Rencana

272 29 5
                                    

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKTUH.

BAGAIMANA KABAR KALIAN? SEMOGA SELALU SEHAT DAN BAHAGIA.

HAPPY READING 📚.
SALAM SAYANG DARI AKU💙.

***

Hari-hari Faizal benar-benar tidak berjalan dengan baik, bahkan dari semua fase kehidupan yang sudah Dia lewati, fase terberat adalah sekarang. Hubungannya dengan Aziza bukannya membaik, tapi justru semakin dingin, dan itu berpengaruh pada etos kerjanya.

Faizal sulit untuk bersikap profesional, bahkan Dia menjadi satu-satunya tenaga pendidik yang belum mengumpulkan semua nilai santri, yang berakibat pelaksanaan penerimaan rapor harus ditunda satu peka lagi.

Sejujurnya, beberapa hari ini Faizal dapat  merasakan jika sikap Aziza sedikit berubah, Aziza tidak lagi menghadiri kajian rutinnya, tapi malah pergi entah kemana. Dia juga sering kali keluar rumah saat Faizal berada di pesantren, tentunya keluar tanpa meminta izin lebih dulu kepada suaminya.

Orangtua mereka tahu, tapi Faizal meminta agar mereka tidak perlu ikut campur urusan rumah tangganya dengan Aziza, Faizal hanya butuh nasehat dan bimbingan bagaimana cara yang benar untuk menghadapinya.

Perubahan Aziza memang tidak begitu banyak, alhamdulillahnya Dia tetap melaksanakan kewajiban kepada Allah  tanpa perlu Faizal minta. Meski begitu, tetap saja beberapa perubahan sikap Aziza sangat terasa bagi Faizal, membuat Faizal merasa menjadi suami yang tidak becus, karena Aziza tidak mungkin berubah sejauh ini, jika Dia bisa lebih berani untuk jujur.

Seperti sore ini, entah kemana perginya Aziza, saat Faizal sampai di rumah, tempat tinggalnya itu masih dalam keadaan sepi, listrik belum menyala, padahal waktu magrib sisa setengah jam lagi. Faizal berdiri di teras, menunggu kedatangan istrinya, mungkin kali ini Dia harus sedikit tegas.

Lima belas menit sebelum adzan magrib, Aziza sudah kembali dengan menaiki taksi, raut wajahnya selalu terlihat sama, dingin. Faizal bahkan hampir putus asa mengahadapi sikap Aziza yang kelewat dingin kepadanya setelah perdebatan beberapa hari yang lalu.

Faizal berjalan ke ujung teras.

"Kamu darimana lagi hari ini?" tanya Faizal langsung, awalnya Faizal menunggu Aziza mengucapkan salam, tapi perempuan itu hanya menatapnya sekilas lalu berjalan melaluinya begitu saja tanpa mengatakan apapun.

Langkah Aziza yang hampir mencapai pintu harus berhenti, Dia kemudian berbalik menatap Faizal dengan satu alis yang diangkat.

"Aku capek." Tapi pada akhirnya, hanya dua kata itu yang Aziza ucapkan, dan tanpa basa-basi lagi Dia lalu masuk ke dalam rumah, Faizal mengikutinya setelah menghembuskan nafas berat.

Saat di ruang tamu, Faizal langsung menahan tangan Aziza, membuat langkah wanita tersebut harus kembali terhenti.

"Kamu capek? Memangnya kamu dari mana saja beberapa hari ini?" tanya Faizal, nada suaranya lebih tegas.

"Jalan-jalan," jawab Aziza seadanya.

"Ketemu siapa kamu di luar?" Aziza menatap Faizal dengan alis yang tertekuk. Telinganya cukup sensitif mendengar pertanyaan itu.

"Ketemu siapa?" tanya Azila mengulang ucapan Faizal, takut Dia salah dengar.

"Iya, kamu ketemu sama siapa di luar sana?" Aziza berubah menatap Faizal kecewa, apa maksud dari pertanyaan itu?

"Apa maksud pertanyaan kamu? Kamu kira aku orangnya kayak gitu? Serendah itu penialaian kamu terhadap aku?" tanya Aziza sinis, Faizal berucap istigfar, Dia menghela nafas pelan.

Padahal, bukan itu maksud Faizal.

"Aku cuman nanya Za, kamu selalu keluar tanpa memberi tahu aku, kamu sudah tahu 'kan ilmunya? Kamu tahu jika seorang istri tidak boleh keluar dari rumah tanpa izin dari suaminya, apalagi sebelum aku ke pondok aku selalu berpesan agar kamu tidak meninggalkan rumah tanpa izin dari aku," jelas Faizal lembut, Aziza hanya diam.

Persimpangan Jalan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang