23

7.7K 195 3
                                    

Nina dan Oliver sedang makan malam bersama seperti biasa. Tentu saja di rumah si wanita. Sebab kini, Oliver ada karyawan juga. Sehingga dia bisa melakukan hal lain tanpa harus takut meninggalkan ruko lama-lama.

"Kamu dengar apa yang tadi dikatakan Indra?"

"Tentang apa, Kak?"

"Tentang kita. Soal kamu yang sering datang ke sini malam-malam. Kamu tidak merasa terganggu dengan ucapannya?"

Oliver diam sejenak sebelum menjawab. Sebab takut menyinggung si wanita. Sebab dia juga agak merasa segan.

"Kalau Kak Nina keberatan, aku tidak akan datang ke sini lagi malam-malam. Sepertinya agak kurang sopan juga, ya?"

"Bukan. Bukan seperti itu maksudku. Ya sudah, lah. Kita bahas hal lain saja. Kamu jadi ikut reuni SMA? Katamu kemarin dapat undangan, kan?"

"Sepertinya aku tidak ikut. Tidak ada yang bisa kupamerkan juga. Malu aku kalau ikut begituan."

"Memangnya kamu sudah pernah datang ke reuni sebelumnya?"

Tanya Nina sembari tersenyum tipis. Karena dia ingin menggoda pria muda ini. Sebab Oliver memang tampak menggemaskan di matanya selama ini.

"Sudah. Tiga tahun lalu apa, ya? Aku lupa. Pokoknya aku datang sekali. Saat sudah jualan mie ayam di sini. Bukannya senang, aku malah dibuat kesal di acara ini. Ya begitu lah, aku kan tidak kuliah. Tidak punya pencapaian apa-apa seperti mereka. Jadi dianggap rendah."

Nina yang mendengar itu jelas merasa sedih. Dia mulai mengusap tangan Oliver yang ada di atas meja saat ini. Sebab dia memang diam-diam sudah menaruh hati. Awalnya mungkin rasa simpati, namun lama-lama bertumbuh lebih besar lagi.

"Menurutku kamu keren. Kamu tidak rendahan. Kamu hebat, karena mau mengurus Regan dan akhirnya berani mengadu nasib di ibu kota sendirian. Membangun ini semua sendirian. Tanpa ada koneksi orang tua dan siapa-siapa. Hanya ada modal dari hasil jual rumah. Menurutku itu sudah membanggakan. Oliver, kamu hebat! Bagiku, kamu sangat bisa dibanggakan! Kalau kamu mau, aku akan ikut kamu reuni SMA. Aku akan membuatmu tidak lagi berpikir demikian!"

Oliver yang mendengar itu jelas berkaca-kaca. Karena selama ini tidak ada yang berkata seperti itu padanya. Bahkan orang tuanya.

"Mau, kan? Kalau iya, aku pesan tiket keretanya sekarang. Kita ke Semarang berdua. Aku juga ingin mengunjungi Om dan Tante yang pernah merawatku saat SD sampai SMA."

"Mau, Kak!"

Nina tersenyum senang. Lalu melepas tangan Oliver saja itu juga. Sebab dia ingin segera memesan tiket kereta.

Bukan tanpa alasan Nina memesan kereta. Ini karena dia ingin ada waktu bersama Oliver lebih lama. Sebab dia mampu memesan tiket pesawat juga sebenarnya.

"Dapat, nih! Besok siang kita belanja, ya? Aku mau belikan sesuatu pada Om dan Tante juga."

"Oke, Kak."

Oliver menurut saja. Sebab baginya, Nina adalah poros hidupnya. Sehingga apapun yang diminta akan diwujudkan tanpa banyak tanya.

Di tempat lain, Maria sedang memandikan si kembar. Namun dia tampak marah sedetik kemudian. Karena tangannya terjepit pintu hingga berdarah. Membuatnya lekas pergi dari sana. Guna mengadu pada suaminya.

"Mas Indra! Lihat! Ini kelakuan anakmu! Sepertinya mereka mulai dipengaruhi Mbak Nina agar membenciku!"

Indra yang sedang duduk di ruang makan mulai menatap Maria. Dengan tatapan kesal. Sebab dia tidak suka jika Nina dijelekkan.

"Lebih baik kita pindahkan saja mereka ke sekolah yang jauh dari sana! Agar Mbak Nina tidak bisa menemui anak-anak! Gara-gara dia mereka semakin liar, Mas!"

"Nina ibunya, kamu tidak bisa memisahkan mereka. Lagi pula, ini salahmu sendiri yang semakin jauh dengan mereka. Akhir-akhir ini kamu sering keluar ke mana? Tagihan kartumu juga semakin banyak. Terakhir 200 juta dalam satu minggu itu untuk transaksi apa?"

Maria yang mendengar itu mulai menegang. Dia ketakutan. Sebab dia memang sudah bergaya hedon sekarang.

Tbc...

ISTRI BARU SUAMIKU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang