28. Penelope yang sama

315 63 6
                                    

"ah, mereka sungguh tak bisa ku hentikan ya? Felix yang malang, semoga masih ada hari esok untukmu" ucap Anastacius sembari menggeleng pasrah. Dua dayang dan adik laki-lakinya itu benar-benar berlari meninggalkan dirinya di ruang kerja Claude bersama beberapa pelayan lain dan kedua putri yang tampak bermain di keranjang bayi mereka.

"Lucunya...putri kecil yang menggemaskan" Sayup-sayup Anastacius mendengar gumaman seseorang, ekor matanya melirik untuk mendapati seorang pelayan berambut pirang lurus tengah berdiri di depan ranjang bayi Jennete sembari terkekeh pelan, sesekali mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi Jennete yang tertawa. "Semoga kebahagiaan terus menyertaimu" bisik pelayan itu, hawa di sekitarnya terasa hangat tapi misterius disaat bersamaan.

'kenapa pelayan itu menyentuh Jennete? Aku tak ingat ada dia di antara para pelayan lain' batin Anastacius. Ia mencoba mengingat para dayang yang di bawa Claude untuknya, tapi gadis itu? Sepertinya tidak.

Seragam maid yang ia gunakan juga berbeda. Untuk sesaat Anastacius dibuat curiga dan waspada, apalagi gadis itu dengan tenang menyentuh Jennete begitu saja. Tapi mata sang selir terpaku saat melihat lambang keluarga Inglid di belakang kerah baju nya. Jika bukan pelayan istana, maka sudah pasti gadis itu pelayan yang di bawa bersama Claudera. Lambang Peony itu terlalu familiar untuk Anastacius abaikan.

Dengan menggerakkan tangannya ke arah para pelayan lain, pria itu berkata "kalian pergi saja, kecuali kau yang disana dengan rambut pirang lurus" ucapnya mencuri perhatian gadis itu yang melirik ke arahnya sesaat.

Para pelayan lain bergegas keluar satu persatu, menyisakan Anastacius dan gadis itu yang kini berjalan perlahan menghampirinya. harum bunga Camelia, sedikit manis tapi pahit bagai teh hijau. Anastacius bergeming, bodoh jika ia tak menyadari itu. Orang ini seharusnya sama dengannya, apalagi harum yang keluar dari gadis itu benar-benar familiar.

Tangan Anastacius bergerak meraih kotak yang sebelumnya berisi Bros khusus miliknya, masih tersisa satu Bros yang sama dengan Bros yang ia berikan pada Lily dan Zelda. Dengan tenang pria itu menyodorkannya pada sang gadis sembari berkata "siapa namamu?"

Gadis itu mendengus remeh, binar di matanya tampak menunjukkan emosi yang sulit di jelaskan. Tangannya terulur meraih Bros kecil itu lalu memperhatikannya dan menjawab "anda bertanya nama ku sekarang atau namaku yang dulu saat kita tak berdaya dalam alunan takdir?" Ujarnya, gadis itu dengan tenang memasangkan Bros miliknya pada seragam maid miliknya.

"Hidup dalam keluarga bangsawan yang penuh tipu daya, tumbuh sebagai gadis yang selalu di doktrin dengan gelar dan paksaan bahwa posisi ratu harus ku raih atau aku mati di tangan keluarga ku sendiri" gadis itu berkata, agak tertawa saat melihat wajah pucat Anastacius yang memegangi perutnya dengan posesif.

Dengan seringai yang Anastacius paksakan, pria itu berkata "pirang tak cocok denganmu, coklat terlihat lebih pantas untukmu"

Gadis itu tersenyum, memiringkan kepalanya ke samping sembari berkata "bukankah kau lebih tampan jika memiliki rambut pirang? Rambut hitam itu membuatmu terlihat seperti remaja" ucapnya

Anastacius menggeleng dan terkekeh pelan "pirang bukan lagi warna ku"

"Kalau begitu itu warna ku sekarang" ujar gadis itu sembari mengibaskan pelan rambutnya yang berwarna pirang sedikit pucat. Anastacius tertawa kecil, tangannya bergerak mengusap rambutnya yang hitam legam sembari berkata "kurasa begitu"

Pembicaraan itu kini berujung pada keheningan, cukup lama kedua orang itu saling tatap satu sama lain sampai sang gadis bertanya "bagaimana kau bisa hidup di kehidupan keduamu? Dan apa apaan ini yang mulia? Ku kira kau benci pada Claude?" Binar di mata gadis itu terkesan dingin sekarang, tanpa binar bening yang sebelumnya muncul saat melihat Jennete tertawa.

"Dan ku pikir kau memanfaatkan Jennete untuk gelar yang tak mampu kau dapatkan?" Cibir Anastacius

"Jahat sekali, padahal aku kan di permainkan oleh anda. Bukankah aku ini cuma wadah untuk melahirkan Chimera bagi anda?" gadis itu berkata, ia menyentuh pundak Anastacius sembari berbisik di samping telinganya "tak ku sangka kita di reinkarnasi kan di masa depan dan kembali ke tempat ini dengan cara yang merepotkan"

Anastacius menepis tangan gadis itu lalu berkata"aku sendiri sudah kehilangan kendali ku sejak usia 12 tahun, aku bahkan tak ingat apa yang terjadi pada malam itu. Bukankah kau kemari juga karena bajingan itu ingin membunuhmu?" Mata gadis itu terbelalak, tangannya terkepal erat dengan setetes keringat yang jatuh dari pelipisnya

"Aku memang menduga itu sejak awal. Kau memang Anastacius yang ku kenal. Semenjak di hidupkan lagi di masa depan, aku sudah tau segalanya" tawa sinis keluar dari bibirnya. Bukan, itu bukan tawa yang mengarah pada Anastacius, tapi takdir kejam yang menjerat mereka berdua.

"Tak ku sangka kau benar-benar di kendalikan leluhurmu sebelumnya" ujar gadis itu, ekspresinya menunjukkan emosi yang berusaha ia tahan. Ini konyol, sangat konyol. Dan ia mengerti itu.

Ia ingat dulu di kehidupan pertama, ia meninggal saat melahirkan putrinya dalam persembunyian di balik dinding kokoh kediaman Alpheus. Lalu jiwanya terbang dan melihat semua yang sebenarnya terjadi di bawah naungan sayap Dewi yang memilihnya.

Sama dengan Anastacius, ia sendiri di lahirkan kembali di kehidupan kedua sebagai gadis biasa, diberi kesempatan kedua tapi takdir kembali membuat mereka berada di istana.

Anastacius mulai menyender di kursinya dengan wajah lelah, "kau membenciku Penelope?"

"Tidak juga, aku hanya benci saat kau ternyata tak berdaya kala itu dan aku lebih benci lagi pada diriku yang jauh lebih tak berdaya" jawab Penelope. Gadis itu memegangi bahu Anastacius dan memeluk lehernya dari belakang, terkekeh sembari membenamkan wajahnya di pundak Anastacius yang tak berpindah dari posisinya.

Tangan pria itu bergerak menepuk rambut Penelope, mengusapnya dengan lembut sementara ekspresinya menunjukkan ekspresi melankolis yang penuh misteri.

Penelope mengangkat kembali wajahnya sembari menatap Anastacius, kedua orang itu mulai menyeringai satu sama lain sembari berkata

"Ayo singkirkan si bajingan itu bersama untuk membalaskan takdir kita yang ia permainkan"

TBC
Penelope di kehidupan kedua:

Di kehidupan kedua namanya adalah Penelope Rosland, di kehidupan kedua dia adalah salah satu dayang Claudera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kehidupan kedua namanya adalah Penelope Rosland, di kehidupan kedua dia adalah salah satu dayang Claudera. Awalnya dia sama dengan Anastacius, ingin melanjutkan hidup di lembaran kisah baru dan melupakan kehidupan pertama mereka dengan sedikit membayar perbuatan mereka dengan cara yang berbeda.

Tapi karena Aethernitas sempat hampir membunuh Penelope juga, akhirnya Penelope memutuskan untuk ikut menjadi dayang Claudera yang dibawa kembali ke masa lalu.

Penelope untuk sekarang cuma punya satu ambisi, dan ambisi itu sama dengan Anastacius. Yaitu mengejar jiwa Aethernitas apapun bayaran yang harus di berikan.

Sementara itu di sisi lain:

".....aku merasa sepertinya aku dapat saingan baru sekarang" Claude yang sedang dalam perjalanan pulang ke istana

Makannya cepat pulang atuh Abah:(

Jangan lupa vote nya minna (⁠っ⁠˘̩⁠╭⁠╮⁠˘̩⁠)⁠っ

Regret Message - WMMAP AU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang