19. Nasihat

8 1 0
                                    

"Kiara, kamu di mana?"

Chat itu datang dari Tio di notifikasi ponsel Kiara, yang sekarang pemilik ponsel itu sedang menangis di dalam kelasnya. Dia hanya melihat isi pesannya lewat notifikasi, tidak ada niatan untuk membalasnya saat ini. Yah, dia hanya Tio saja, bukan OSIS atau seseorang yang mencarinya karena tidak lagi menonton pamerannya. Tidak akan ada yang sadar atau peduli dengan apa yang dilakukannya saat ini.

Selang beberapa menit.

"Kamu kenapa nggak ke lapangan, Kiara?"

Suara yang datang dari depan pintu itu sontak membuat Kiara terkejut dan menatap seseorang yang ada di depan pintu kelasnya hanya dari ujung mata dengan kepala yang ditidurkan di atas meja. Ternyata hanya Tio yang datang menghampirinya. Kiara kembali memutar matanya ke arah awal.

Di kelas, Kiara hanya sendiri. Yang lain tentu sedang menonton. Tio pun masuk ke kelas Kiara tanpa ragu dan menghampirinya untuk duduk di samping Kiara.

"Hey, kamu bisa kena masalah loh kalo nggak ikut menonton. Kamu kenapa? Aku mencarimu ke mana-mana, tahu." Tio sejak tadi bertanya tentang hal yang Kiara lakukan tapi tetap tidak mendapatkan jawaban.

"Ayo ikut aku." Tio mulai berdiri mengajak Kiara untuk pergi.

Mendengar hal tersebut dari Tio, bahu Kiara bergidik ngeri, takut jika dia akan ketahuan tidak berkumpul di lapangan. Tapi jika dia menolak, itu akan semakin rumit. Baiklah, kali ini dia menyerahkan diri dan mengikuti Tio.

Kiara mulai mengangkat kepalanya untuk duduk tegak dan mengusap wajahnya yang penuh air mata itu. Ia tak sanggup bicara apapun saat ini. 

Tio tersentak dengan keadaan Kiara yang ternyata sedang menangis. Dia langsung memberikan jaket yang ia pakai dan memakaikan tudungnya pada Kiara.

Mereka telah keluar dari kelas, Tio jalan mendahului Kiara untuk mengarahkan jalan, Kiara berada di belakang mengikuti sambil menutup wajahnya dengan jaket yang dipinjam. Tio sengaja menuntun Kiara ke jalan melewati lorong kelas yang sepi, dibandingkan harus berjalan di pinggir lapangan yang akan membuat banyak perhatian.

Mereka kini tiba di kelas Tio yang berada di depan dekat gerbang. Persis seperti saat ujian akhir kemarin dengan baris meja yang berbeda. Kiara pikir ia akan dibawa ke ruang guru atau ruang OSIS untuk dihukum. Untung saja.

"Nah kita di sini saja, ya. Aman kok. Jika ada orang yang datang pun gak akan mengganggu kita," tutur Tio agar Kiara nyaman.

"Mengapa bisa?" 

"Karena aku ketua kelasnya." Tio tersenyum jahil. 

Tio yang sudah duduk di bangkunya, diikuti oleh Kiara yang ikut duduk di sebelahnya dengan suara isakan yang masih terdengar. Tio tidak membuka suara, menunggu Kiara mengontrol tangisnya.

Mereka merenggang cukup lama.

Setelah Kiara terlihat sudah lebih tenang, Tio mulai menopang dagunya dan bertanya, "Are you okay? What's happening?"

"Nothing, Kak. I'm totally okay," balas Kiara sambil terisak-isak.

"No. You aren't okay anymore. So tell me what's wrong with you?"

Kiara menghentikan suaranya.

Tio yang masih cemas itu mencoba mencari cara agar Kiara dapat memberitahu keadaannya. Bukan memaksa, hanya memberikan simpati. "Can I guess? Kamu diganggu, karena aku, kan?"

"Eh—aku nggak bermaksud begitu..."

Tio memotong kalimat yang ingin Kiara ucapkan. "Sudah tidak mengapa, aku pun tahu hal itu." Tio tersenyum simpul. "Aku pun ditanyai oleh banyak teman seangkatanku, dan kujawab saja kita berteman."

Kiara menggeleng pelan. "Tapi Kak Tio nanti bakal dicibir, loh. Sekarang Tinanty juga lagi marah padaku."

"Tinanty marah kenapa?" Tio kini menurunkan pandangannya.

Kiara menarik napas untuk menjawab dan bercerita. "Jadi tadi aku bertemu dengan anak kelas 11 IPS yang bertanya apa aku sedang dekat dengan Kakak, gitu. Lalu setelahnya, Tinanty marah besar padanya dan menyuruhku untuk tidak dekat dengannya lagi di sekolah."

"Oh, seperti itu..." Tio menaruh seluruh pandangannya kepada Kiara untuk menjelaskan. "Lalu, apa masalahnya? Jika aku tidak mendekatimu, apakah mereka akan berteman denganmu? Mengapa kamu begitu peduli pada mereka? Mereka saja hanya peduli pada kesalahanmu, Kia. Untuk apa peduli pada orang yang bahkan tidak mempedulikan perasaanmu? Percuma."

Tio mulai menepuk-nepuk kepala Kiara pelan. "Kamu gak akan pernah bisa menyelesaikan lingkungan yang sudah tidak menganggapmu. Pilihanmu ada 2; mau keluar dari circle tersebut, atau mengabaikannya? Kamu tidak akan pernah selesai dengan orang-orang seperti itu, mau kamu melakukan apapun tetap saja mereka akan mencari kesalahanmu. Fokuskan saja pada hal baik yang terjadi padamu." Tio menjeda ucapannya sejenak. "Jadi sekarang, apa yang harus kamu selesaikan?"

"Tinanty?" jawab Kiara ragu. 

"Nah." Tio menujuk Kiara tanda benar. "Coba mulai sekarang lebih mendengarkan apa yang temanmu katakan. Aku tahu temanmu begitu kejam padamu, tapi itulah bentuk perhatiannya. Justru jangan lagi kamu dengarkan kata orang yang menyakitimu. Ada hal yang tidak bisa kamu kontrol, yaitu omongan orang itu. Yang bisa kamu kontrol saat ini cuman berbaikan dengan Tinanty, kan? Aku yakin kalau sahabat pasti akan balik lagi, kok."

"Heeum..." Kiara mengangguk paham lagi.

"Begini..." Tio mulai mengeluarkan idenya kembali. "Kalau kamu mendapatkan omongan jahat lagi dari orang, kamu coba untuk tidak peduli, lalu pikir 'Lah, siapa lo ngatur-ngatur gue' nanti pasti nggak sakit hati lagi, deh. Jangan malah mikir yang enggak-enggak, tuh gak akan kejadian. Kamu bisa kasih respons senyum aja udah, hehe."

Senyum Tio yang merekah membuat Kiara senyumnya tercetak kembali. Dia mulai mengangguk setuju. "Iya, Kak. Terima kasih nasihatnya, hehe. Nanti akan aku minta maaf ke Tinanty."

Tio kini memikirkan sebuah kemungkinan. "Yakin kamu minta maaf langsung tanpa mengubah dirimu dahulu? Aku berpikir bahwa Tinanty tidak akan menurunkan emosinya ketika kamu masih belum berubah. Coba ubah dirimu dahulu, perkuat mental, baru deh minta maaf. Aku yakin jika kamu minta maaf sekarang, Tinanty akan marah lagi karena percuma kamu pasti mengulangi hal yang membuat temanmu marah."

"Iya sih, Kak. Pasti Tinanty marah lagi... ya sudah deh Kak, aku mungkin akan mengikuti saran Kakak dahulu." Kiara kini menurut.

Tio semakin tersenyum manis mendengar hal itu. "Bagus. Semangat ya. Aku akan membantumu, jadi jangan takut lagi untuk dekat denganku ya? jadi jangan dengarkan mereka, okay?"

"Yes, Sir!" Kiara tertawa kecil menjawabnya.

Kekehan Kiara dibalas sama oleh Tio.

Karena suara pameran masih terdengar oleh mereka, Kiara kini membuka topik baru. "Kak Tio ikut eskul apa? Mengapa tidak ikut menonton?"

Tio yang mulai diam memperhatikan Kiara pun menjawab, "Aku hanya sedikit membolos, hehe. Sebenarnya hanya bergantian tugas saja, tadi aku harus mendokumentasi cukup lama, jadi sekarang aku sedang free. Lalu, aku ikut eskul band, Kia. Nanti aku akan tampil hari rabu. Kamu lihat aku ya, hehe"

"Pasti Kak!"

# # #

Only You, SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang