20. Kembali pada dekapan

450 94 8
                                    

Sulit bagi Anastacius untuk mengerti, apa yang ia hadapi terlalu tiba-tiba dan begitu saja terjadi. Meski sekarang ia tau bahwa para leluhur memihak dirinya, ia tetap tak setuju jika ia harus duduk di tahta yang lebih tinggi dari mereka. Itu membuatnya mual dan panik. Anastacius memiliki trauma pada tahta, ia tak memiliki kepercayaan untuk duduk di sana lagi meski ia telah melewati dua kehidupan. Lagian itu juga menjadi alasan ia memilih menjadi dokter dan mengabaikan posisinya sebagai pewaris dalam keluarga Inglid.

Saat ia duduk di tahta, ia pernah mengacaukan hidup adiknya, ia pernah mati di tusuk oleh adiknya sendiri. Bagaimana cara Anastacius bisa tenang begitu melihat tahta yang menjadi awal permasalahan?

Pria itu tak bisa menampung kenyataan lebih dari apa yang di sodorkan padanya. Dan bicara mengenai kondisinya di dunia nyata, raganya masih belum membuka mata. Entah sudah berapa lama ia terbaring seperti itu dan membuat seisi kerajaan menjadi suram seolah cahaya mereka redup bersama dengan tertutupnya mata sang selir kaisar.

Hari itu langit tampak cukup cerah, meski itu belum mampu menerangi istana yang terasa suram. Claude terlihat duduk di samping Anastacius. Memperhatikan wajah pria manis itu yang terlihat memejamkan matanya dengan tenang seolah ia hanya sedang terlelap dan bukannya jatuh dalam koma.

Tangan kaisar itu bergerak mengusap pipi Anastacius yang pucat, menyentuhnya dengan hati hati dan memperlakukannya seperti kaca yang mudah sekali hancur dan pecah. Penampilan kaisar itu sendiri juga tampak berantakan. Ia tampak seperti orang yang tak tidur selama ini, dengan wajah pucat dan letih yang menceritakan semua penantian panjangnya.

Dia sudah berusaha mati-matian untuk mencari penyusup itu, tapi hingga kini tak ada sedikitpun perkembangan. Dan ini membuat Claude frustasi sendiri, di ambah dengan kondisi Anastacius yang tak kunjung membuka matanya hingga sekarang. "Kapan kau akan membuka matamu?" Lirih kaisar itu sembari mengusap pipi pucat Anastacius. "Inj sudah 3 bulan berlalu, tanaman obat di kebunmu sudah tumbuh lebih tinggi, Athanasia dan Jennete selalu menangis merindukanmu"

Claude menghela nafas panjang, lelah. Sungguh ia lelah. Sejak kecil ia selalu di tinggalkan oleh orang yang berharga dalam hidupnya. Jika kali ini Anastacius juga pergi, ia sudah menyiapkan belati untuk mengakhiri hidupnya sendiri. "Kenapa kau tidur begitu lama? Bangunlah...hukumlah aku seperti waktu itu, aku tak keberatan. Asal kau membuka matamu lagi untukku" ucap kaisar itu. Tangannya bergerak turun mengusap perut Anastacius. Itu tampak lebih buncit dari terakhir kali kabar kehamilannya terbongkar.

Jika di hitung, sejak Anastacius belum koma hingga terbaring seperti ini, usia kehamilannya sudah mencapai 4 bulan. Memasuki awal trimester kedua. Dan membayangkan Anastacius melewati itu dalam kondisi koma dan tubuh yang lemah membuat Claude sangat putus asa. Ini saja sudah menjadi keajaiban karena bayi mereka bertahan di saat Anastacius bahkan tak membuka matanya.

Tangan Claude terus mengelus perut Anastacius dengan lembut, ia bisa merasakan tendangan samar dari bayi mereka yang tumbuh di dalam sana. Untuk sesaat itu membuatnya terdiam, ia menunduk dan memejamkan matanya perlahan. Membuat setetes air mata mengalir membasahi pipinya. "Aku harus apa untuk membangunkan mu?" Ucap kaisar itu dengan tubuh gemetar. Tangisannya pecah saat itu juga, punggungnya yang selalu tegap di depan semua rakyatnya kini gemetar dan tampak penuh akan beban. Suara tangisan yang awalnya lirih menjadi lebih terdengar. Kaisar itu berusaha menghapus air mata di pipinya, meski ia tau ia tak bisa menghentikan tangisannya.

Sihir gelap yang ia pasang dalam hatinya seolah leleh begitu saja. Claude memang menaruh sihir gelap untuk melupakan Diana, tapi itu membuat perasaan miliknya ikut mati disaat bersamaan. Tapi kini hatinya adalah milik Anastacius, dan kutukan di hatinya lenyap menyisakan sisi rapuh yang telah lama hilang darinya.

Di tengah tangisan itu Claude menunduk, tangannya menangkup pipi Anastacius saat ia menempelkan dahinya pada dahi Anastacius. Sembari memejamkan matanya sejenak, ia memberi sebuah kecupan ringan di bibir sang selir ketika air matanya menetes membasahi pipi pucat sang selir yang terbaring bagai jasad utuh.

Regret Message - WMMAP AU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang