27. Introgasi

7 1 0
                                    

"Pengumuman! Sekarang perpustakaan sekolah telah dibuka setiap hari jumat dan sabtu! Jika ingin meminjam buku, diharapkan untuk mengembalikannya tepat waktu dan patuhi aturan, ya! Sekian, terima kasih."

Pengumuman itu dikumandangkan oleh ketua OSIS lewat speaker dari arah lapangan di hari terakhir demo ekstrakulikuler, hari jumat. Hari ini Kiara full bertugas sebagai penjaga perpustakaan dari pagi hingga sore. Ketika kegiatan belajar-mengajar dilakukan, Kiara hanya bertugas setelah pulang sekolah di hari jumat. 

Biasanya, setelah pulang sekolah di hari jumat dan sabtu pagi itu adalah kegiatan ekstrakulikuler dilaksanakan, jadi Kiara dapat membuka perpustakaannya secara umum di saat waktu ekstrakulikuler.

Hari ini Kiara bertugas di meja dekat pintu masuk yang bertugas untuk menjaga perpustakaan dan sebagai tempat untuk peminjaman. Tugasnya Kiara hanya menulis tanggal, judul buku, dan menandatangani sebuah kartu peminjaman.

Saat ini pameran masih dilaksanakan tapi Kiara tidak menontonnya sama sekali. Dipikir-pikir, dia hanya menonton beberapa acara saja seminggu ini. Terasa banyak sekali kejadian yang terjadi di minggu ini, bukan? Bahkan hari ini saja Kiara tidak dapat menonton karena menjaga perpustakaan. Tapi baginya untung. Untung dia tidak duduk di atas pasir dan tidak panas-panasan di sana. Di perpustakaan yang terdapat 2 AC dan hanya duduk diam itu 2x lebih baik dibandingkan menonton.

Pagi ini sepi. Tapi perpustakaan seketika ramai ketika istirahat. Orang-orang berbondong-bondong untuk masuk ke dalam perpustakaan. Ada yang hanya penasaran, ada yang hanya ingin melihat-lihat buku, ada yang ingin meminjam, dan adapula yang hanya ingin mendinginkan diri di bawah paparan AC atau menyambungkan WIFI di perpustakaan secara gratis.

Memang itulah fasilitas yang tersedia di perpustakaan, sekarang terasa disalahgunakan. Tempat menjadi ramai tapi hanya segelintir orang saja yang meminjam buku. Selebihnya, entahlah, mungkin salah satu dari alasan di atas.

Kiara sebenarnya takut untuk bertemu banyak orang. Terlebih banyak yang menjadikannya sasaran karena dekat dengan Tio dan keberuntungannya menjadi penjaga perpustakaan itu menjadi perbincangan hangat bagi para haters-nya. Tapi, dia mencoba tidak peduli dan menjalani amanah dengan baik.

Melihat orang banyak saja sudah membuatnya lelah. Untungnya saat istirahat telah selesai, perpustakaan kembali sepi, hanya tersisa dua orang saja di dalam—Kiara dan Tinanty. Sedari tadi, tugasnya Tinanty adalah... Iya, hanya membantu untuk penginputan data di laptop miliknya. Dia terpaksa membawanya setiap kegiatannya berlangsung. Sebenarnya dia sangat malas sekali membawa laptopnya karena berat yang mencapai 2kg, tapi terpaksa ia bawa demi mendapatkan nilai kegiatan.

Tinanty melakukan tugasnya tidak secara terang-terangan seperti Kiara, tapi dia melakukan tugasnya di kolong meja Kiara. Tidak, dia tidak takut pada orang-orang. Tapi dia benci. Entahlah, dia yang mengatakannya sendiri.

Akhirnya suasana tenang hingga pulang sekolah. Lelaki-lelaki diwajibkan untuk pergi ke masjid untuk solat jumat, sedangkan perempuan yang tidak berkegiatan boleh pulang. Tidak termasuk Kiara. sedangkan Tinanty, dia justru mengabaikan sahabatnya itu untuk pulang dengan berkata bohong.

"Aku mau pulang dulu ya, aku disuruh ibuku menjemput adik. Nanti aku kembali lagi ke sini," katanya. Nyatanya, dia hanya ingin pulang karena ingin menaruh laptopnya yang berat itu dan tidur siang sementara. Padahal, fasilitas di perpustakaan jauh lebih baik dibandingkan di rumah.

Kiara kini sendirian di dalam. Dia kemudian suntuk dan berjalan ke arah depan pintu untuk melihat sekeliling sekolah. Sepi. Hanya tersisa beberapa orang yang diharuskan untuk ekstrakulikuler, itu pun tidak banyak karena dibagi beberapa kegiatan untuk hari esoknya.

20 menit sudah Kiara berada di dalam ruangan kini bercelinguk keluar melihat seseorang yang baru saja tiba dari solat jumat. Mereka pasti ada urusan di sekolah, tapi tidak untuk ke perpustakaan. Kiara pun merasa bosan dan memilih untuk membaca novel saja.

Dikala keseriusannya membaca buku, dia tidak sadar bahwa ada seseorang yang tidak memakai pakaian seragam tapi menggunakan sebuah kemeja merah muda dan jas hitam dengan rok hitam yang ketat se-lutut, dengan rambut hitam sepinggang, makeup yang sebenarnya dilarang untuk para murid, apalagi suara sepatunya seperti bunyi sepatu high heels. Siapa murid yang memakai high heels di kala ini?

"Permisi."

Ucapan itu membuat Kiara tersentak hampir terlempar bukunya. Lebih terkejut lagi, ternyata yang memanggilnya adalah seorang guru yang merupakan wali kelasnya Kiara yang telah membawa 15 buku paket pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas 11. Pantas saja tadi Kiara sedikit terganggu dengan suara sepatunya.

"Ma-maaf bu. Ibu mau pinjam buku ini, ya? Sebentar ya bu, saya catat dulu." Kiara gelagapan.

Ibu guru itu bernama Bu Sera, seorang guru bahasa Indonesia muda, sekaligus wali kelas Kiara.

Bu Sera yang menunggu di depan Kiara itu terlihat ingin melakukan sesuatu. Bu Sera pun menarik sebuah kursi yang ada di meja baca dan di bawa ke depan meja Kiara. Kiara yang sedang sibuk menulis pun langsung merasa gugup dengan kegiatan yang gurunya lakukan itu.

Bu Sera kini duduk di depan Kiara, langsung bertanya. "Ibu mau tanya ke kamu, Kiara. Kenapa kamu nggak main sama teman-temanmu? Ceritakan pada Ibu, apa yang terjadi sama kamu? Kamu pintar loh, kenapa tidak ikut bermain?"

Pertanyaan Bu Sera membuat Kiara menurunkan pandangan. Dia menghela napas berat untuk menjelaskan pada Bu Sera. Kiara berpikir bahwa dia takut untuk mengatakan semuanya. Jika dia benar-benar menceritakannya, dia takut Bu Sera akan membuat semua teman kelasnya meminta maaf padanya secara terpaksa, lalu jika B Sera tidak ada di hadapannya, mereka mulai menyalahi Kiara dengan kata "Cepu." Itu adalah sebuah keputusan seperti pisau bermata dua.

"Kamu kenapa diam?" tanya Bu Sera lagi.

"Nggak, Bu. Saya memang ingin sendiri saja."

"Tidak perlu berbohong, saya ini guru kamu, loh."

Kiara menggigit bibirnya yang gemetaran itu takut untuk bicara sebenarnya. Dia takut mengalami kejadian buruk yang akan menimpanya.

Bu Sera menghembuskan napas lelah. Beliau mungkin sudah lelah menunggu Kiara yang ketakutan untuk bicara itu. "Sudah, ceritakan saja. Kau pikir Ibu ini akan membiarkanmu, begitu? Apa kamu dibungkam oleh mereka? Diancam? Atau kenapa?"

Kini Kiara pun membuka suaranya pelan. "Nggak semua Bu, saya hanya takut jika mereka menyalahi saya setelah ini." Wajah Kiara benar-benar memelas.

"Kamu dibully?" Bu Sera mengintrogasi.

"Entahlah, Bu. Saya tidak tahu saya dibully atau tidak. Tapi saya merasa tidak nyaman di kelas."

"Iya itu Ibu tahu, tapi mengapa tidak nyaman?"

"Semua itu karena kesalahan saya saja Bu, tidak perlu dibesarkan lagi."

"Ibu tidak yakin. Makanya jelaskan."

Tidak ada pilihan lain oleh Kiara selain menjelaskan semua kisahnya di kelas. Kiara mencoba menahan tangisnya saat ini, apalagi harus mengingat semua kenangan pahit tentang dirinya dahulu. Bu Sera tetap menunggu Kiara buka suara dengan tenang di depannya sambil menyilangkan kaki.

"Jadi begini awalnya, Bu."

# # #

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang