🍀19 - Usaha sia-sia

10 7 0
                                    

Malvin termenung ketika merasakan bagaimana hatinya merasa tak enak, keadaan yang cukup ramai di lokasi syuting tempat ia dan juga Davindra bekerja sama sekali tak mengusiknya.

disisi lain, Davindra pun sempat beberapa kali melirik Malvin, bahkan menegurnya ketika mendapati waktu untuk istirahat.

“Habis ini ada jadwal apalagi?” tanya Davindra lagi.

Malvin jelas tampak sedikit terkejut ketika tak menyadari kehadiran Davindra yang sudah ada didekatnya.

“Ah itu_____bentar g-gue lihat dulu” kata Malvin sedikit gelagapan ketika meraih ponselnya untuk melihat jadwal Davindra.

Davindra menelisik Malvin ketika ia minum dan duduk didekatnya, Malvin adalah adiknya, tentu Davindra sedikit banyaknya memiliki rasa peka terhadap apa yang dirasakan sang adik.

Meskipun tak begitu intens, Davindra yakin kalau Malvin saat ini tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.

“Gak ada jadwal lebih, ini yang terakhir, mungkin nanti sebelum pulang kita mampir dulu ke agensi” jelas Malvin.

“Oh, oke.”

Davindra mengangguk paham, setelah itu dia memberikan sebotol air mineral pada sang adik.

disisi lain, tentu Malvin langsung menerimanya seraya menatap heran sang kakak.

Tatapan tanya yang diberikan oleh Malvin membuat Davindra menunjukkan senyuman tipisnya, Davindra tak mengatakan banyak hal.

Dia hanya berkata “jangan banyak pikiran, gue gak mau lo ikutan stres kayak gue” seraya mengacak-acak rambut Malvin dan pergi begitu saja untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda karena jeda istirahat.

Kalau boleh jujur lagi, Malvin ingin menangis sejak kepergian Davindra barusan, tapi sayangnya dia tak bisa lagi untuk melakukan hal tersebut. Sulit dan seakan tertahan, tak bisa ia lepaskan.

—————


Davindra bukan cenayang, dia hanya sedikit beruntung karena tetap bisa melihat eksistensi Carlyn hingga saat ini. Itupun hanya Carlyn, tidak dengan mahluk halus lainnya.

Karena memang yang sengaja Davindra ikat pada kehidupannya hanyalah Carlyn.

Orang-orang yang tau dirinya lebih dalam, selalu menganggap bahwa dirinya gila, dan Davindra tentu sudah tidak lagi memperdulikan hal itu.

Davindra memang gila, dia selalu mengakui hal tersebut dan selalu terima saja akan anggapan banyak orang.

Tapi, ketika melihat tanda-tanda jiwa yang sama mulai hadir dalam diri sang adik, entah kenapa Davindra tak terima hal tersebut menimpanya.

“Banyak pikiran yaa?” tanya Davindra basa-basi.

Malvin meliriknya sekilas sebelum pada akhirnya kembali fokus pada kemudinya dengan sedikit berdehem kemudian mengedikkan bahu pelan.

“Gak dijawab!” seru Davindra.

“Kenapa nanya begitu?” tanya Malvin.

“Ditanya malah balik nanya! Tinggal lo jawab juga” kata Davindra.

“Yang pengen lo tau banget tuh kenapa?”

Lagi-lagi Malvin melemparkan tanya dengan acuh, yang sudah jelas hal tersebut membuat Davindra geram. Davindra mendengus kesal seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran jok mobil.

“Karena elo gak kayak biasanya?” cicit Davindra tipis dan nyaris tak terdengar.

“Emang gue biasanya kayak gimana?” tanya Malvin lagi.

Lepas Obsesi | Jeong Yunho Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang