[Brothership]
[Re-birth]
Singkatnya tentang Ersya dan kehidupan keduanya. Terdengar mustahil tapi ini lah yang dialami oleh Ersya. Hidup kembali di masa lalu dalam raga yang sama. Mengulang masa lalu dan berniat mengubah masa depan. Ersya seperti di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bugh
Bugh
Bugh
Itu bukan suara pukulan seseorang. Melainkan suara Ersya yang sedang membenturkan kepalanya ke dalam bantalnya. Membenturkan beberapa kali sampai Ersya merasa lelah sendiri. Bukan tanpa sebab, ini karena ia menyesali kejadian tadi. Bagaimana ia dengan mudahnya dikelabui oleh abangnya.
Padahal tadi ia sudah bertekad penuh, namun abangnya itu dengan licik mengelabuinya dengan ice cream. Bagaimana bisa ia menolak itu.
Dasar. Liam licik. Lihat saja nanti ia akan mengadukan pada abang sulungnya. Tapi –dengan alasan apa ia mengadukan abangnya itu. Dengan alasan abangnya mengelabuinya gara-gara menggagalkan rencananya untuk masuk ke gudang itu? Yang ada bukannya dapat pembelaan, tapi malah dapat tatapan tajam.
Dunia ini memang kejam. Ersya meratapi nasibnya. Sebenarnya mudah saja masuk ke gudang itu. Hanya saja, nyalinya tak sebesar itu. Banyak ketakutan yang Ersya rasakan. Takut ketahuan, dilihat bagaimana setiap kali ia menjalankan rencananya, pasti ada saja yang memergokinya. Lalu Ersya takut juga dengan amarah mereka. Selalu ada rasa was was yang hinggap dalam dirinya.
Ersya tak lagi menelungkupkan wajahnya ke bantal, kepalanya menoleh ke arah kanan dengan posisi yang tetap. Pipinya tergencet bantal tersebut sehingga pipinya semakin terlihat chubby. Mulutnya tak berhenti menggerutu. Ersya tak pernah berpikir jika kehidupannya akan serumit ini.
Tok
Tok
Tok
Pintu kamar Ersya diketuk dari luar. Mengharuskan Ersya untuk bangkit dari acara tidurnya. Siapa sih yang mengetuk malam-malam gini. Tidak tau apa jika Ersya sedang galau.
Malas mengeluarkan suaranya untuk sekedar bertanya siapa yang berada di luar, dengan lemas Ersya turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke pintu kamarnya.
Memutar knop pintu lalu membukanya. Raut muka Ersya tak berubah, tetap memasang muka datarnya.
“Kau kenapa?” tanya Nathan.
Ya, itu adalah Nathan. Terbiasa diusili oleh Ersya, sekalinya tidak diusili membuat Nathan bertanya-tanya. Bahkan saat pulang sehabis keluar bersama Liam, saat itu Ersya hanya diam tak seceria saat berangkat tadi. Sebenarnya apa yang terjadi.
“Malas, hus hus pergi sana.” Ersya mengusir Nathan dengan gerakan lemah. Memilih ancang-ancang untuk menutup kembali pintu, tapi Nathan dengan gesit masuk ke dalam kamar Ersya.
Baru kali ini ia masuk ke dalam kamar Ersya. Cukup terang juga ya berada di sini. Terkesan memiliki suasana yang ceria dan damai. Biasanya Ersya lah yang suka masuk masuk kamar saudaranya. Ersya mah bebas.
“Jangan menggangguku,” ketus Ersya dengan alis yang bertaut. Dengan usahanya yang ingin memperlihatkan wajah garangnya pada Nathan, seperti abang-abangnya. Tapi muka imut Ersya tak mendukung.