29. Luka lama Part 2

5 1 0
                                    

Seminggu kemudian, teman sebangku Kiara, Gita meminta untuk bertukar tempat duduk dari Kiara. Gita ingin duduk bersama dengan yang lain untuk menghindari Kiara. Sejak awal pula Kiara tahu bahwa ada hal yang mengganjal dari temannya, terlebih sudah lama sekali mereka berdua tidak bercengkerama dan Gita lebih banyak bicara pada orang dibelakangnya.

Kiara pun ditukar tempat duduknya dengan Indah yang memiliki nasib yang sama seperti Kiara. Katanya, Indah adalah orang yang dihindari dari kelompok sebelah karena sering membuat masalah. Indah termasuk anak yang malas mengerjakan tugas, tidak pernah ikut tugas kelompok, dan banyak lagi hal yang membuat teman-temannya mulai tidak menyukainya. Lantas Kiara heran dengan kejadian pada dirinya, mengapa teman-temannya tidak ingin bersama Kiara lagi? Apa yang mereka ceritakan pada orang lain tentang dirinya? Padahal Kiara mendengar Indah memiliki banyak masalah, tapi apakah itu benar adanya? Jika itu alasan Indah dihindari, mengapa Kiara juga dihindari? Kiara tidak melakukan hal seperti itu.

Indah yang baru saja duduk di samping Kiara langsung berbisik seru. "Kiara, kemarin waktu ke bioskop, lo diajak?"

Kiara mengangguk dengan heran tentang hal itu. "Tapi gak jadi, kan?"

"Kata siapa?" Indah memiringkan kepala.

"Loh, emangnya jadi?"

"Iya, lo gak tahu?"

"Nggak."

Indah menganga serasa tidak percaya. "Berarti awalnya lo diajak, dong? Wah, gue sih dari awal juga gak diajak hahaha. Makanya gue heran waktu lihat story teman-teman lo, kok nggak ada lo."

Kiara membelalak lalu menutup mulutnya, tak bisa bicara. Sungguh mengejutkan. Mengapa mereka tetap pergi tanpa Kiara? itu sudah kejadian lalu dan Kiara sudah mulai ikhlas, tapi betapa mengejutkannya ternyata alasan tidak cukup kendaraan itu hanya karena tidak ingin Kiara ikut. Sungguh, mengenaskan. Kiara terdiam cukup lama dengan kabar barusan yang membuat Kiara tidak lagi ingin bersama kelompok temannya itu.

Menyakitkan.

Apa salahnya sampai-sampai dia diperlakukan seperti itu? Kiara mulai menahan rasa sakitnya di kelas dan langsung pergi ke musholla saat istirahat kedua untuk solat, lalu setelahnya Kiara mulai menumpahkan segala isi hatinya yang kini merasa pilu kepada sang Maha Kuasa. Setelahnya pasti lebih baik perasaannya.

Di hari rabu nya saat kerja kelompok, Kiara mulai merasakan ketidaknyamanan yang menyakitkan di antara teman-teman yang dahulunya Kiara banggakan. Kiara menahan amarah serta sedunya dengan berpura-pura aktif dalam kelompok.

"Begini aja, gimana kalau kita gambar gelang manik-manik saja? Nanti pasti kita di suruh buat juga," saran Kiara.

Salah satu orang yang merasa berkuasa melantangkan kontranya. "Nggak lah, kita gambar meja saja untuk sketsa. Toh, cuman digambar doang nggak dibikin."

Alhasil, ternyata perkataan Kiara benar. Sketsa untuk produk usaha ternyata dibuat rancangan bentuk aslinya. Yah, mau tidak mau kelompok Kiara harus membuat meja dengan biaya 10x lipat dari biaya yang akan dikeluarkan dari idenya Kiara.

Apakah Kiara merasa senang? Tentu tidak. Dia menurunkan senyumnya merasa menyesal idenya tidak dihargai. Ya sudah, lain kali dia harusnya tidak memaparkan idenya seperti itu lagi.

Saat pembuatan meja, perkerjaan lebih banyak dilakukan oleh para lelaki. Mulai dari memotong kayu, memaku dan memalu, mengampelas mejanya, lalu mengecat mejanya. Yang perempuan hanya membantu sedikit mengambilkan alat dan bahan. Sisanya ada yang menulis dan mendokumentasi (berupa video) kegiatannya.

Kiara? Dia tidak melakukan apapun. Bukan, bukan karena dia tidak ingin ikut bekerja, tapi dia bingung harus melakukan apa. Setiap pergerakan yang dia lakukan, pasti ada orang lain yang menginterupsi kegiatan Kiara dengan hal serupa yang lebih dihargai. Apapun yang Kiara lakukan tidak ada harganya. Di perhatikan pun tidak.

Di pikirannya Kiara saat itu adalah dia sangat tidak kompeten, tidak bisa berinisitif, dan tidak peka. Di merasa bahwa dirinya sangat tidak berguna dan tidak dapat melakukan apapun. Jika dilihat dari aksinya, banyak sekali hal yang telah ia lakukan, hanya saja tidak dihargai dan Kiara pun merasa bahwa kegiatannya tidak ada apa-apanya. Tidak pantas dibanggakan atau dijadikan sebagai keikutsertaan dalam kerja kelompok tersebut.

Dikala Kiara terdiam sambil bercemas, Lina datang ke arah Kiara serta teman-temannya yang melihatnya antusias. Sepertinya akan ada pertengkaran setelah ini.

"Kiara, lo ngapain aja dari tadi?" tanya Lina sinis.

Kiara gagap setelah mendengar pertanyaan tersebut. "Tadi aku udah nganterin minum dan cemilan, membeli es teh, mencuci piring."

Matanya Lina seketika menatap tajam Kiara mengintimidasi. "Terus ngapain aja lo buat kerja kelompoknya?"

Diam. Kiara tak tahu harus berkata apa karena seluruh pekerjaan kelompok itu sudah tidak memperlukan Kiara lagi, pikirnya.

"Lo itu nyusahin banget sih? Lo gak berguna banget sih? Bantuin kek, apa kek."

Kiara harusnya menyalahkan siapa selain dirinya sendiri? Dia memang tidak berinisiatif apapun dan hanya melihat celah dari pekerjaan yang bisa dia kerjakan. Tapi apa? Teman kelompoknya pun tidak ada satu pun yang mengatakan tentang pekerjaan apa yang harus Kiara lakukan.

Kiara memantapkan pikiran untuk membalas, "Loh, kalian juga gak bilang aku harus ngapain aja."

Lina semakin geram dengan Kiara yang mulai berani berkata. "Lo apa gak lihat?! Kenapa gak ikut bantuin saja? Kerjain apa kek jangan cuman diam saja."

"Kalian itu kenapa sih? Dari awal salahku apa coba? Mengapa kalian menghindariku!?!?" Emosi Kiara kini sudah tidak terkendali dan matanya sudah berkaca-kaca.

Semua orang yang sedari tadi menonton itu sersentak dengan ucapan Kiara yang lantang itu. Orang yang di depan Kiara, Lina pun semakin berdengus kesal dengan tingkah Kiara saat ini.

"Kok lo jadi nyalah-nyalahin kita, sih? Lo yang gak kerja, kenapa nyalahin gue? Heh, denger ya Kiara. Bukannya lo sendiri yang gak mau ditemenin? Lo aja diem doang kek batu, gak ada inisiatifnya sama sekali. Lo cuman peduli lo doang, gak pernah berempati sama temen kelas."

Pertahanan Kiara yang menahan tangisnya sejak tadi itu runtuh. Dia tidak menyangka bahwa segala hal yang dia lakukan, walaupun menurutnya itu baik, tapi ada saja kesalahan dibaliknya yang tidak disukai orang lain. Lalu Kiara harus apa? Dia hanya menangis dalam diam dengan air mata yang sudah menjalar hingga pipinya dengan tatapan kosong dan pikiran kacau. Kiara pun pergi dari sana yang dipandangi secara sinis oleh orang-orang disekitarnya, sisanya menatap Kiara iba.

Saat presentasi tentang pembuatan objek usaha itu pun Kiara hanya diam seribu bahasa. Dia tidak diberikan waktu untuk bicara, dan dibungkam untuk mengatakan pertanyaannya. Teman sekelompoknya itu tetap menulis nama Kiara dalam tugasnya, walaupun tidak ikhlas.

Setelahnya, Kiara merasa sendiri. Walaupun teman sebangkunya, Indah itu tetap bicara banyak dan meminta Kiara menemaninya ke mana pun. Kiara tidak pernah meminta apapun pada siapapun termasuk teman sebangkunya itu. Semua Kiara lakukan sendiri. Tugas sendiri, ke toilet sendiri, ke kantin sendiri, bahkan jika dia tidak ditulis namanya dalam kelompok, Kiara sudah mengantisipasinya dengan tugas yang ia buat sendiri.

Beginilah awal mula Kiara menjadi perfectionist. Dia tidak ingin melakukan kesalahan apapun di dalam kelas. Dia tidak boleh gagal. Jika gagal, habis sudah semua reputasinya beserta imagenya di mata teman kelas dan guru-guru.

# # # 

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang