24. Berbaikan

6 1 0
                                    

Esok paginya Kiara tetap datang ke sekolah sama sekali tanpa melihat pertunjukan pertama di hari ini. Kiara langsung bergegas pergi ke sekolah di awal waktu karena ia ingin segera menggunakan perpustakaan itu dengan cepat. Dia sangat bersemangat untuk sekolah pada hari ini.

Dia pun tiba di jam 6 pagi saat suasana masih segar tanpa panas matahari yang belum tampak, masih embun pagi yang masih membuat udara lembab. Awan putih saat matahari masih terbit itu sangat indah dipandang. Murid sekolah hanya beberapa yang sudah tiba sekarang.

Kiara menaruh tasnya di kelas dan langsung berlari kencang ke arah perpustakaan lagi untuk membereskan sisanya dan menggunakan perpustakaan itu untuk dirinya sendiri. Untung, dia hanya tersisa membersihkan lantainya karena kemarin ia selesai dengan lebih cepat karena bantuan dari Tio. Tidak terlalu berat untuk sekarang.

Saat jam 8 pagi dan semua murid telah datang dan menonton, Kiara masih di dalam perpustakaan untuk menyerok debu dan pasir saat menyapu. Dia melihat dari arah perpustakaan ke acara yang sedang berlangsung itu, sangat tampak dari tempatnya ia berada sekarang. Wah senangnya melihat dari kejauhan begini di saat tidak ada yang menyadari bahwa Kiara sedang berada di perpustakaan.

Setelah selesai menyapu, Kiara lanjut untuk mengepel lantainya agar bersih. Dia mulai mengulung tangannya, mengikat rambutnya, dan mengambil ember serta pelnya.

Kiara kembali dengan ember yang penuh air, langsung ia isikan air itu dengan sabun pel wangi apel yang dapat menenangkan wanginya. Dia suka dengan wangi itu. Kiara pun melepas sepatunya, memeras kain pelnya, lalu pergi ke dalam untuk di pel.

Saat di dalam, dia mendengar suara dari luar saat mengepel. Suara itu terdengar seperti suara Sarah yang memanggil Kiara.

"Kiara! Kamu di dalam?" teriak Sarah.

"Iya, Kak. Sebentar! Aku sedang mengepel." Kiara membalas dengan berteriak juga dari dalam.

"Whoops. Maaf."

Sarah pun menunggu Kiara selesai mengepel hingga di lantai depan sambil menonton pertunjukannya.

Selang 15 menit kemudian, Kiara kaget karena Sarah masih menunggunya di luar. "Ada apa, Kak?" Kiara awalnya tidak menyadari, hingga dia menggerakkan mata ke seseorang di samping Sarah yang merupakan Tinanty. "Eh, Tinanty? Kamu kenapa ke sini?"

Orang yang ditanya tidak menjawab karena Sarah sudah duluan bicara. "Aku menangkap seseorang yang tidak ingin masuk eskul nih, Kiara. Dia temanmu, kan? Daripada dia dihukum, bagaimana jika dia yang menemanimu saja? Kan lebih asyik berdua."

Sarah berucap seakan-akan hubungan Kiara dan Tinanty sedang baik, padahal nyatanya tidak sama sekali. Kiara sebenarnya tidak marah kepada Tinanty, tapi dia justru takut Tinanty akan marah lagi padanya jika bertemu. Pikirannya sekarang cemas. Apa yang akan Tinanty katakan padanya kali ini?

"Wah, Kiara! Kamu hebat banget! Kamu beneran bisa membersihkan semuanya..." Sarah memotong lamunan Kiara dengan pujiannya. "Baiklah kalau sudah selesai, apa aku boleh pergi? Kamu sekarang sama Tinanty ya... Oh, iya! Aku lupa kemarin ada janji padamu, Kiara. Nanti setelah kamu selesai, kamu datang ke ruang OSIS, ya? Jika tidak ada aku, pastikan kamu cari aku dikelas juga, okay?" lanjut Sarah yang tidak henti-hentinya bicara.

"Iya, Kak." Kiara mengangguk lalu membalas lambaian tangan Sarah yang hendak pergi darinya.

5 menit sudah Sarah meninggalkan mereka berdua dan kini situasinya canggung. Sangat canggung. Tidak pernah mereka merasakan situasi se canggung ini. Biasanya ketika hening pun, rasa canggung itu tak pernah sekali pun muncul dalam benaknya.

Kiara dan Tinanty pun duduk di lantai halaman depan perpustakaan, menunggu lantainya kering. Belum ada percakapan keluar dari mulut mereka berdua, dengan berbeda isi pikiran. Kiara dengan pikiran penuh kecemasan seperti: apakah Tinanty masih marah padanya? Kenapa dia bisa ketahuan? Apa yang akan Tinanty katakan padanya? Bagaimana cara dia menghancurkan kecanggungan ini? Pertanyaan apa yang akan ia katakan pada Tinanty? Berbagai pertanyaan 5W+1H muncul dalam pikiran yang bergejolak itu.

Sebaliknya, Tinanty sama sekali tidak memikirkan apapun. Dia hanya diam dan meratapi sebuah acara yang sedang berlangsung tanpa mempedulikan orang di sebelahnya. Sempat ia berpikir bahwa Kiara pasti mencemaskan sesuatu yang sama sekali salah—itu sudah pasti—tapi Tinanty tetap tidak mempedulikan hal tersebut dan memilih diam seribu bahasa. Biarkan saja Kiara penuh dengan pertanyaan karena diamnya seorang Tinanty yang sebenarnya tidak memikirkan apapun.

20 menit sudah mereka menunggu di luar, akhirnya Kiara menginjakkan satu lantai dari luar untuk mengecek apakah lantainya sudah kering atau belum, ternyata lantai itu sudah kering dan inilah saatnya Kiara masuk yang diikuti oleh Tinanty.

Kiara baru masuk beberapa langkah langsung dibuat kagum dengan hasil kegiatannya sendiri. Sungguh, perpustakaan ini sangat rapi dan bersih sekarang. Terlihat sangat enak untuk dipandang terus. Kiara pun berkeliling mengitari perpustakaan untuk me-review seluruh tempat yang kini telah bersih berkatnya—dan Tio. Kiara pun duduk bergeletak di lantai tengah ruangan dan langsung mencoba merebahkan badan. Wah, sangat seru! Dia melihat susunan-susunan buku dari arah bawah yang sangat menyilaukan matanya yang kini ikut berseri. Rasanya ia ingin berteriak kegirangan, tapi suaranya saja bergema di dalam. Pasti membuat bisik yang besar.

Tinanty masih diam terduduk di bangku khusus membaca. Dia melihat Kiara begitu girang dengan semua yang ada di perpustakaan itu, seperti merasa bahwa semua itu adalah milik Kiara. Di sisi lain, Tinanty melihat bahwa Kiara benar-benar seperti anak kecil yang mudah bahagia dengan hal kecil yang telah Kiara dapatkan.

Kiara yang sedang bersenang-senang itu langsung terdiam saat melihat seseorang yang sedang duduk dan mulai lesu kembali. Kiara pun berjalan ke arah orang itu dengan lambat untuk mulai membuka suara.

"Anty, aku minta maa-"

Ucapan Kiara diputus oleh Tinanty. "Kenapa minta maaf? Salahmu apa?"

"Eh- aku, aku telah membuatmu marah?" jawab Kiara tidak yakin.

Tinanty mengehembus napas malas. "Aku marah karena apa?"

Kiara menjawab dengan kalimat yang terbata-bata. "A-aku... aku yang membuatmu marah, sebab perilakuku. Jadi, maaf. Aku akan lebih berani lagi kedepannya."

"Aku tidak yakin." Tinanty meremehkan.

Suara Kiara semakin bergetar. "Aku tidak akan berpikir berlebihan lagi."

"Aku tidak yakin." Tinanty lagi.

"Sungguh, aku tidak akan begitu lagi."

Tinanty berdecak kesal untuk mengakuinya. "Baiklah. Aku pun minta maaf padamu karena begitu kasar kemarin." Ucapan Tinanty sudah membuat wajah Kiara kembali, tapi perkataannya belum selesai. "Tapi ingat, aku tetap memperhatikanmu, loh! Jika begitu lagi, kau tahu apa, kan?"

Kiara sulit mengatakannya karena belum terbiasa, tapi itu pun demi dirinya sendiri. "Baiklah."

Tinanty kini beranjak dari bangku untuk melihat-lihat buku yang sudah tertata rapi di rak untuk mencari buku yang menarik untuknya. Tinanty memang senang menonton anime, tapi bukan berarti kemampuan literasinya kurang. Justru, dia pun sangat senang dengan sebuah buku, apalagi buku fiksi.

Kiara yang mengikuti Tinanty pun heran. Mengapa temannya kini berada di perpustakaan bersamanya? Pertanyaan itu langsung ditanyakan olehnya kepada Tinanty.

"Yah, tadi itu orang datang ke kelasku untuk menyuruh semua murid kelas 10 untuk menulis kegiatan apa yang akan diikuti. Ya aku masih belum kepikiran apapun, jadi tidak kuisi dan langsung ketahuan olehnya. Makanya aku dibawa ke sini. Untung kau di sini juga," jelas Tinanty.

Kiara membulatkan mulutnya sambil mengangguk.

"Berarti nanti kalau ada yang nggak ikut kegiatan apapun lagi, dia akan ditaruh di sini?" tanya Kiara lagi.

"Tidak yakin. Karena hanya aku yang diberikan opsi ini, apalagi itu orang bilang kalau kau ada di kegiatan ini, jadi aku pun langsung mengiyakan saja. Aku tidak dengar bahwa orang yang tidak ikut lainnya diberikan opsi ini."

"Mencurigakan sekali ya, Anty."

"Ini salahmu. Bisa-bisanya kau kenal dengan ketua OSIS itu."

"Hehehe. Aku pun tidak sengaja dan dia duluan yang mengenaliku, tahu!"

Tinanty kini berseringai seru. Kiara pun tersenyum manis dengan percakapan mereka berdua yang telah normal itu.

# # # 

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang