3

11.7K 251 4
                                    

Setengah jam berlalu.

Indra masuk ruangan. Dia melihat Nina yang kini memakai baju yang sudah disiapkan untuk pulang. Dress merah muda selutut lengan panjang. Dengan rambut bergelombang yang kini digulung kencang.

"Ayo pulang sekarang! Aku ingin melihat anak-anak!"

Nina yang sudah melepas jarum infus sendiri jelas dihalangi Indra. Pria itu ingin menunggu dokter datang. Karena si istri baru boleh meninggalkan rumah sakit setelah mendapat pemeriksaan.

"Aku sudah baik-baik saja! Aku hanya ingin melihat anak-anak, Ndra!"

Nina tampak emosi. Membuat pria ini langsung memeluk si istri. Namun justru dorongan yang didapati.

"Lepas! Aku jijik! Aku tidak mau dipeluk laki-laki yang sudah mengingkari janji!"

Indra menggeleng pelan. Dia merasa bersalah. Karena sudah mengecewakan Nina. Wanita yang sudah begitu banyak berkorban di hidupnya. Karena wanita itu tidak hanya melahirkan anak kembarannya, namun juga membantu berjuang dari dasar hingga ke titik sekarang.

"Aku minta maaf. Aku salah. Tapi aku benar-benar tidak punya pilihan. Hunter dan River masih kecil, Mama tidak bisa merawat mereka sendiri. Aku? Aku harus kerja karena hanya aku yang bisa menafkahi keluarga. Memastikan agar mereka tidak kelaparan dan agar kamu bisa tetap bertahan. "

Indra menangis lagi. Padahal tadi sudah berhenti. Namun entah kenapa dia kembali seperti ini. Lemah sekali.

"Kamu bisa menyewa nanny, Indra! Aku baru tahu kalau kamu sebodoh ini ternyata!"

Nina juga sama. Dia menangis lagi sekarang. Namun dia berusaha menjauhkan badan. Enggan disentuh oleh suami yang dianggap telah berkhianat.

"Aku sudah menyewa nanny! Sebelas kali! Tapi hanya satu yang berhasil. Hunter dan River butuh sentuhan orang yang benar-benar sayang mereka. Dan aku rasa, dia orangnya. Nanny yang kesebelas mereka, dia adalah ibu sambung mereka."

Air mata Nina mengalir semakin deras. Namun ada sedikit perasan lega di hatinya. Karena paling tidak, istri baru Indra bisa merawat anak. Bisa sayang Hunter dan River saat dia tiada.

"Aku mau pulang sekarang!"

Nina langsung keluar ruangan. Disusul Indra yang kini membawa tas besar. Karena dia tidak ingin kembali lagi di tempat suram yang menghantui hidupnya selama tiga tahun kebelakang.

"Ceritakan tentang dia!"

Indra menarik nafas panjang. Saat ini dia sedang menyetir juga. Dengan Nina yang sudah duduk manis di sampingnya. Sembari menatap depan.

"Namanya Maria. Dia sepuluh tahun lebih muda dari kita. Aku menikahi dia satu tahun lalu. Saat dia akan pulang kampung, karena akan dijodohkan orang tuanya. Sebab mereka ada hutang banyak. Mama yang tahu hal ini tidak mau merelakan. Karena dia yang akan paling banyak direpotkan jika Maria tidak ada. Apalagi anak-anak sudah cocok juga. Sehingga aku memutuskan untuk menikahi dia. Melunasi hutang keluarganya dan menanggung hidup mereka juga."

"Apa dia cantik?"

Nina menatap Indra yang masih fokus pada jalan. Pria itu tampak menelan saliva. Lalu menjawab dengan mantap.

"Cantik, tapi kamu lebih cantik di mataku."

Jawaban Indra tidak membuat Nina lega. Dia justru semakin merasa kahwatir sekarang. Takut Maria Maria itu merebut suami dan anaknya. Lalu mendepak dirinya yang seharusnya memiliki ini semua.

"Lalu apa rencana kedepannya? Tidak mungkin kamu ingin tetap mempertahankan dia saat aku sadar, kan? Indra, aku mau kamu ceraikan dia segera! Aku tidak mau berbagai suami dan anak lebih lama!"

Indra kembali menelan ludah. Keringat dingin mulai membasahi wajah. Padahal AC sudah menyala kencang.

"Tidak bisa, Nin."

"Kenapa tidak bisa? Kamu menikahi dia karena butuh orang yang menjaga anak-anak, kan? Sekarang aku sudah sadar! Kamu jangan gila! Sejak awal kita sudah berjanji untuk saling menjaga keutuhan keluarga! Untuk—"

"Maria hamil. Sudah empat bulan lebih. Aku tidak bisa menceraikan wanita ini."

Air mata Nina kembali mengalir. Dadanya bagai dihantam palu bertubi. Membuat tangannya mengepal saat ini. Karena ingin memukul si suami.

Tbc...

ISTRI BARU SUAMIKU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang