9. Sepupu Kematian

2.1K 247 182
                                    

Sejuk dan menenangkan.

Reyhan tidak tahu ada dimana ia sekarang. Sebab sejauh apapun obsidian kembarnya memandang, yang tertangkap hanyalah kolam renang luas berisi air kebiruan. Terdapat beberapa kursi santai juga di pinggirnya. Ditambah harum petrikor yang khas. Untuk beberapa saat, Reyhan berdecak kagum.

Tempat ini asing, tapi Reyhan merasa dejavu. Seolah mengenali dengan apik vibes yang ada. Pagar menjulang yang mengelilingi juga membuatnya semakin berusaha menerka, sebenarnya, dia ada dimana?

Saat sedang asik meneliti sekitar, Reyhan tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan seseorang dari arah belakang. Membuat ia sadar, bahwa tempat elok ini ternyata tersambung dengan rumah megah bertingkat. Lagi-lagi, Reyhan terkesima di tempat.

Begitu usai dengan kagumnya, Reyhan pun berbalik. Bermaksud mencari sosok remaja laki-laki yang sempat melewatinya tadi. Rupanya, anak itu sudah nangkring di pinggiran kolam dengan kaki menyentuh air. Terlihat mengamati langit senja sambil bergulat dengan canvas di tangan.

Dari jarak sepuluh meter, Reyhan bisa menebak kalau umur mereka tidak terpaut jauh. Remaja itu terlihat masih muda, sama seperti dirinya. Postur tubuhnya juga tinggi, berkulit putih bersih. Mengenakan kaos oblong putih juga celana pendek senada. Penasaran, Reyhan inisiatif mendekat.

Begitu jarak mereka hanya tinggal beberapa jengkal, remaja itu tiba-tiba menoleh. Membuat Reyhan terperanjat. Namun, hanya sebentar. Sebab setelahnya, remaja itu tersenyum lebar. Yang entah kenapa langsung mampu mengenyahkan gusar di hati Reyhan. Senyumnya menciptakan tenang.

Reyhan tak suka mengakui, tapi untuk kali ini, ia tak bisa menampik bahwa laki-laki itu benar-benar tampan. Hidung mancungnya tampak tegas lengkap dengan mata dan alis yang indah. Kulitnya juga sangat bersih, saking bersihnya sampai seperti bercahaya.

Sempurna.

"Lo ...."

Baru saja Reyhan ingin mengajukan pertanyaan, remaja itu malah memangkasnya dengan pergerakan. Meletakkan alat lukisnya untuk kemudian bangkit memeluk Reyhan. Iya, memeluk. Mendekap penuh kehangatan sembari mendaratkan usapan lembut di punggung ringkih anak itu. Untuk beberapa saat, Reyhan terbuai. Saking nyamannya.

"Makasih, ya ...," bisik remaja itu kemudian.

Reyhan refleks mengangguk. Ia tak tahu apa yang terjadi, tapi saking sukanya, ia sampai tak rela remaja itu melepas pelukannya. Seumur hidup, belum pernah ada yang mendekapnya seperti ini. Bahkan Cantika sekalipun. Reyhan ingat, hidupnya hanya berputar pada sedih dan pahitnya kenyataan hidup. Tak pernah ada yang mendengar keluhnya. Tak pernah ada yang mengerti keadaannya. Semua selalu sakit, sampai Reyhan lupa bagaimana cara melampiaskan luka.

Keadaan semakin hening, hingga tak sadar, sosok hangat di pelukannya mulai hilang melebur di udara. Reyhan panik. Kembali menyisir sekitar dengan wajah merah.

"Jangan tinggalin gue, plis ...."

Reyhan berlari ke sana kemari dengan napas memburu.

"Plis, jangan ... hah ... hah ...."

Sepersekian detik, semua yang ada di matanya tiba-tiba berubah. Dengan napas memburu, Reyhan coba menghalau kabut yang menghalangi pandang. Kepalanya sakit, jangan lupakan sensasi berputar yang sukses membuatnya mual. Diam-diam, Reyhan menghela napas.

"Kamu mimpi buruk, ya, Mas?"

Setelah memastikan pusingnya mulai berkurang, Reyhan pun kembali membuka mata. Objek pertama yang ia tangkap adalah sosok remaja laki-laki asing, tengah menatap khawatir ke arahnya. Ah, melihat itu, Reyhan jadi teringat akan kejadian tak mengenakkan beberapa waktu lalu.

BoKemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang