37. Secuil Kekhawatiran

378 60 10
                                    

Demam adalah sesuatu yang tak pernah Anastacius perkiraan akan di alami oleh pria yang kini merupakan suaminya. Kaisar itu terlalu kuat dan tangguh untuk dibuat terbaring lemah oleh demam. Tapi disinilah suaminya sekarang, terbaring lemah dengan wajah memerah dan penuh keringat bercucuran.

Permaisuri itu menghela nafas panjang, perlahan ia memindahkan Jennete dan Athanasia lalu menaruh dua bayi mungil itu kembali ke ranjang bayi mereka. Keduanya tampak menggeliat, meregangkan tubuh mungil mereka yang membuat Anastacius tertawa pelan.

Merasakan kehadiran seseorang disana, Claude yang tertidur mulai terbangun dan membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah Anastacius berdiri membelakanginya, fokus pada dua bayi di keranjang bayi itu sembari terkekeh pelan.

Ilusi bunga bunga bermekaran muncul di sekitar permaisurinya itu, membuat pipinya yang sudah merah jadi semakin merah dari sebelumnya. 'oh indahnya permaisuri ku' batin Claude dengan mata yang tanpa sadar menunjukkan binar antusias dan bahagia di balik ekspresinya yang datar bak papan tulis di kelas.

"Kau sudah kembali?"

"?!oh! Iya, aku sudah kembali" ucap Anastacius berbalik menghadap Claude.

Kaisar itu bangkit duduk sembari meringis pelan, "apa jalang itu mengatakan hal buruk kepadamu? Kau baik-baik saja bukan?"

"Yang harusnya bertanya itu aku, kau demam" ucap Anastacius berkacak pinggang dengan wajah heran. Perlahan ia menghampiri Claude, memegangi bahunya dengan lembut dan membantunya berbaring perlahan. Claude yang memanfaatkan kondisi, dengan sigap menarik pinggul Anastacius dan membuat istrinya yang tengah mengandung itu jatuh ke pelukannya yang hangat.

Cup

Anastacius terdiam, memejamkan matanya saat Claude mengecup dahinya sekilas. "Aku baik-baik saja, demam ringan takkan menghalangiku berkegiatan. Tabib di istana bisa mengurusku"

"...dan kau lupa permaisurimu ini adalah dokter terbaik di istana" Anastacius menghela nafas panjang. Ia merasa aneh memanggil dirinya sendiri sebagai permaisuri. Dia ini alergi tahta dan jabatan, tapi sekarang ia malah terjebak dengan mahkota permaisuri di rambutnya. Bukankah itu ironi?

Claude yang mendengar Anastacius menyebut dirinya sendiri sebagai permaisuri tampak tersenyum penuh kemenangan. 'ah manisnya, dia istriku sekarang' batin Claude terkekeh pelan "apa yang kau tertawa kan huh?!" Sungut Anastacius, ia memukul bahu tegap Claude dan berusaha lepas dari pelukannya. "Lepas Claude! Aku harus mengambil air untuk mengkompres kepalamu"

"Tidak mau, aku merindukanmu selama ini dan aku takkan melepaskan dirimu lagi kali ini" oh bagus, sekarang Anastacius jadi sangat ingin menggeplak Claude sekarang. Untunglah ia masih ingat bahwa suaminya itu sedang sakit demam dan hari nuraninya yang di dukung oleh dedikasinya yang besar sebagai seorang dokter membuat Anastacius pun akhirnya mengalah.

Pria manis itu menyender di pelukan Claude, membiarkan kaisar itu menangkup pipinya dan membelai rambutnya dengan lembut. Sesekali mengecup wajahnya yang mulai merona karena salah tingkah dibuatnya.

Dug!

"Aah?!" Anastacius terlonjak kaget dengan mata terbelalak, tangannya reflek memegangi perut hamilnya yang membuat Claude ikut terbelalak. Claude selaku suami yang cekatan dan punya banyak trauma dengan kesehatan Anastacius itu segera bangkit duduk, membantu Anastacius mencari posisi paling nyaman untuk berbaring di atas kasur. "Apa apa? Apa ada yang sakit? Katakan padaku."

Anastacius masih terdiam, ia menunduk menatap perutnya dan mengusapnya dengan lembut. Senyum hangat muncul di wajahnya saat ia berkata "si kecil terus menendang! Sepertinya dia tau ayahnya ada di dekatku"

"?!" Netra Claude terbelalak, tanpa sadar tangannya terulur untuk mengusap perut Anastacius yang membengkak. Ia bisa merasakan tendangan bayi di dalamnya, begitu sehat dan kuat.

Perlahan Claude menurunkan kepalanya, menempelkan telinganya pada perut Anastacius dengan jantungnya yang berdebar kencang. Ia bisa mendengar itu lebih jelas, tendangan bayinya yang tumbuh sehat dan kuat di dalam rahim istrinya. Tanpa sadar air mata Claude jatuh, meleleh membasahi pipinya yang merona karena demam.

".....aku tak pernah mengerti, mengapa bayi ini masih bertahan selama ini. Disaat tubuhmu selalu sekarat seperti itu. Dia adalah keajaiban itu sendiri" kekeh Claude, ia mengecup perut Anastacius dan kembali menempelkan telinganya di sana. Masih ingin mendengar gerakan aktif si kecil yang seolah antusias saat mendengar dirinya.

Senyum tipis terpatri di wajah manis Anastacius, pria itu mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut Claude dan berkata "cobalah untuk bicara pada bayi kita, aku yakin itu akan membuatnya senang"

"Bagaimana kau tau ia senang jika aku bicara padanya?" Claude menaikkan sebelah alisnya ke atas, seutas senyum kecil muncul di wajahnya.

"Karena dia menendang ku dan membuatku kewalahan?"

"Pffth" kekeh Claude, pria itu menggeleng pelan dan kembali mengusap perut hamil Anastacius, sesekali mengecupnya dan berkata "umm, hai nak? Kau tau, aku bukan ayah terbaik yang bisa kau minta di dunia ini. Tapi aku akan berusaha melindungimu dan menjaga ibumu"

"Ibumu ini sangat rapuh, dia mudah sekali terluka tak peduli seketat apapun aku melindunginya."

Claude mengecup perut istrinya lagi, kali ini ia mendapat sahutan berupa tendangan kencang dari si jabang bayi yang membuatnya menyeringai puas. "Saat kau lahir nanti, kau harus melindunginya, melindungi kedua kakak perempuan mu juga. Ayah disini di belakang punggung mu dan mendukungmu"

Anastacius terdiam, ia menunduk dengan emosi yang bercampur aduk. 'apa aku bisa melihat anak kami tumbuh?' batin Anastacius, matanya mulai berair saat ia mengingat ucapan para leluhur. Setelah bayinya lahir, perang besar sesungguhnya akan di mulai. Dan ia tau, saat itu terjadi, ia pasti akan mengorbankan nyawanya sendiri untuk membunuh Aethernitas, untuk menghentikan kegilaan di masa depan.

Tapi setelah ia merasa waktu itu begitu dekat, entah mengapa Anastacius dibuat sangat cemas. Takut? Sejak awal dia berniat mati bunuh diri untuk melindungi semuanya, tapi sekarang ia merasa ragu untuk meninggalkan bayinya. Bagaimana jika..

Jika saat Claude tau identitas aslinya, pria itu akan mengabaikan anak mereka? Yang terburuk, bagaimana jika Claude membunuhnya?

"Claude.."

"Hum?" Claude mendongak menatap Anastacius yang memanggilnya, terdiam saat melihat istrinya itu mulai gemetar dan meneteskan air mata yang membuatnya segera bangkit dan memeluknya dengan erat.

Claude tak tau apa yang ada di pikiran Anastacius, tapi Claude tau bahwa pelukannya adalah hal yang harus ia berikan. "Apa kau mengkhawatirkan sesuatu? Kenapa kau menangis hum? Apa perutmu sakit?"

Lidah Anastacius terasa kelu, sungguh. Mengapa ia harus di hadapkan dengan situasi ini? Seandainya ia menolak Claude sejak awal, ia tak mungkin di hadapkan dengan kebimbangan ini.

Tak mampu mengatakan kebenaran, permaisuri itu menggeleng dan memaksakan senyum getir miliknya. ia mengangguk dan berpura-pura meringis dengan suara serak yang mendukung aktingnya "i-iya nghh..perutku sakit"

Claude dengan segera bangkit dari kasurnya "kalau begitu ku panggilkan tabib dan bidan istana"

Anastacius hanya bisa mengangguk, menggigit bibir bawahnya sendiri sembari berkata dalam hatinya.
.
.
.
.
'Maaf, kau tak perlu tau Claude."

TBC
Jadi Anastacius tuh berat banget ya? Setelah melahirkan nanti, takdirnya terombang ambing dalam perang. Tinggal menunggu klimaks yang Kawa rencanakan. Apa ini akan berakhir bahagia? Atau justru sebaliknya?

Jangan lupa vote nya minna ♡⁠(⁠Ӧ⁠v⁠Ӧ⁠。⁠)

Regret Message - WMMAP AU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang