38. Bersama

4 1 0
                                    

Setelah pulang sekolah, Kiara harus mampir ke rumah Tinanty terlebih dahulu untuk mengembalikan laptop milik Tinanty.

"Hm, apa aku beli laptop juga, ya? Kayaknya penting. Nanti coba kudiskusikan deh, sama mbah," gumamnya.

Saat tiba di depan rumah Tinanty, Kiara mendengar suara bentakan yang begitu keras.

"Dasar pemalas! Kamu ngapain aja coba seharian ini? Kamu anak perempuan, malah tidur siang sampe sore begini! Tuh, cucian belum kamu cuci, sepatu adikmu belum disikat pula. Mau jadi apa kamu! Banyak maunya doang!

"Ibu sudah melahirkan kamu, ngurus kamu sampai besar begini malah jadi anak pemalas! Bapakmu udah kerja banting tulang buat kamu, tapi kamu malah gak bersyukur! Kamu lihat kakakmu itu sudah S2, kamu tinggal nurut saja tidak mau.

"Jangan diam saja! Kamu dengarkan ibu, nggak?! Kupingmu dipake! Jangan cuman iya-iya saja."

Kiara tahu bahwa itu adalah suara ibu Tinanty yang sedang memarahi Tinanty. Oleh sebab itu, Kiara tidak berani memanggilnya dan memilih untuk kembali ke rumahnya saja.

Tinanty adalah seorang anak perempuan kedua yang memiliki seorang adik lelaki dan kakak perempuan di keluarganya. Keluarganya yang keras itu membentuk karakter Tinanty menjadi seorang yang tidak dapat mengungkapkan perasaannya. Sering kali Tinanty hanya dijadikan pelampiasan emosi orang tuanya, padahal selalu dia yang dibuat terbelakang. Semua kebutuhannya itu tidak selalu dipenuhi secara langsung, tapi dia harus mengantre menunggu giliran paling terakhir untuk mendapatkan kebutuhannya.

Seluruh barang yang dipunya Tinanty adalah barang bekas kakak perempuannya yang selalu dijadikan prioritas nomor 1 di keluarganya. Adik lelakinya pun begitu, dia selalu dimanja dan diberikan apapun yang diinginkannya. Bagaimana dengan Tinanty? Dia hanya disuruh sabar menunggu, atau menggunakan barang yang ada dahulu.

Seperti contoh laptopnya. Laptop yang sudah usang dan selalu error itu adalah bekas milik kakaknya yang dibelikan barang baru oleh orang tuanya. Bahkan ponselnya saja bekas. Dia jarang sekali diberikan barang baru, terlebih mengetahui kalau keluarganya termasuk kurang dalam segi ekonominya. Tinanty selama ini hanya mengangguk, walaupun tidak pernah dipedulikan dan hanya jadi sasaran amarah saja. Tapi, perasaannya selama ini hanya ia pendam saja.

Di hari sabtu, seperti biasanya mereka berdua berjaga perpustakaan bersama. Kiara menatap terus ke arah Tinanty, ingin memberikan perhatiannya, tapi dia takut jika Tinanty akan marah akan tindakannya. Terlebih, dia hanya mengetahuinya secara tidak sengaja.

"Ah iya, Ra. Nanti malam aku boleh menginap di rumahmu?" Tinanty kini membuka suaranya.

Kiara tanpa ragu menjawab, "Iya, boleh. Kamu gak apa?"

Tinanty mengangkat alisnya heran. "Gak apa, kenapa?"

"E-eum... kamu lagi ada masalah, kan?" tanya Kiara ragu.

"Nanti kuceritakan di rumahmu saja, ya."

Saat sore harinya, Tinanty datang ke rumah Kiara dengan sepeda motornya, serta membawa banyak barang berupa bantal, selimut, laptop, serta pakaian ganti. Tidak seperti Kiara yang tiap kali menginap hanya membawa diri saja.

Tinanty pun masuk ke dalam rumah yang disambut oleh Ratih, neneknya Kiara. "Kamu Tinanty ya, Kiara selalu cerita tentang kamu."

Tinanty dengan ramah membalasnya sambil menunduk. "Assalamualaikum, Mbah, saya Tinanty. Iya, Kiara sering main sama saya, hahaha."

"Oh iya, Waalaikumsallam. Kamu sudah makan, nak? Makan dulu yuk," ajak Ratih.

Dengan sungkan, Tinanty telah menolaknya, tapi tetap dipaksa dan akhirnya Tinanty ikut makan bersama di meja makan.

Kali ini Ratih telah memasak ayam kecap dan kentang balado yang merupakan kesukaan Kiara. Bahkan bagi Tinanty, makanan itu sangat jarang ia makan di rumahnya. Dengan senang, Tinanty memakan makanannya dengan lahap.

Tinanty tidak terbiasa untuk makan bersama di meja makan seperti ini, asing rasanya. Keluarganya hanya akan makan bersama jika bepergian, tapi jika di rumah, seluruh keluarganya akan berpencar ke tempat yang berbeda-beda. Apalagi kakaknya yang selalu sibuk, tidak akan pernah sempat untuk bisa makan bersama sekeluarga. Meja makannya pun hanya meja untuk menaruh makanan, tidak ada kursi di sekitarnya.

Begitu hangat jika di rumah Kiara, tapi dipikir-pikir, sedih juga mengingat Kiara hanya tinggal berdua dengan neneknya sekarang. Pasti begitu sepi dibandingkan di rumah Tinanty yang selalu ramai. Tapi, Tinanty ada sedikit rasa iri karena Kiara tidak lagi meraasa terganggu akan kebisingan. Bahkan Ratih yang sangat penyayang itu membuatnya rindu dengan almarhumah neneknya yang juga sangat menyayanginya.

"Kamu sekolah jurusan apa, Tinanty?" tanya Ratih yang membuka topik.

"Saya jurusan MIPA, Mbah," jawab Tinanty singkat.

"Mengapa kamu memilih jurusan itu?" tanya Ratih lagi.

Tinanty yang sedang tertunduk ingin menyuap itu langsung dikejutkan dengan sebuah pertanyaan yang ragu untuk dijawab. "Karena disuruh orang tua, Mbah."

"Kamu sendiri emangnya mau ikut jurusan itu?" tanya Ratih lagi.

"Gak tahu, Mbah. Saya gak punya minat apa-apa," jawab Tinanty lagi.

Kini Kiara yang berada di samping Tinanty menanyakan sebuah pertanyaan. "Memangnya kenapa harus MIPA, Anty?"

"Karena aku harus jadi perawat kata ibuku," balas Tinanty.

Kiara tercegang dengan pernyataan Tinanty. "Loh, aku pikir kamu gak cocok di MIPA, tahu... tapi memang sih, ibu kamu serem."

Tinanty membalasnya malas. "Ya mau bagaimana lagi, jika aku ada keinginan pun gak akan dituruti."

Kini ketiganya hening, entah mau menjawab apa. Tinanty pun hanya fokus untuk makan.

Kiara pun ingin memecah keheningan itu dengan topik yang berlawanan. "Mbah, Kiara kayaknya butuh laptop, deh. Biar gak pinjem punya Tinanty terus."

Ratih yang baru saja selesai makan itu langsung menanggapi Kiara. "Memang harganya berapa?"

"Hm, kurang tahu aku, Mbah. Tapi beli yang bekas pun gak apa, kok."

"Ya sudah, nanti tak liat harganya dulu."

Tinanty tersenyum menyimak percakapan tersebut. Tapi dalam hatinya, dia merasakan sesuatu yang mengganjal, dan begitu iri. Namun dia memilih untuk menyembunyikannya lagi agar tidak menyakiti perasaan sahabatnya. Lagipula, Kiara pun masih belum mengetahui alasannya berada di rumah Kiara saat ini.

"Kalau mau beli laptop, kamu harus bener-bener milih yang bagus speknya." Tinanty kini ikut menyambungkan topiknya.

Kiara pun bicara dengan antusiasnya. "Ih, aku gak tahu kayak gituan. Nanti kamu bantu aku cari, ya?"

Perasaan iri Tinanty kini hilang sepenuhnya dan membalas permintaan Kiara dengan terkekeh. "Iya, iya..."

# # # 

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang