Pertanyaan

957 47 0
                                    

ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKTUH.

BAGAIMANA KABAR KALIAN? SEMOGA SELALU SEHAT DAN BAHAGIA.

HAPPY READING 📚.
SALAM SAYANG DARI AKU💙.

***

"Karena kekhawatiran akan hari esok, hanya akan membuat kegaduhan dihari ini. Jadi, fokus dengan apa yang terjadi dihadapanmu."
_Persimpangan Jalan_

***

"Sial!" umpatnya ketika mengingat ucapan Faizal, entah kenapa ucapan tadi seakan menjadi perintah mutlak yang harus Azila patuhi.

Manikah? Aziza justru memiliki pacar, dan baginya laki-laki tersebut adalah calon suami, tapi justru Dia akan menikah dengan seorang ustadz yang bahkan sangat jauh dari tipenya.

"Dia kolot dan sok alim, gue nggak suka."

"Gue mau pulang!" teriak Azila dengan nafas yang memburu, tatapannya tiba-tiba fokus pada jarum infus yang tertancap di punggung tangan kiri, ada darah di dalam selang infus, mungkin karena Azila terlalu banyak bergerak.

Namun, bukan itu.

Tangan kanannya yang bebas mulai memegang selang infus, berniat mencabut dengan paksa, tapi suara decitan pintu mengalihkan perhatiannya, seorang dokter bersama dengan suster berjalan mendekat.

Dahi Azila tercetak beberapa lipatan, merasa aneh.

"Hai." Hanya kata itu yang terucap dari mulut sang dokter.

Mereka mulai memeriksa Azila, sesekali mengangguk, lalu pergi bagitu saja tanpa mengucapkan apapun lagi. Azila cuek saja, toh tidak penting juga.

"Gue harus kabur dari sini."

Azila kembali melanjutkan niat yang tadinya sempat tertunda, perlahan Dia mulai membuka perban yang membungkus jarum infus.

"Nggak, gue nggak tahan ini sakit banget gila, gue kira bakal semudah kayak di film-film, langsung cabut terus kabur, tapi ternyata sesakit ini. Mending gue bersabar dulu, setelah keluar dari sini baru gue kabur."

Berdiam sendirian selama beberapa menit membuat Azila merasa bosan, jadi Dia memilih turun dari hospital bed. Pemandangan di luar sana yang dapat Dia lihat melalui jendela berhasil membuatnya tertarik.

Matahari yang biasanya menyilaukan mata, sekarang justru memanjakan mata, sangat indah.

Perlahan kaki jenjang itu menyentuh kermik yang terasa sangat dingin, Azila juga merasa seluruh tubuhnya sangat kaku, lemah, dan remuk.

Selama apa Dia koma?

Berjalan perlahan dengan bantuan tiang infus, beberapa kali hampir ambruk karena tidak bisa menyeimbangkan tubuh, kedua kakinya sangat kaku untuk digerakkan.

Ingin menyerah saja, tapi pemandangannya tidak boleh disia-siakan. Hanya langkah kecil, semakin dekat dengan jendela, semakin merekah pula senyumnya.

"Seberapa lama gue koma? Rasanya udah lama nggak ngerasain suasana ini," ucapnya sambil tersenyum, sinar senja terasa hangat saat mengenai tubuhnya, menghirup udara yang segar dengan rakus lalu menghembuskan perlahan.

Sangat lega.

"Assalamu'alaikum."

"Azila? Kenapa nggak panggil ummi, nak." Suara yang sayangnya berhasil membuat senyum Azila langsung pudar.

Azila melirik sekilas Zahrah yang berjalan cepat ke arahnya dengan raut wajah khawatir.

Lebay banget sih, baru juga bagus mood gue.

Persimpangan Jalan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang