada eksistensi Reyhan. Anak itu terlihat rapi dengan setelan kaos oblong putih lapis kemeja yang dibiarkan terbuka. Lengkap dengan celana pendek dan sepatu putih yang menambah kesan manis. Ah, kalau sudah begini, mana tega Argadana melarang.

"Ya masalahnya kamu belum pinter bener, Dek. Nanti kalau nabrak lagi, gimana ta?" tampik Argadana yang cukup khawatir.

"Yo kan ada mas Rey, Yang."

"Emang dia udah bisa nyetir mobil?"

Keduanya spontan menjatuhkan pandang ke tempat di mana Reyhan berdiri. Si empunya yang merasa ditunggu bersuara langsung garuk kepala. "Em, nyetir mobil, ya? Nggak bisa, Y-yang. Nggak pernah naik mobil juga, mentok dulu pas rental bareng keluarga temen. Itupun jadi penumpang yang teler sama aroma Stella."

Dika langsung tertawa. "Iya, aku liat orang-orang curhat di FYP tiktok. Nggak enak baunya, ya, Ngab?"

"Sumpah, enek banget. Jangan lagi dah, trauma."

BoKemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang