34. Pinjaman

3 1 0
                                    

Saat ini sedang istirahat kedua. Tumben sekali Indah tidak pergi ke kelas lain atau ke kantin. Dia tetap duduk di samping Kiara sambil merogoh tasnya, mencari sesuatu.

"Kiara, tolong antar gue ke rumah, yuk," pinta Indah.

Kali ini apa lagi yang dia inginkan dari Kiara? Benar-benar melelahkan selalu mengikuti keinginan temannya itu. "Ngapain?" balas Kiara.

"Bekal gue ketinggalan. Ayo, antarin gue, please." Indah berucap tanpa ekspresi cemas seakan-akan hanya ingin keluar kelas saja.

Kiara mendecak malas. Iya, begitu malasnya untuk pergi ke mana-mana saat istirahat. Tapi rengekan teman sebangkunya itu tidak akan selesai sampai Kiara membuka suaranya lagi.

"Tapi sekarang antarin gue ke toilet dulu, yuk," pinta Indah lagi.

Akhirnya Kiara beranjak dari duduknya untuk mengantar Indah ke toilet. Kiara masih belum menyutujui permintaan pertamanya. Entah mengapa, saat bersama Indah, semua rasa tidak enakannya menghilang. Justru dia dapat berekspresi seperti apapun padanya, tapi selalu dalam hal negatif.

Jelas terlihat sangat menyebalkan pada orang seperti Indah yang seperti parasit. Kepribadiannya yang selalu merasa paling benar itu sangat mengganggu. Bahkan opini seperti apapun akan disangkal oleh kepercayaannya yang hanya omong kosong. Dia selalu saja mempertahankan diri tanpa berpikir. Terlalu percaya diri, dan tentunya tidak terima tentang kritik. Jika dikritik, mereka akan selalu membela diri dan menyalahkan orang lain. Dirinya sudah tidak dapat diberi nasihat apapun. Percuma. Akan sangat menguras emosi, tenaga, dan pikiran sekali jika berdebat dengan tipe manusia seperti ini.

Kiara selalu ingin memisahkan diri dari Indah, tapi di sisi lain pula keberadaan tak berdayanya di kelas itu memerlukan seorang teman. Setidaknya dia tidak merasa sendiri di kelas, walaupun sering dimanfaatkan atau dimintai apapun, Kiara hanya bisa diam dan bersabar. Toh, dia juga sedang memanfaatkan Indah untuk mencari informasi. Kiara harus menjaga hubungannya dengan baik.

"Sebentar, Kiara."

Di perjalanan menuju toilet, Indah berhenti pada suatu kelas yang berada dekat toilet. Indah pun meminta Kiara untuk menunggunya di luar kelas, sedangkan dirinya masuk ke dalam kelas yang asing bagi Kiara.

10 menit menunggu, akhirnya Indah keluar dengan ekspresi lesu. Entah apa yang terjadi padanya, Kiara tak peduli.

"Ih, gimana ya gue pulang. Gue mau ambil bekal, tapi gak ada motor. Tadi gue nanya ke teman gue, katanya pada gak bawa motor," celetuk Indah.

"Ya sudah, gak usah lah," cetus Kiara datar.

"Masalahnya gue gak bawa duit."

"Sudah, tahan saja."

Saat tiba di toilet, percakapan mereka terhenti saat Kiara bertemu dengan Tinanty yang sedang mengantri di depan toilet. "Hai, Anty!"

Panggilan tersebut membuat Indah langsung mengakrabkan diri kepada Tinanty. "Eh, kamu bawa motor, nggak?" tanya Indah.

Pertanyaan tersebut sontak membuat keduanya menatap heran. Serius? Baru pertama kali bertemu langsung menanyakan hal tersebut? Tinanty sih, tahu Indah. Tapi Indahnya sendiri? Dia saja tidak mengenal siapa Tinanty.

"Ba-bawa, sih..." jawab Tinanty ragu-ragu.

Kiara langsung menatap Tinanty sambil mengeryitkan dahi menyiratkan, "Kenapa dijawab, sih."

"Aku boleh pinjam, nggak?" Senyum Indah pun merekah yang ditatap curiga oleh Tinanty.

Mau tidak mau, dia memberikan kunci motornya kepada Indah untuk dipinjamkan. Kiara pun berkata bahwa dia harus membayar, setidaknya untuk bensin. Tahu sendiri, rumahnya Indah yang sangat jauh itu pasti merugikan sang pemilik motor.

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang