24

7.8K 823 18
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Ayo ikut abang. Kita keluar, beli ice cream,"

"Ayooooo," balas Ersya dengan cepat.  Ice cream? Kapan lagi ia diajak keluar untuk membeli es krim. Seakan lupa dengan tekadnya tadi, Ersya segera memegang lengan berurat abangnya itu dan menyeretnya untuk segera menuruni tangga.

Lalu bagaimana dengan rencana yang sudah bulat tadi:')

Dalam diam Liam menyeringai. Cukup mudah membuat Ersya dikelabui.







..............






“Aaaa emmmm.” Suara itu berasal dari Ersya yang tengah menikmati ice cream nya. Sesuai perkataan Liam, Liam membawa Ersya ke kedai ice cream. Liam tahu kesukaan adiknya itu apa. Tentu niat Liam tak hanya menuruti keinginan adiknya saja, tapi ada suatu hal yang ia ingin tahu sendiri. 

“Makan yang itu dulu, baru yang lain,” tegur Liam bersedekap dada menatap datar sang adik yang tampak kewalahan menikmati tiga ice cream yang terpampang di depan Ersya. 

“Hehehe,” ringis Ersya menanggapi teguran itu. Pasalnya Ersya ingin memasukkan tiga ice cream itu sekaligus ke dalam mulutnya. Tadinya ia ingin membeli lima. Tapi abangnya itu langsung menatap tajam dirinya. Karena tak ingin membuat abangnya kesal, akhirnya ia hanya meminta tiga saja.

Itu pun Ersya harus memelas pada abangnya. Bisa saja ia membeli ice cream menggunakan uangnya karena ia kan juga memiliki uang banyak, hanya saja restu keluarganya tak memihak padanya. Haish, kayak apa aja. Dengan sifat posesif mereka, Ersya tak bisa membeli ice cream sepuasnya. 

“Jangan lihat lihat ice cream Ersya,” cegah Ersya berusaha menutupi ice cream nya menggunakan telapak tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya tak henti-hentinya menyuap ice cream tersebut. Padahal tidak ada yang akan meminta, Ersya saja yang merasa was was. 

Alis Liam terangkat sebelah, ia lihat saja kenapa tidak boleh. Lagi pula ia tak akan meminta. Liam langsung mengalihkan arah pandangnya ke samping. Menatap liar ke segala arah. 

“Harusnya kita tadi mengajak Nathan, pasti Nathan sedih tidak diajak. Kasihan ya bang adik kita,” oceh Ersya tetap sibuk menyuap ice cream ke mulutnya. Padahal orang yang dikhawatirkan Ersya tengah bermain game di mansion tanpa merasa sedih. Biasa saja. 

Liam kembali menatap sang adik. Entah kenapa setiap Ersya menyebut Nathan dengan embel-embel adik, ia merasa ingin tertawa. Liam tahu Nathan tak suka dipanggil dengan embel-embel adik oleh Ersya.

Maka saat itu juga, raut muka Nathan langsung datar. Nathan juga sepertinya bukan tipe anak yang ingin dimanja selayaknya bungsu, yang Liam lihat malah Nathan yang selalu terlihat sabar dengan tingkah Ersya. Memang Ersya selalu menggemaskan dibanding yang lain. 

Senyuman geli itu hilang seketika. Sorot mata datar Liam menghunus tepat ke arah Ersya yang Ersya sendiri tidak peduli dengan tatapan itu. Ersya hanya fokus pada ice cream nya. 

Second Life : Ersya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang