17. Sebuah Gertakan Awal

422 90 11
                                    

.
.
.

****

Rembulan malam ini tampak agak berbeda dari malam biasanya, kendati ini bukan pertama kali warna itu muncul pada sang Candra, purnama yang memancarkan cahaya merah bagai darah yang segar kali ini seolah membawa hawa tak enak yang menggerayapi batin.

Tak ada seorangpun yang menyadari kehadirannya, tak ada seorangpun yang bisa mendeteksi keberadaannya.

Sosok itu melangkah dengan tenang tanpa rasa takut melewati lorong istana yang jelas merupakan tempat tinggal seorang kaisar, rambutnya yang pirang tampak sedikit mengkilap di bawah cahaya rembulan dari balkon balkon terbuka.

Seringai tipis muncul di bibirnya, dengan binar Semerah darah yang sekilas muncul di balik netra biru safir miliknya. Memanfaatkan istana kaisar yang tak di jaga banyak prajurit, ia terus berjalan mengikuti rute yang ia ingat. Jemari tangannya bergerak mengusap dinding putih bersih di sisinya, bersenandung pelan sembari mengamati lukisan lukisan mahal yang terpasang di dinding istana.

Sementara itu di sisi lain, Claude yang tenggelam dalam mimpinya tampak begitu tenang, tak menyadari jika Anastacius mulai membuka matanya dan bangkit duduk sembari memegangi perutnya. Pria manis itu mengernyit, rasanya aneh, ia seperti merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.

Pria itu menunduk, mengusap perutnya sembari menoleh pada Claude yang terlelap di sisinya. Entah apa yang Anastacius pikirkan, pria itu hanya bergerak mengusap dahi Claude dengan lembut sembari berkata dalam hatinya 'Yang ingin ku lakukan hanya menebus kesalahanku, kadang aku berpikir jauh tentang bagaimana reaksimu jika tau' tangan Anastacius bergerak mengangkat punggung tangan Claude lalu mengecup punggung tangannya, menempelkan tangan itu pada dahinya sembari memejamkan matanya perlahan.

Malam ini Athanasia dan Jennete tidur di kamar lain, dua keranjang bayi disana kosong untuk malam ini. Rasanya agak sepi karena biasanya di jam segini kedua bayi itu akan bangun, entah tertawa karena iseng atau menangis karena popok mereka penuh. Mungkin kebiasaan terbangun di malam hari ini yang membuat Anastacius reflek bangun sebelumnya.

'kau membenciku Claude, tapi perlakuan mu membuat penyimpangan fakta terbagi menjadi dua arah' batin Anastacius tanpa membuka matanya. Ia bisa mendengar pintu kamar itu terbuka dari luar dan seseorang melangkah masuk ke dalam.

Kendati demikian, pria manis itu tak membuka matanya sedikitpun dan justru mengeratkan genggaman tangannya pada Claude yang lelap tertidur. Anastacius tau, ada pembatas sihir asing yang membuat kaisar itu tak bangun meski ada penyusup yang masuk ke dalam kamar mereka.

"Kau begitu menyedihkan dari dulu hingga sekarang, aku hanya kemari untuk menyapamu Anastacius, jiwamu terlalu menarik untuk ku biarkan terlalu lama." Anastacius membuka matanya, menggulirkan netranya ke atas untuk menatap sosok itu. Bohong jika Anastacius tak tau, itu raganya. Raganya yang asli dari kehidupan pertamanya.

Seringai lebar dengan netra safir permata yang memancarkan cahaya merah di bagian tengahnya. Jangan lupakan hawa gelap yang menguar dari dirinya.

Anastacius tertawa hampa, ia menurunkan tangan Claude lalu menatap dingin ke arah raganya yang lama itu. "Bukankah kau lebih menyedihkan? Leluhur gila yang menghancurkan hidup keturunannya sendiri" ujar pria berambut hitam itu sembari bergerak mengusap kepala Claude yang terlelap di sisinya.

Tangan Anastacius bergerak dengan lembut mengusap rahang adik kehidupan pertamanya itu sembari menyeringai tipis dan berkata "kau terlalu takut menghadapi Claude untuk sekarang bukan? Karena itulah kau memasang sihir gelap padanya dan membuatnya terlelap seperti ini. Incaranmu itu aku bukan?" Kendati begitu, Anastacius tetap merasa jantungnya seolah berhenti berdetak. Ia sadar diri akan posisinya sekarang tubuhnya sedang lemah, dan ia harus sedikit nekat disini untuk berhadapan dengan Aethernitas di hadapannya.

Regret Message - WMMAP AU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang