9. Dilema Claude

748 138 23
                                    

Setelah berbincang beberapa hal yang ingin Anastacius sampaikan pada Claudera, anak berambut pirang dengan sepasang mata merah bagai batu berlian itu akhirnya pergi melompat keluar dari jendela terbuka dan bergegas pergi menuju hutan untuk membuka sekat ke masa depan.

Anastacius hanya memperhatikan itu sebelum akhirnya kembali duduk di sofa dengan perasaan tenang. Setidaknya ia tau ia punya adik yang bisa di andalkan.

"Tuan Inglid, ini kue yang kau minta" suara Zelda yang memasuki ruangan dengan nampan penuh kue terdengar, gadis berambut pirang dengan netra hijau zamrud itu melangkah masuk dan menaruh potongan potongan kue itu di atas meja, membiarkan Anastacius yang kembali dibuat antusias meraih kue-kue dan pie itu dengan mata berbinar.

"Terimakasih Zelda" ucap Anastacius tersenyum lebar, ia mengangkat pie susu dari piringnya dan mulai memakan itu. Netranya melirik ke arah jendela, bersyukur bahwa Zelda tak menyadari kehadiran Claudera sebelumnya. Anak itu sudah pergi dan kembali mengikuti perintahnya.

Zelda tersenyum sebagai balasan, dayang itu berdiri di belakang kursi Anastacius sembari memeluk nampannya. Menatap berbinar saat Anastacius sibuk mengunyah dengan pipinya yang mengembung seperti tupai yang menyembunyikan kacang kenarinya. 'kyah, imutnya. Aku harus memastikan area lorong sekitar kamar ini untuk sepi lagi nanti malam, agar yang mulia dan tuan Inglid tak terusik' batin Zelda, orang yang selama 3 Minggu ini telah memastikan lorong di depan kamar itu sepi dan kosong hanya agar Claude leluasa mengambil alih Anastacius setiap malam.

Cklek

Suara kenop pintu terbuka terdengar, Zelda menoleh ke samping dan tersentak melihat kehadiran Claude yang memasuki ruangan itu sembari melepas jubah di pundaknya. Melihat sang kaisar masuk, dayang muda itu segera membungkukkan badannya dan memberi salam "salam untuk matahari kekaisaran"

Anastacius hanya melirik, ia tak bangkit untuk membungkuk sedikitpun pada adiknya. Sebut saja ini bentuk protesnya. Jika Claude marah, Anastacius masih punya alasan jika pinggangnya masih kesakitan hingga sekarang.

"Kau bisa pergi" ucap Claude pada Zelda yang mulai berbinar dengan rona merah di pipinya 'kyah, apa mereka akan melakukannya di jam seperti ini? Aku harus memastikan lorong sepi lagi!' batin Zelda membungkuk lalu bergegas pergi menyisakan Claude dan Anastacius yang sibuk mengunyah makanannya dengan ekspresi malas. Berpikir itu bisa menjadi protes pada Claude yang berdiri di hadapannya dengan wajah datar sedatar papan ujian.

BRUK..

"?!" Anastacius mengangkat potongan pie susu di tangannya ke udara, menjauhkan itu agar tak mengenai wajah Claude yang mendadak ambruk dan memeluk pinggangnya dengan erat. Kaisar itu tampak terduduk di lantai, dengan wajah yang terbenam di perut Anastacius sembari melingkarkan kedua tangannya pada pinggang sang selir dengan erat.

Anastacius mengedipkan matanya kebingungan "uh..apa akhirnya kau kerasukan?"tanya pria itu dengan alis mengernyit kebingungan. Memang benar malam mereka di hiasi dengan Claude yang tantrum minta jatah, tapi kaisar itu tetap bukan orang yang akan menunjukkan sisi manja seperti ini. Dan saat Claude seperti ini, Anastacius hanya bisa merasa aneh dan curiga bahwa adik kehidupan pertamanya itu baru saja di rasuki salah satu hantu penunggu pos perbatasan itu.

"....tidak, aku hanya merasa cukup lelah" jawab Claude pelan, ia menduselkan wajahnya pada perut Anastacius, membenamkan pipinya disana sembari mengerjap pelan. "Rasanya seperti habis menelan kain muntahan pel, aku tak bisa menikmati makanan yang ada disini" ucap Claude

Anastacius mengernyit, ia memakan pie susu yang tersisa di tangannya kemudian bergerak mengusap kepala Claude sembari memperhatikan wajahnya. Itu tampak pucat dan lesu, baru kali ini Anastacius melihat Claude seperti ini. Pasti salah Mikey-

Padahal masakan di sini cukup enak, dan Anastacius sangat menikmatinya. Lantas mengapa Claude seperti ini?

"Memangnya kau tak sarapan?"

"Aku langsung memuntahkan itu" ucap Claude lesu, ia hanya bisa mengerang pelan sembari membenamkan wajahnya di perut Anastacius yang menghela nafas panjang. Entah kenapa hanya ini cara yang bisa membuatnya tenang 'aku memang meminta agar ia kena azab, tapi melihat ia terkena cobaan seperti ini sudah membuat ku tak tega' batin Anastacius merasa khawatir dengan kondisi Claude yang lemah, letih, lesu bagai siswa yang baru saja di gempur ujian Matematika hingga Fisika.

Pria berambut hitam itu terus mengusap rambut pirang Claude, membiarkan kaisar yang duduk di lantai itu untuk membenamkan wajahnya di perutnya. 'ah imutnya, pada akhirnya ia tetap bayi di mataku' batin Anastacius terkekeh pelan, ia menepuk nepuk kepala Claude yang memejamkan matanya dengan tenang.

"Kita kembali ke istana malam ini." Ucap Claude tiba-tiba, ia membuka matanya perlahan untuk menatap Anastacius yang sibuk mengusap kepalanya dengan lembut 'ada apa denganku? Kenapa aku hanya ingin diam seperti ini dan membenamkan wajahku di perutnya?' batin Claude. Ekspresinya tampak begitu datar, namun telinganya tampak memerah saat ia membenamkan wajahnya di perut Anastacius yang menghela nafas pelan.

"Apa kau yakin akan meninggalkan perbatasan? Bagaimana jika monster kembali menyerang?"

"Populasi monster akhir akhir ini mereda dan menyusut, tak terlalu banyak ancaman tersisa dan bisa di bilang aman"ucap Claude, ia mengeratkan pelukannya pada pinggang Anastacius sembari melanjutkan ucapannya "lagian apa kata orang jika aku membiarkan selirku ada di tempat macam ini?"

"Mereka akan bilang kau kejam" kekeh Anastacius, ia menangkup pipi pucat Claude yang mengernyit tak nyaman, ingin kembali mendusel di perut Anastacius seperti sebelumnya. "Lihat wajahmu, kau yakin akan kembali dengan kondisi ini?"

"Kau tiba-tiba peduli" lirih Claude

Anastacius berdecak kesal "dengar, aku tak pernah menerima posisi Selir dengan suka rela, tapi aku juga tak pernah menolak pasien meski segila apa pasien ku itu"

Claude mendengus "aku tak gila, hanya tak tau diri"

"Dan lihat, kau mencuri kalimatku" kesal Anastacius, ingin ia memukul Claude, tapi melihat sang adik kehidupan pertamanya tampak begitu lemas dan letih, itu berhasil menahan jiwa biadab Anastacius untuk memberontak.

Anastacius menggeleng pelan "bicara sebagai seorang dokter, aku menyarankan agar kau istirahat"

"Tidak mau, aku bahkan sudah tidur siang ini tanpa melakukan apapun"

"Wow, sungguh hal yang bisa di banggakan" sarkas Anastacius, ia melepaskan pipi Claude lalu menggeleng pasrah "jadi kita akan tetap pergi malam ini? Sepertinya aku harus menyiapkan minyak kayu putih untuk berjaga-jaga, kau tampak seperti siswa yang mabuk perjalanan saat tour keluar kota"

"Tak perlu menunggu nanti"

"Huh? Maksudmu?"
.
.
.
.
.
"Karena sekarang aku sudah merasa sangat mual dan akan muntah" Claude dengan wajah pucat pasinya.

"Ah, mari ke kamar mandi, aku akan menemanimu" ucap Anastacius tersenyum kaku sembari membantu Claude berjalan ke kamar mandi meski kaisar itu tampak lesu dengan wajah pucat pasi.

"...aku sekarat, aku harus menulis surat wasiat..."

"Jangan bertingkah lebay sebelum aku menyumpal mulut mu itu"

".....Hoeeekkk!!!"

"Ah, bocah biadab ini.."

TBC
Klod kenapa woe ini kok atit?! Ga kasian itu Anas tertekan?;-;

Kenapa cowo tuh kalo sakit dikit aja udah kek orang sekarat? Mana bawa bawa wasiat gitu, kan Anas jadi ngeri ngeri sedep antara pengen nampol, banting atau sleding si Klod:(

Yah, kita doakan yang terbaik saja untuk pasangan gajelas satu ini. Moga mental Anastacius aman..

Jangan lupa vote nya minna (⁠人⁠ ⁠•͈⁠ᴗ⁠•͈⁠)

Regret Message - WMMAP AU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang