14

14.8K 1.5K 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










Jika di kantin tempat Ersya dan teman-temannya menggosip tentang Nathan. Saat ini yang mereka bicarakan sedang duduk diam di ruang bk bersama Sandi dan dua guru di dalam ruangan itu. Mereka sedang menunggu orang tua masing-masing. Pada akhirnya guru itu memanggil orang tua Nathan dan Sandi agar masalah ini cepat selesai. Setidaknya masing-masing orang tua mereka mengetahui sikap anak-anaknya dan kedepannya selalu dinasehati.


“Kenapa kamu menghajar Sandi, Nathan!” tanya sang guru dengan ekspresi garang. Guru itu perempuan. Tidak hanya guru itu saja, ada rekannya lagi di samping.

Nathan tak kunjung menjawab. Ia duduk dengan santai namun ekspresinya tidak berubah, dingin dan mematikan. Mood Nathan benar-benar buruk dan sedang tidak ingin diganggu. Ia hanya ingin menenangkan diri.

Sedangkan Sandi sedari tadi selalu mengelus wajahnya. Sial sekali ia hari ini, pukulan Nathan benar-benar membekas  sangat dalam. Lino saja yang hampir memukul Ersya dibuat terkapar tak berdaya bersama geng-gengnya, apalagi Sandi yang dengan santainya menghina Ersya. Jika tidak ada guru di sini, pasti Nathan akan menghajar kembali Sandi itu. Tapi Nathan tidak melakukannya, ia menghormati keberadaan guru di sini.

“Nathan, kami bertanya,” ucap guru yang lain dengan suara yang lembut. Mencoba menenangkan Nathan yang terlihat masih emosi. Bagaimana bisa masalah ini selesai jika yang membuat masalah tutup mulut sedari tadi. Padahal yang membuat masalah itu adalah Sandi sendiri. Hanya karena Sandi yang dipukuli habis-habisan oleh Nathan, Sandi jadi merasa seperti korban.

“Dia berisik,” balas Nathan dengan singkat. Sorot matanya ketika mengatakan itu langsung terpaku pada Sandi. Sandi yang sedari tadi mengumpati nasibnya langsung dibuat kicep oleh sorot mata Nathan itu. Sandi langsung mengalihkan pandangannya ke yang lain.

“Berisik? Kenapa?” tanya guru itu lagi.

“Sandi, apa yang kamu katakan sampai membuat Nathan emosi?” kini guru itu bertanya ke Sandi yang terlihat sebagai korban.

“Dia tiba-tiba mukul saya bu,” adu Sandi dengan tangan yang setia mengelus ujung bibirnya yang terluka. Perih nan sakit, itulah yang dirasakan Sandi.

“Tidak mungkin Nathan tiba-tiba memukulmu jika kamu tidak menyinggung dia,” ucap guru itu yang mengetahui tabiat siswanya itu- Nathan.

“Tapi saya benar-benar tidak menyinggung dia bu,” bantah Sandi. Tepat setelah Sandi melontarkan bantahan itu, pintu ruang bk terbuka dari luar. Masuk lah seseorang  dengan aura wibawanya.

“Papa,” panggil Sandi ketika papa nya lah yang masuk ke dalam ruangan ini.

“Pak Juna,” sambut sang guru dengan mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan papanya Sandi.

Juna selaku papanya Sandi menerima jabatan tangan itu. Setelah itu ia mengambil duduk di samping anaknya.

“Papa,” panggil Sandi pada papanya.

Second Life : Ersya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang