2. Bro Jepri

2.6K 229 138
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reyhan duduk di atas kasur dengan senyum yang terpatri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reyhan duduk di atas kasur dengan senyum yang terpatri. Matanya belum beralih dari layar ponsel. Memandangi setiap pesan dari Jepri yang tak pernah gagal menciptakan afeksi tenang. Meskipun ketikan bocah itu sedikit alay, tapi setiap kata yang ia beri mampu mengusir seluruh gundah yang sejak siang mengganggu pikiran. Tiap kali Reyhan menulis balasan, senyumnya semakin melebar, membayangkan reaksi Jepri dari balik layar saat membacanya.

Untuk ke sekian kalinya, Reyhan lagi-lagi berbisik pada semesta. Mengucapkan dengan bangga bahwa ia sangat bersyukur telah diberi kesempatan berteman dekat dengan laki-laki sebaik Jepri. Bukan karena remaja itu selalu ada ketika dibutuhkan, tapi karena tulusnya yang tak pernah Reyhan temukan pada teman-teman yang lain.

Jepri itu sangat baik, bahkan kelewat baik. Reyhan terkadang sampai malu sendiri karena terlampau sering merepotkan. Bukan merepotkan, sih. Lebih ke ... dibantu paksa. Pernah suatu waktu Reyhan diajak liburan ke Bali oleh keluarga besar Jepri hanya karena anak itu menolak ikut jika Reyhan tidak ikut. Jenaka sekali.

Untungnya, keluarga Jepri juga tidak terlalu mempermasalahkan. Kelewat paham dengan watak anak bungsu mereka. Jepri itu terlahir serba kecukupan, itu yang membuatnya jadi anak manja yang suka memaksa dituruti kehendaknya. Ibunya punya kos-kosan sekitar tujuh puluh pintu di Jakarta. Ayahnya juga seorang yang disegani di pasar, —preman. Bisa dimaklumi 'kan kenapa Jepri hobi buang-buang duit?

Setelah menyematkan jam tangan yang juga pemberian Jepri di pergelangan kiri, Reyhan lantas berjalan keluar kamar. Berhenti sejenak di depan pintu untuk sekadar menghirup aroma lavender yang menguar. Sepertinya bunda baru selesai mengepel. Terlihat dari jejak basah di lantai yang belum benar-benar kering.

Tak ingin mendapat amukan, Reyhan inisiatif jinjit. Melangkah dengan perlahan, berharap tak ada satupun jejak yang tertinggal di sana. Namun, naas. Baru menapaki langkah ke tiga, seorang wanita tiba-tiba muncul dari balik pintu dapur. Reyhan berjengit seketika. Mengelus dada yang berdegup tak beraturan.

"Bun, aku—"

"Punya otak tuh dipake. Kamu kira beresin rumah nggak capek?"

Tuh, kan. Sudah Reyhan duga, ibunya pasti akan marah-marah. Padahal dia sudah hati-hati, loh. Lagian juga lantainya sudah cukup kering. Memang dasarnya saja bunda tidak suka. Jadi apa-apa yang Reyhan lakukan akan selalu salah di matanya.

BoKemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang