18

17.6K 1.5K 58
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







“Nanti jika masa skors mu sudah selesai, Nathan tidak perlu masuk kembali ke sekolah itu. Karena seminggu lagi Nathan akan satu sekolah bersamaku. Yeyyyy,” sorak Ersya. Ersya sendiri yang memberitahu kabar gembira ini, Ersya sendiri yang heboh dengan kabar yang ia katakan barusan. Sedangkan Nathan cukup menganggukkan kepalanya.

Melihat jika Nathan tak bersorak sepertinya, membuat Ersya heran. Apa Nathan tak bahagia dengan berita ini?

“Gak suka ya satu sekolah sama Ersya,” ucap Ersya dengan nada sedih. Ia kira Nathan akan bersemangat mendengar kabar ini. Tapi ternyata Nathan  biasa saja. Melenceng jauh dari pemikirannya.

Mendengar nada sedih dari Ersya membuat Nathan langsung menjawab perkataannya.

“Senang, kenapa aku harus tidak senang?” tanya Nathan pada Ersya.

“Entah,” balas Ersya tak mengerti juga. Jadi Nathan senang ternyata. Mungkin Nathan tak bisa mengekspresikan kesenangannya itu. Nathan anak yang kaku.

“Tenang saja Nathan, aku akan menjagamu nanti di sekolah. Aku takkan membiarkan sahabatku menghinamu lagi. Tenang saja, ada abang Ersya yang akan menjaga adek Nathan. Itu lah kenapa Nathan harus bahagia ketika satu sekolah bersamaku. Yaps, karena Nathan nanti ada yang menjaga. Aku, aku yang akan menjaga Nathan. Jangan takut nanti jika pertama kali masuk sekolah di sana. Selama ada aku, tak akan ada yang berani dengan Nathan. Aku mengenali semua anak di sana. Temanku banyak. Jadi mereka semua tidak akan mengganggu Nathan karena Nathan adalah adekku,” ucap Ersya panjang lebar. Kata-katanya lebih mengandung kepercayaan dirinya dibanding memberi rasa keselamatan dan kenyamanan pada Nathan.

Nathan sendiri lupa dengan apa yang Ersya katakan tadi. Saat Ersya mengatakan itu, tak jarang Nathan menggosok telinganya dengan kasar. Risih setiap Ersya memanggilnya dengan embel-embel adek. Lebih baik sebutan nama saja, itu lebih baik.

Lagi pula ia juga takkan gugup saat pertama kali masuk sekolah di sana. Ia juga tidak akan takut dengan yang lain. Ia tidak perlu penjagaan dari Ersya. Sebaliknya, Ersya lah yang butuh penjagaannya. Ingin membalikkan perkataan Ersya, tapi Nathan malas berdebat. Jiwa abang Ersya pasti menolak keras fakta yang ada.

“Ingat perkataanku, oke,” ucap Ersya dengan nada memerintah.

Nathan lagi-lagi menganggukkan kepalanya. Apa lagi jika tidak menganggukkan kepala. Jika ditanya ia ingat tidak dengan semua ucapan Ersya, tentu saja Nathan lupa. Ia bahkan tidak menyimak ucapan Ersya.

“Baiklah kalau begitu. Aku harus kembali ke kamar. Karena besok sekolah,” pamit Ersya pada Nathan. Tanpa mendengar jawaban Nathan, Ersya pergi begitu saja.

Nathan yang ditinggal begitu saja memilih menggidikkan bahunya acuh.





…….


Ersya berjalan keluar dari kamar Nathan. Jarak kamarnya dengan kamar Nathan tidak dekat. Jadi Ersya harus melewati beberapa ruangan. Setelah meminta maaf dengan Nathan, Ersya merasa beban yang  menimpanya tadi kini terangkat. Senang rasanya Nathan tidak cuek lagi padanya. Ia sudah terlanjur nyaman dengan Nathan versi di kehidupan ini.

Second Life : Ersya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang