33. Topik

2 1 0
                                    

Di hari selasa pagi ini hujan turun lebih cepat yang telah mengguyur permukaan sejak subuh. Hari ini Kiara pergi ke sekolah dengan motor bersama Tinanty. Kiara selalu meminta Tinanty untuk pergi bersama hanya kala hujan dan Tinanty hanya meng-oke saja.

Hari ini memang hujan, sama seperti kemarin. Tapi, tidak ada harapan bagi kelas Kiara untuk mendapatkan jam kosong seperti hari kemarin. Hanya kelas Kiara. Sebab, hari ini di jam pertama akan ada pelajaran matematika yang sudah tidak heran lagi jika sang guru tetap datang dalam situasi dan kondisi apapun untuk mengajar. Padahal pelajaran ini banyak dibenci, tapi perjuangan seorang guru yang tetap datang itu memang patut diacungi jempol.

Kiara sih, tidak masalah. Dia lumayan menyukai matematika tapi tidak pernah sekalipun mengganggu kericuhan dari teman-temannya yang kecewa. Kiara hanya diam menurut apa adanya.

Pelajaran matematika di hari ini berlangsung selama 3 jam pelajaran hingga istirahat. Ketentuan di sekolah ini yaitu 1 jam pelajaran berlangsung selama 40 menit, jadi mereka dihantam oleh pelajaran matematika hingga 120 menit atau 2 jam. Walaupun suara hujan cukup mengganggu pembelajaran, terlebih kelasnya yang penerangannya remang-remang membuat belajar tidak kondusif, tapi pelajaran tetap berlanjut dengan ide seorang guru matematika yang hanya masuk untuk memberikan tugas lewat ponsel. Tapi guru matematika tersebut tidak keluar dari kelas dan hanya memantau.

Teman sekelasnya mulai bergabung dalam kelompok. Tidak, mereka tidak berkelompok, tapi bersatu. Tapi pula, hanya Kiara dan Indah saja yang tidak ikut dalam kelompok itu. Sudah tidak ingin ikut mereka dan lebih memilih mengerjakannya sendirian.

Bagaimana dengan Indah? Tentunya dia kesulitan. Dia tidak pandai dalam hal pelajaran apapun dan hanya ingin mencontek saja. Begitu herannya Kiara dengan Indah, mengapa dia bisa masuk ke dalam jurusan MIPA? Apalagi kelasnya adalah kelas MIPA 2 yang seharusnya murid-muridnya cukup pintar—karena MIPA 1 itu isinya benar-benar murid cerdas semua.

Betapa disayangkannya Kiara tidak masuk kelas MIPA 1 yang merupakan kelas excelent khusus murid yang mendaftar lewat jalur prestasi sejak awal. Yah, memang lebih besar kemungkinan Kiara masuk ke sekolah ini lewat jalur zonasi, tapi dia ingin pindah kelas rasanya. Pasti asyik masuk ke dalam kelas orang-orang pintar.

Kiara yang sedang mengerjakan soal sembari melamun itu bahkan tidak memperhatikan sekitar ataupun teman sebangkunya. Dia tidak peduli dengan teman sebelahnya yang sedari tadi sibuk bermain ponsel dan mengabaikan tugasnya. Bagaimana Kiara dapat peduli dengan orang yang bahkan tidak mempedulikan dirinya sendiri? Biarkan saja orang seperti itu kesusahan nantinya tanpa usaha. 

Kiara sebelumnya sudah sering kali memperingatkan tentang tugas-tugas kepada Indah. Bahkan, tidak jarang pula dia membantunya belajar, tapi Indah tidak menghargainya dan memilih bermisuh-misuh seperti cacing kepanasan ketika diajarkan sesuatu. Oleh karena itulah Kiara menyerah padanya. Terlalu menguras energi.

Bel pelajaran yang berakhir pun telah berbunyi dan sekarang sudah seharusnya istirahat. Iya, guru matematika tersebut meminta untuk mengumpulkan tugas yang barusan. Kiara yang telah menyelesaikannya itu merasa lega, tapi tidak untuk teman sebelahnya. Indah langsung menggeliat panik dengan tugasnya yang bahkan masih kosong. Iya, masih KOSONG.

"Kiara, gue liat tugas lo, dong. Please... sekali saja," pinta Indah dengan begitu paniknya.

Sudah Kiara duga akan terjadi hal seperti ini. Ini bukan kali pertama dan Kiara sudah tidak percaya dengan perkataan "Sekali saja" dari Indah. Begitu menyebalkan untuk Kiara mengabaikan rengekan seseorang, tapi Kiara tetap tidak memberikan tugasnya padanya. Yah, itu konsekuensinya sendiri tidak mengerjakan tugas sejak awal.

Indah mulai mendecak kesal diabaikan. "Awas aja lo, Kiara. Nanti gue gak mau bantu lo kalo ada apa-apa."

Kalimat tersebut benar-benar membuat Kiara geram. Sungguh, dia sendiri takut jika ada hal yang mendadak dan harus memerlukan bantuan dari orang yang terdekatnya. Apakah Kiara akan mengubah pikirannya? Tidak. Dia tetap tidak peduli dengan kalimat tersebut walaupun dia takut tidak dapat meminta tolong siapapun kala membutuhkan seseorang. Dipikir-pikir pula dia sejak dahulu pun sudah melakukan apapun sendiri, jadi bukan masalah.

Akhirnya Indah tidak mengumpulkan tugas di hari ini. Pasti akan diberikan nilai kosong oleh sang guru. Yah, tidak ada yang heran juga jika Indah berlagak seperti itu.

Saat istirahat, hampir semua teman kelasnya pergi ke kantin. Seperti biasa, teman kelasnya yang perempuan selalu pergi ke kantin dan tidak kembali ke kelas setelahnya. Apalagi Indah pun sering pergi ke kelas lain, jadi Kiara benar-benar sendiri di kelas.

Kiara memakan bekalnya dengan suasana hening. Tapi keheningan itu tidak berlangsung lama. Baru 5 menit Kiara memakan bekal, kelompok Ramdhan yang berisi 7 orang temannya telah kembali ke kelas. Mereka adalah orang yang selalu cepat saat membeli sesuatu dan langsung kembali ke kelas. Mereka pun tidak kembali pada posisi meja masing-masing, mereka memilih untuk membuat kelompokan meja. 4 meja disusun membentuk persegi yang besar dan dikelilingi oleh bangku tempat mereka duduk di barisan seberang, di belakang Kiara.

Kiara masih tetap makan tanpa peduli mereka. Mereka pun hanya makan sambil mengobrol yang terdengar oleh Kiara. Kiara tidak ingin menyimaknya, tapi suara mereka begitu jelas terdengar hingga tak membuat Kiara berkonsentrasi dalam pikirannya sendiri. Tapi itu belum cukup membuat Kiara terganggu. Yah, sekarang hanya ada Kiara dan 7 orang saja di kelas.

Saat selesai makan, Kiara mulai mengambil botol minumnya di tas yang berada di balik badannya. Kiara pun membalik badan tanpa menatap orang-orang di seberang meja, tapi mereka mulai membicarakan suatu topik yang menarik perhatian Kiara.

"Bro, gue tuh pengen banget bikin cerita tentang orang yang jahat tapi bisa mengendalikan semuanya gitu loh, bro," cetus Ramdhan.

"Ya, tinggal jadi rajanya saja, toh?" ungkap Aldi.

Ramdhan yang sedang mengunyah siomay miliknya itu tetap berusaha bicara. "Nggak bro, gak bisa gitu. Tapi emang sih gue mau buat itu karakter jadi raja, tapi penduduknya nggak sadar raja itu jahat gitu, bro."

"Ya sudah tinggal buat saja si raja punya pasukan yang disuruhnya jahat, lalu rajanya berlagak baik."

"Itu juga gak bisa bro, bakal banyak yang curiga pasti."

Topik tentang imajinasi fantasi tersebut mengguncang hati Kiara yang ingin sekali ikut menimbrung. Apalagi Kiara sudah banyak sekali cerita yang telah ia baca, jadi dia mulai ikut berimajinasi untuk mencari jalan keluar dari kerisauan Ramdan dengan ceritanya. Pasti ada jalan keluar.

Kiara yang sedang minum sambil berpikir itu mulai menyadari sesuatu dalam pikirannya. Begitu cepat pikirannya dapat memikirkan sesuatu tentang imajinasi. Wah, Kiara sendiri tidak menyangkanya. Kiara mulai mempercepat meneguk air minumnya, lalu menutupnya. Tapi, langkah cepatnya itu mulai terhenti dengan sebuah overthingking yang tiba-tiba hadir dalam pikirannya sendiri. "Aku ngomong gak, ya? Aku bakal dikata caper gak. ya? Aku bisa lancar gak, ya bicaranya? Aku harus bicara bagaimana?"

Kiara yang sudah membalik badannya ke arah samping sambil menunduk sedih itu disadari oleh Ramdhan. "Lo kenapa, Kiara?"

Kiara tersentak. "E-eh, nggak. Aku cuman berpikir topikmu saja."

"Apa itu, Kiara?" tanya Ramdhan heran.

"Tadi yang kau bilang mau buat cerita. Aku punya saran untukmu. Bagaimana jika si raja yang baik dan terlihat sangat gigih itu mulai merencanakan sesuatu yang jahat? Kayak- plot twist di ending-nya gitu. Bisa saja dia jahat dari awal, tapi dari POV si raja saja yang tidak diketahui penduduknya. Penduduk-penduduknya pun hanya tahu bahwa si raja itu raja paling baik," ungkap Kiara yang terputus-putus gugup.

Orang-orang sekitar yang memperhatikannya itu masih belum bicara sejak Kiara telah selesai bicara. Mereka mulai berpikir dan mencerna apa yang dikatakan Kiara dan terkejut karena begitu cepat Kiara merespons sebuah alur dari cerita yang bahkan pembuatnya saja masih membingung. Ramdhan juga puas mendengar ucapan Kiara. Sontak Ramdhan berdiri dari kursinya, lalu menggebrak meja sambil menunjuk ke arah Kiara yang mengejutkan seluruh orang di sekelilingnya. "Nah!"

"Kok gue gak kepikiran ya? Hahaha. Terima kasih loh, Kiara. Keren!" lanjut Ramdan.

Setelahnya mulai banyak teman kelas lelaki yang masuk ke kelas setelah mengantri cukup lama di kantin. Kesempatan Kiara untuk bicara pun telah selesai dan topik barusan sudah tidak diperbincangkan lagi. Masih untung Kiara dapat bicara pada beberapa orang di kelasnya walau dengan kesempatan yang sangat kecil.

# # #

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang