Seperti biasa saat Pak Bront ada di Indonesia dia akan selalu mengantarku ke kantor, Sebelum aku keluar dari mobil, dia mengecup pipiku dengan lembut dan berkata, "Are you sure, you okay?" ujarnya dengan wajah khawatir.
Aku mengangguk yakin, kemudian Pak Bront menghela nafas panjang "Alright, have nice day my Lady" ujarnya.
Aku tersenyum dan mengangguk, "Thank you, have nice day too." balasku
Setelah berpamitan, aku memasuki gedung kantor dan berjalan menuju lift dan menekan tombol untuk naik ke lantai kantorku. Ketika pintu lift terbuka, aku terkejut melihat Pak Jeffrey yang sudah ada di dalamnya. Dia mengangguk sopan dan tersenyum, dan aku membalas sapaan itu dengan senyuman kecil.
Kami berdiri berdampingan dalam keheningan yang canggung. Suara mesin lift yang berdesir terasa seperti satu-satunya suara yang ada, membuat keheningan di antara kami semakin terasa.
Aku merasakan ketegangan di udara, masih teringat dengan percakapan kami kemarin di restoran resort.
Pak Jeffrey tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi mungkin memutuskan untuk menahan diri. Aku juga merasakan dorongan untuk berbicara, namun tidak tahu harus memulai dari mana.
Akhirnya, kami memilih untuk diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran kami sendiri. Lift terus naik, lantai demi lantai. Ketika akhirnya sampai di lantai kantor kami, pintu terbuka dengan bunyi yang lembut. Kami keluar dari lift bersama, dan aku merasa lega karena keheningan itu akhirnya berakhir.
"Have a nice day, Valerie," kata Pak Jeffrey dengan suara yang ramah namun tetap terasa ada jarak.
"Thank you, Pak., you too," jawabku dengan sopan.
Kami berpisah di lorong, menuju ruang kerja masing-masing. Aku berusaha fokus pada pekerjaanku, namun jujur bayangan perasaan Pak Jeffrey dan situasi kemarin terus mengganggu pikiranku.
•
•
•
Ak duduk di meja, berbicara dengan Kana dan Tito tentang proyek baru yang harus kami selesaikan minggu ini."Val, menurut lo, kita harus mulai dari mana untuk presentasi ini?" tanya Kana sambil menunjukkan beberapa sketsa awal di layar laptopnya.
Aku memperhatikan sketsa itu dengan seksama. "Kayaknya kita harus fokus sama konsep utamanya dulu, Na. Kalau kita punya fondasi yang kuat, detail-detail lainnya bakal lebih mudah disusun."
Tito mengangguk setuju. "Bener. Kita harus memastikan presentasi kita menyampaikan pesan dengan jelas. Tapi kita juga harus ngebuat yang menarik biar klien terkesan."
Saat kami bertiga sedang berdiskusi dengan serius ketika tiba-tiba terdengar suara pintu lift yang terbuka. Semua mata di ruangan segera tertuju ke arah pintu masuk, dan di sana kami melihat Pak Jeffrey sedang menyambut seorang wanita yang sangat familiar-Clara.
Clara melangkah masuk dengan elegan, senyumnya yang menawan membuat banyak mata tertuju padanya. Pak Jeffrey tampak sangat ramah dan penuh perhatian saat menyambutnya, mempersilakan Clara untuk berjalan di sampingnya menuju ruangannya.
Kana dan Tito saling berpandangan dengan rasa ingin tahu yang jelas terlihat di wajah mereka. Mereka menunggu sampai Jeffrey dan Clara menghilang di balik pintu ruangannya sebelum mulai berbisik-bisik.
"Siapa tu? Glamour bener" bisik Kana, matanya masih tertuju ke arah pintu ruangan Pak Jeffrey.
"Gue juga penasaran," kata Tito sambil mengerutkan kening.
"Apa mungkin dia pacar baru Pak Morgan?" tambah Tito
Aku menatap mereka, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatiku sedikit terguncang melihat Clara di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Mr Right • Jeffrey Dean Morgan • Bront Palarae•
RomanceDi tengah hiruk-pikuk kota Jakarta, di mana perbedaan budaya dan impian menyala di setiap sudut jalanan, terbentang kisah cinta yang tak terduga. Valerie Guntara, pekerja kantoran berusia 25 tahun di perusahaan Jeffrey. Hari-harinya diwarnai oleh i...