2

33.9K 2.9K 150
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








"Bagaimana dengan adik kalian?" tanya pria paruh baya dengan suara beratnya memulai pembicaraan di telepon yang tersambung. Pria paruh baya itu adalah Kendrik Leonard. Tengah menelpon salah satu anaknya yang berada di mansion Leonard.

Sedangkan ia sendiri masih berada di kediaman istri barunya. Rencananya besok ia akan membawa istri dan putra barunya ke mansion Leonard. Tinggal bersama anak-anaknya.

Sebelum itu, Kendrik terlebih dulu menanyakan keadaan di mansion. Terlebih kabar Ersya. Putra bungsunya itu yang setelah ini tak lagi menjadi bungsu. Ersya memang tak mengatakan secara langsung jika menentang keputusannya ini. Tapi melihat sikap Ersya, semua yang melihat itu juga pasti tau jika Ersya tak setuju.

Lagi pula ini juga demi kebaikan Ersya. Untuk anak seumur Ersya pasti sangat membutuhkan sosok ibu di sisinya. Terkadang ia merasa sangat bersalah pada Ersya karena tak bisa maksimal dalam mengurusnya. Untung ada tiga anaknya yang lain, yang lebih dewasa. Mampu memberikan perhatian penuh pada Ersya.

"Ersya? Ersya saat ini baik-baik saja," jawab Devin. Yang menerima telepon dari Kendrik adalah Devin.

"Entah Ersya kerasukan apa, tapi sepertinya adikku itu tak sabar menanti kalian," sambung Devin dengan ragu. Melaporkan setiap kejadian. Tak tertinggal sikap aneh Ersya hari ini.

Tatapannya ia alihkan ke samping, dimana Ersya sedang tidur di atas sofa kamarnya  dengan ber bantal paha Barra.

Kendrik menelpon anaknya saat malam hari, wajar jika Ersya sudah tidur. Dan kini, Barra, Liam dan Devin berkumpul di kamar Ersya.

"Apa? Jangan mengarang, Devin!" Sentak Kendrik dengan nada tegas.

"Aku tak berbohong dad, bahkan Ersya merecoki kita dengan permintaan yang tak masuk akal," bantah Devin. Tak terima jika dianggap berbohong oleh daddy nya.

"Apa itu?" tanya Kendrik. Dalam benak Kendrik, apa yang Ersya pikirkan saat ini.

"Ersya menyuruh kami mengajarinya tentang bagaimana menjadi seorang abang seperti kita. Katanya ingin menjadi seorang abang yang baik untuk adik barunya nanti." Devin menjelaskan semua yang terjadi.


"Hust." Liam memperingati Devin untuk tak bicara dengan suara yang keras. Akibat suara Devin tadi, Ersya menggeliat dalam tidurnya, bahkan rengekan kecil terdengar dari mulut yang menganga kecil itu.

Barra berinisiatif mengelus surai Ersya dengan tatapannya yang tetap datar. Dalam benaknya, ini yang katanya mau jadi seorang abang seperti mereka. Benar-benar tidak cocok sama sekali.

Devin yang mendengar peringatan dari abangnya segera memelankan suaranya. Tatapannya ikut melihat keadaan Ersya. Di sana, dengan tetap berbantal paha abang sulungnya, Ersya tidur meringkuk seperti bayi. Mulut yang tadinya menganga kecil, kini tertutup rapat. Cukup menggemaskan.


Second Life : Ersya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang