0. Prolog

47 4 1
                                    

Satu tahun berlalu, kini Kiara sudah berada di penghujung semester 2 di kelas 10 SMA. Hari ini dia harus mengikuti ujian akhir yang tidak terlalu dipikirnya karena dia sudah belajar sangat keras bahkan sebelum ujian.

Kiara memang ahli di berbagai pelajaran. Terkecuali pelajaran komputer yang tidak ia kuasai karena begitu susah. Bahkan, untuk mengatur arah kursor komputer saja dia tidak mahir; Apalagi harus memahami segala angka komputer seperti Biner, Hexadesimal, Okta, dan semacamnya. Kiara benar-benar tidak memahami apapun dan hanya pasrah dengan segala hasil yang ada.

Pagi ini cerah dan matahari sudah menyinari permukaan yang diganggu oleh suara bising klakson dan suara kendaraan dari kemacetan yang terjadi karena hari ini adalah hari senin. Orang-orang mulai beraktivitas seperti biasanya. Ada yang bekerja, ada yang berdagang, ada pula murid-murid sekolah yang sedang berangkat ke sekolah. Apalagi di zaman sekarang murid-murid sekolah saja sudah banyak yang membawa motornya, tapi tidak dengan Kiara. Saat ini dia masih berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki karena jarak rumahnya ke sekolah hanya sekitar 600 meter.

Oleh sebab itu, seorang gadis SMA yang berambut cokelat sepanjang tengkuk yang diurai, dengan menggunakan seragam putih berdasi abu-abu, serta rok abu-abunya sebetis itu kini harus tertahan oleh kemacetan yang tidak sama sekali bergerak, membuatnya terlambat ke sekolah.

Kiara akhirnya sampai di sekolah pada jam 6.53 yang menunjukkan bahwa sebentar lagi upacara akan dimulai. Dia segera bergegas lari ke arah kelasnya. Seluruh siswa kelasnya sudah mulai berbaris di depan kelas sebelum menuju lapangan, dia menghalau kerumunan barisan dengan cepat untuk bisa ke kelas.

Sesampainya Kiara di kelas, dia ditunggu oleh teman satu-satunya di kelas yang bernama Indah. Indah kini sudah tidak sabar karena hanya sisa mereka berdua di kelas. "Haduh, ayo cepat, barisan kelas kita sudah hampir pergi itu."

"Sabar, aku lagi cari topiku. Di mana, ya, topiku? Please, topiku gak ada, Ndah." Kiara panik sejadi-jadinya.

Jelas Kiara panik. Peraturan sekolah mengatakan jika ada murid yang tidak menggunakan perlengkapan lengkap seperti dasi, ikat pinggang, dan topi, mereka akan dihukum dan dipisahkan dari barisan kelasnya. Itulah yang membuat Kiara panik. Padahal, dia selalu menaruh topi di kolong mejanya yang tidak pernah hilang.

"Aku duluan saja, ya. Atau lo nggak perlu pakai topi saja, waktu kita tidak cukup," lirih Indah.

Kiara menghela napas pasrah, dia pun keluar kelas tanpa menggunakan topi saat upacara akan berlangsung. Barisan kelasnya sudah sampai di lapangan, Indah pun meninggalkan Kiara dengan lari secepatnya agar cepat bergabung dengan barisan kelasnya, sedangkan Kiara berjalan lambat seraya tidak bertenaga untuk menghadapi konsekuensinya.

Kiara menunduk tanpa melihat arah depan saat berjalan di permukaan tanah lapangan. Tiba-tiba, ada seseorang yang tidak Kiara kenal menepuk bahunya sambil tergesa-gesa menyodorkan topinya pada Kiara. Kiara terkejut sekilas dan langsung menoleh ke belakang. Dalam sekejap, dia sudah memegang sebuah topi. Topi itu Kiara pandangi sebelum ia pakai, lalu matanya menangkap sang pemilik topi itu langsung berlari cepat.

Dia berbincang dengan benaknya, tidak percaya. "Siapa tadi? Apa dia memberikan topinya padaku? Mengapa?" gumamnya sambil menatap mengikuti arah sang pemilik topi itu berlari.

Setelah orang tersebut menghilang dari pandangan, Kiara pun melihat nama pemilik yang tertera di dalam topinya. Ternyata, nama pemilik topi itu adalah Tio Putra Riski. Haha, namanya lucu. Akhirnya mood Kiara membaik dan dia segera menggunakan topi itu tanpa mengenal siapa pemiliknya. 

# # #

Hai semua! Aku akan memulai kisah ini pada tanggal 1 Juni 2024. See you soon!! 

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang