🍀28 - Ancaman

6 5 0
                                    

Ini memang hampir satu Minggu, dan Malvin sudah benar-benar tak tahan jika harus marahan lebih lama lagi dari itu.

Malvin berdoa dalam hatinya sebelum ia menemui Rosi, berdoa mudah-mudahan Rosi tak menghindar lagi seperti hari-hari sebelumnya.

“Aku tau kalau aku memang terlalu payah dalam mengontrol diri.”

“Aku gak pernah nampik atas semua keegoisan aku kok.”

“Tapi kan yang aku lakukan itu semuanya demi kamu Rosi” gumam Malvin tipis.

Di lihatnya Rosi yang saat ini tengah termenung di kursi ayunan, tepat di belakang rumahnya.

Ada sekelebat bayang-bayang keraguan dalam diri Malvin, apakah ini waktu yang tepat untuk menemui Rosi?.

Bagaimana kalau dirinya terusir lagi seperti hari-hari sebelumnya?.

“Aku juga payah karena gak bisa mengerti kamu, sorry” kata Malvin lagi, masih berdiri dari kejauhan.

Ditatapnya Rosi dengan lekat, entah apa yang mengganggu pikiran Rosi. Yang Malvin lihat, Rosi terlihat begitu banyak pikiran, dan itulah yang dapat Malvin rasakan juga mengenai kegelisahan Rosi.

Di balik itu, dari sisi Rosi sendiri saat ini dia memang tengah merasakan kesulitan. Benar, dan persis seperti dugaan Malvin.

Isi kepala Rosi di penuhi akan banyaknya tuntutan hidup. Terlihat jelas dari cara Rosi merenung saat ini, bahkan karena saking asiknya melamun, Rosi sampai tak menyadari akan kedatangan sang kekasih.

“Rosi” bisik Malvin.

Membuat Rosi sedikit terkejut dan tersadar ketika melihat kedatangan pria itu.

Mulanya Rosi hendak berdiri, ingin menghindar lagi, tapi Malvin tak menghendaki karena pria itu menekan bahu Rosi agar sang gadis kembali duduk dengan tenang.

Setidaknya untuk beberapa saat ke depan selama Malvin akan menjelaskan sesuatu padanya, Malvin ingin Rosi-nya tetap disana, mendengarkan apa yang akan Malvin sampaikan.

“Aku mau ngomong sesuatu, jangan menghindar lagi aku mohon” kata Malvin.

“Mau ngomongin soal apa lagi?” Tanya Rosi pelan.

Tak bisa bohong, kalau nada bicaranya terdengar sedikit gemetar, seakan takut akan sesuatu. Matanya bergerak liar kemana-mana seakan di awasi oleh sepasang mata telanjang dari kejauhan.

“Maaf, soal yang waktu itu.”

“Udah di maafin, sekarang kamu pulang aja sana” potong Rosi, tak lupa juga dia mengusirnya seraya mendorong tubuh Malvin.

Malvin menatap gadisnya tak percaya, satu Minggu itu sangat lama, dan bisa-bisanya ia terusir lagi sekarang ini?.

Malvin hanya ingin berbaikan, tolong.

“Gak kangen sama aku?” Tanya Malvin yang ternyata langsung dijawab oleh gelengan kepala dari Rosi.

“Jahat, aku aja kangen sama kamu” kata Malvin, kini bergantian, dia yang memperdengarkan nada merajuknya.

Rosi mendongak untuk menatap Malvin secara langsung, dan lama sekali pria itu ditatapnya. Tak bohong, Rosi pun merasakan hal yang sama, dia juga merindukan Malvin-nya.

Bahkan didalam sorot mata Rosi terlihat begitu jelas kalau dia tak ingin kehilangan Malvin, tak ingin pria itu pergi atau tak ingin dirinya pergi meninggalkan Malvin.

Dia benar-benar merasa terikat kuat dengan sang kekasih. Tapi Rosi juga harus memikirkan hal lain mengenai perpisahan yang harus terjadi. Sungguh! Semuanya benar terasa lebih sulit adanya untuk dijalani saat ini.

Lepas Obsesi | Jeong Yunho Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang