2. Kita, teman?

22 5 0
                                    

Adam dan Tio pergi untuk membeli makan, tapi tidak ke kantin. Mereka nyatanya pergi ke warung nasi padang yang berada dekat di antara 4 toko yang ada di seberang sekolah secara diam-diam, karena kantin di sekolah itu mahal-mahal. Karena hari ini hari ujian, mereka tidak membawa bekal dan sesekali saja pergi ke warung nasi padang. 

Mereka pun pergi ke gerbang sekolah yang dicegat oleh security yang menjaga gerbang. Tapi, bukan Tio yang tidak memiliki ide. Akhirnya mereka diizinkan keluar oleh security sebab alasan untuk membeli sebuah peralatan. 

Kini mereka sudah berada di luar sekolah dan kemacetan tadi pagi sudah teratasi. Mereka akhirnya bisa menyebrang dengan cepat. 

Sesampainya di sana, mereka memesan nasi dengan kuah gulai, sayur singkong, dan tidak lupa dengan rendang yang wajib dibeli saat berada di warung nasi padang. Selesai memilih menu, mereka meminta untuk membungkusnya dan kembali ke kelas untuk makan agar tidak dicurigai pihak sekolah karena kelamaan. Padahal peraturan di sekolah sudah jelas bahwa para murid tidak boleh keluar sekolah, sekalipun saat waktu istirahat. Tapi sekarang, mereka sengaja langgar dan berlagak seperti sang penguasa.

"Bu, plastik kreseknya boleh yang warna hitam aja gak, Bu?" pinta Adam agar tidak ketahuan. 

Mereka kembali dengan sebuah nasi padang yang dibungkus plastik hitam yang mereka bawa terang-terangan agar tidak ketahuan. Security pun masih mengira mereka hanya habis membeli peralatan suruhan guru. Memang sekolah ini tidak cocok untuk anak spek nasi padang yang tidak sempat menyiapkan bekal.

Sesampainya di kelas, Tio tidak menemukan Kiara di luar kelas, maupun di mejanya. Mungkin Kiara saat ini sedang bersama temannya. Akhirnya Tio dan Adam bisa berbincang di meja Tio sebab sedari tadi mereka hanya bicara saat menyusun strategi untuk bisa keluar sekolah saja. Karena situasi yang perlu menggunakan 100% fungsi otak, mereka pun tidak berpikir untuk mengobrol hal pribadi.

"Widih Tio, siapa tuh cewe tadi? Lo naksir, kah? Tumben lu sama cewe selain Sarah. Mana panggilnya aku kamu," kekeh Adam yang meledek sambil cengengesan.

"Ck, apa sih bro, dikit-dikit naksir. Orang baru kenal sopan dikitlah panggil aku kamu. Emangnya lo." Tio mendecak sebal.

Mereka lantas sunyi karena harus menyuap dan mengunyah makanannya. Tak terpikirkan topik apa lagi yang akan dibahasnya, sebab jika Adam bertanya soal ujiannya, sudah pasti Tio akan menjawab "Biasa saja" dan mendapatkan nilai yang bagus. Tio pun tampak tidak ingin membahas apapun, hanya menikmati makanannya saja. 

Adam pun terpikirkan suatu topik yang sangat personal. "Lo bisa akrab sama Sarah, apa lo gak ada perasaan ke dia? Atau sebaliknya gitu? Aneh aja di zaman sekarang ada cewe dan cowo bisa temenan tanpa perasaan."

Tangan Tio terhenti saat ingin menyuap. "Nggak mungkin. Gue sama dia gak akan pernah suka satu sama lain. Bahkan dia sendiri, gak akan pernah suka sama gue. Gue percaya itu."

"Lo bilang udah temenan dari SMP, toh? Memang kenapa nggak mungkin?"

"Bukan urusan lo."

Tio adalah tipe yang merasa risih saat ditanya-tanya dan akan dijawabnya dengan jawaban singkat, atau bahkan tidak dijawab sama sekali. Dia selalu cuek kepada temannya, tapi entah mengapa, temannya selalu ingin berteman dengan Tio. Dia tahu alasannya. Banyak orang yang hanya mendekatinya karena hal yang dia punya, bukan semata karena dia Tio. Tapi teman yang sekarang berbeda. Entah mengapa, walau sedikit, Tio merasa mereka terlalu peduli dengannya dan melontarkan berbagai pertanyaan tentang dirinya yang membuat Tio bingung harus menjawab apa.

Kini mereka sudah menghabiskan makanannya dengan cepat karena keheningan yang cukup panjang dan Adam juga merasa tidak dipedulikan oleh Tio.

Selang 2 menit setelahnya, Kiara kembali ke kelas karena sebentar lagi bel ujian mata pelajaran ke-2 akan dimulai. Adam pun bangun meninggalkan meja Tio dan pamit mempersilakan Kiara untuk duduk di tempatnya ia berada.

Sehabis Tio membersihkan mejanya, dia langsung menatap seseorang disampingnya, lalu bertanya, "Kamu habis ke mana, Kiara?"

"Aku habis ke kelas Indah, Kak, sambil belajar," jawab Kiara sembari memasukkan buku ke dalam tasnya.

Mereka merenggang sebentar, lalu Tio memaparkan sebuah pertanyaan yang membingungkan. "Temanmu itu berteman denganmu karena apa?"

Kiara tersentak dengan pertanyaan itu, sebab selama ini dia tidak terpikirkan apapun dengan hal semacam itu. Berteman ya berteman saja. "Hm, gak  tau deh, Kak. aku tidak pernah menanyakannya."

"Jika kamu berteman denganku, apa alasan kamu mau berteman sama aku?" lanjut Tio.

"Karena kakak baik? Atau karena sifat kakak yang terbuka, mungkin? Karena selama ini pun temanku cuman Indah saja, jadi aku mungkin akan berteman jika ada yang mau berteman denganku," jelas Kiara.

"Jadi, apa kamu mau berteman denganku? Tapi jika alasanku hanya karena tertarik padamu, apa boleh?" Tio mempertanyakan pertanyaan beruntun yang membuat Kiara semakin terpojok.

Otak encer Kiara kini berjalan dan justru bertanya balik kepada Tio. "Mengapa kakak bisa tertarik padaku? Itu bukan alasan jika masih ada alasan di baliknya."

"Karena..." Tio terdiam memikirkan jawabannya. "Kamu itu berbeda. Aku melihat bahwa kamu kini kenal denganku bukan karena prestasiku, kan? Bukan karena penampilanku, kan? Meskipun kamu sudah tahu aku sebelumnya, tapi kamu baru datang kepadaku baru hari ini, hanya karena sebuah topi, bukan?" Tio tertegun Kiara dapat menepis pertanyaan menyesatkannya itu.

Kiara mengangguk paham. Pasalnya memang selama ini dia tidak mencari tahu siapa itu Tio Putra Riski dan hanya mengenal namanya saja. Dia pun tidak begitu tertarik dengan penampilan lelaki. Walaupun tipenya adalah lelaki pintar, tapi Kiara akan lebih memilih lelaki fiksinya saja. Mereka pun sepakat untuk menjadi teman, kini Kiara mempunyai teman selain Indah di sekolah ini. 

# # #

Yah udah selesai. Tenang saja dan nantikan episode selanjutnya di hari sabtu, ya! see you babay. 

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang