25. The Six Presents

668 105 10
                                    

"Ini diminum, kemarin aku beliin. Biar kamu nggak sakit, kan training fisik berat setiap hari"

Julian hanya termenung melihat satu toples multivitamin yang diletakkan Bianca di atas meja. 

"Kamu beliin buat aku?"

"Iya."

Julian tersenyum bahagia. Bianca pikir, mungkin dia akan tersenyum sebahagia itu andai investasinya untung 500%.

Beda dengan Julian, dibelikan multivitamin saja sesenang itu. 

Bianca memang bukan wanita yang ekspresif dengan kata-kata, jadi dia merasa resah melihat Julian yang memandanginya dengan berbunga-bunga seperti itu. 

"Cepetan diminum multivitaminnya! Malah mandangin aku terus!"

"Cantik pemandanganku, masa harus merem? Iya nih, aku minum sekarang."

Julian mengambil satu kapsul, lalu meminumnya.

"Udah, Bey."

"Pinter. Minum tiap hari ya."

"Oke."

Setelah selesai, Bianca meletakkan tiket "Telling Secrets" yang keempat.

Julian mengambil lalu memainkan tiket itu di tangannya. Dia terlihat agak malu.

"Jangan dilama-lamain, Yan. Cepet bilang."

"Oke.......Dari kita lulus SMA, setiap kamu ulang tahun, aku pasti ngirim kado ke rumah kamu."

".......kamu ngirimin aku kado enam tahun terakhir ini?"

"Iya. Enam tahun, enam kado. Kamu terima nggak?"

Bianca berusaha menggali ingatannya. 

Dia ke New York tak lama setelah lulus SMA, dan pulang ke rumah hanya dua kali setahun. Namun, setiap tahun, Bunda selalu memberinya kado dari orang yang tak dikenalnya. Dia tak ingat apa saja isinya.

"Dari siapa sih, ini, Bunda?" tanya Bianca pada ibunya dulu.

"Nggak tahu. Secret admirer kamu, kayaknya. At least dia nggak pernah ngirim sesuatu yang annoying atau berbahaya."

"Nggak jelas banget. Tapi aku nggak tega buang. Ya udahlah, dipikir kapan-kapan aja."

Begitulah. Jadi kado-kado tanpa nama pengirim itu hanya teronggok di dressing room Bianca, terlupakan. 

"Aku inget ada kado dari orang yang nggak ada namanya tiap tahun. Terpikir untuk kubuang malahan. Tapi aku nggak tega. Itu semua dari kamu?"

"Iya."

Bianca tiba-tiba berdiri.

"Mau ke mana, Bey?"

"Ke mansion Bunda."

"Sekarang?"

"Iya. Aku mau lihat kado-kado kamu itu."

"Jadi nggak kamu buang?"

"Nggak. Ada di kamarku di mansion."

Mereka lalu naik mobil bersama ke mansion keluarga Hartoyo. Ayah Bianca sedang bekerja di kantor, dan Bunda masih bakti sosial di Papua.

Melalui lorong-lorong mewah yang panjang, Bianca akhirnya sampai di kamarnya yang dia tinggali sampai sebelum menikah. 

Dia memasuki dressing roomnya yang besar, lengkap dengan walk-in closet. 

Julian merasa ruangan itu sudah seperti butik, penuh berisi pakaian bermerk, sepatu, tas, perhiasan, jam tangan, dan banyak lagi. 

Bianca membuka sebuah lemari di ujung kamar. 

The Idol's Secret WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang