26. Luka

5 1 0
                                    

"Kiara, ayo ikut aku ke dalam sini."

Ajakan itu datang dari Sarah yang mengajak Kiara untuk mengikutinya ke ruang OSIS yang berada di belakang tempat dia duduk sekarang. Sarah hanya mengajak Kiara untuk bicara berdua. Tinanty pun kembali ke perpustakaan dengan kata maaf dari Sarah yang meminta Kiara untuk bersamanya sekarang.

Ini kali pertama di hidupnya Kiara untuk masuk ke dalam ruang OSIS. Bahkan saat SMP pun dia tidak pernah mengenali anggota OSIS di sekolahnya dulu apalagi untuk masuk ke dalam ruangannya. Ruangan itu begitu penuh dengan dokumen-dokumen yang tertumpuk di meja dan rak, banyak sekali peralatan-peralatan dan alat tulis yang berserakan, dan poster-poster dinding yang sudah terlihat kusam. Yah, Kiara tidak peduli dengan situasi di dalam, tapi dia sangat penasaran apa yang akan dia lakukan di sini.

Kiara diam bercelingak-celinguk melihat sekeliling ruangannya saat Sarah sedang mencari sebuah barang di sebuah rak dengan tumpukan kardus. Kiara sabar menunggu tanpa merasa overthingking karena dia datang bukan karena suatu masalah.

"Ah, ketemu!" teriak Sarah dari balik kardus.

Sarah pun kembali menghampiri Kiara dengan sebuah pita biru di tangannya sambil menghela napas berat. Iya, sedari tadi Sarah menahan napasnya saat mencari barang tersebut karena banyaknya debu dan sarang laba-laba.

"Kiara, ini yang kujanjikan tadi. Kamu gunakan ya!" pinta Sarah.

Kiara menatap bingung untuk apa barang yang ada di tangannya sekarang. "Ini untuk apa, Kak?"

Sarah tersenyum seru merespons Kiara. "Ini tuh dasi pita gitu, kayak gini." Sarah menunjukkan dasi pita yang berada di kerah bajunya. "Ini hanya dipakai untuk OSIS dan pengurus sekolah gitu."

"Loh, Kak. Aku, kan, bukan OSIS?" timpal Kiara sambil mengangkat alisnya heran.

"Kan kamu ketua pengurus perpustakaan, toh? Jadi pakai saja."

"Tapi ini mencolok banget sih, Kak."

"Justru itu bagus untuk kamu, agar kamu nggak digangguin lagi!"

"Oh." Kiara membulatkan mulut tanda paham. "Semoga saja. Terima kasih, Kak."

Belum Sarah menjawab terima kasihnya Kiara, ada seseorang memanggilnya dari luar. Iya, dialah Tio yang baru saja selesai tampil dengan rambut yang lepek karena keringat serta bajunya yang basah di bahunya itu.

"Sarah!"

Sarah pun langsung menengok ke arah suara diikuti oleh Kiara yang ikut memutar badan untuk melihat seseorang yang tidak memanggilnya.

"Apa?" sahut Sarah yang ingin menghampiri Tio. "Sebentar ya, Kiara."

Tio memiringkan kepala untuk mengintip seseorang di balik Sarah. "Loh, ada Kiara juga? Kalian lagi bicara, kan? Lanjutkan saja, aku hanya mau mengembalikan ini," celetuknya kepada Kiara sambil menyodorkan sebuah kacamata non minus milik Sarah.

Setelah kacamata itu telah berada di tangan Sarah, Tio langsung pergi karena takut mengganggu pembicaraan. Padahal pembicaraan Sarah dan Kiara telah selesai sejak Tio datang.

"Ya sudah, Kiara. Kamu boleh kembali."

Setelah ucapan Sarah tersebut, Kiara pun berpamit sambil berjalan pelan ke arah pintu keluar. Tapi langkahnya dihentikan oleh panggilan dari Sarah lagi yang baru teringat sesuatu. "Eh, Kiara! Kamu pakai pita itu dari hari rabu sampai sabtu saja, senin dan selasa tetap pakai dasi sekolah, ya!" pesan Sarah.

"Oke, Kak!" sahut Kiara di depan pintu.

Kiara pun keluar dan tersentak oleh Tio yang tiba-tiba lewat di depannya dengan membawa sebuah drum di depan dinding yang agak jauh dari pintu masuk ruangan OSIS. Kiara yang terjeduk itu langsung tak kuasa berdiri lalu terkapar sambil memegang dahinya dan mengaduh kesakitan.

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang