Mobil damkar yang dikemudikan Galih berhenti pada sebuah rumah minimalis dengan hamparan rumput hijau yang luas.
Galih menuruni mobil dengan mata memicing. Ia menatap penuh selidik ke sekeliling rumah. Tak ia temukan sesuatu yang mengkhawatirkan dari rumah itu. Tak ada percikan api. Tak ada juga orang-orang panik berkeliaran di sekitar sana. Semua tampak normal.
"Gawat Lih, sudah tidak ada suara. Jangan-jangan sesuatu sudah terjadi di dalam!" Ujar Niko dengan panik menuruni mobil .
Ia kemudian bergegas masuk ke dalam rumah itu tanpa menunggu aba-aba dari temannya itu.
Berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Niko, Galih memilih berjalan dengan santai melewati lorong rumah. Dari raut wajahnya, tak terlihat sedikitpun kecemasan.
"Di sini Lih." Panggil Niko memberikan sinyal.
Langkah kaki Galih berhenti di taman belakang. Gelagat santai dan tak peduli yang semula ia tunjukkan, seketika lenyap begitu saja. Ia panik.
Seorang wanita cantik tergeletak tak sadarkan diri di atas rerumputan. Dilihat dari kulit dan penampilannya, ia tampak sebaya dengan Galih.
Spontan, Galih mendorong tubuh Niko menjauh dari wanita itu. Sigap, Galih bersimpuh memangku kepala wanita itu, sesekali menepuk-nepuk pipi mulus si wanita. Berharap sosok di hadapannya akan merespon.
"Elsa! Elsa!" Panggilnya panik.
"Periksa apakah ada gigitan di kakinya." Ujarnya memerintah Niko.
Niko mengangguk. Diperiksanya kaki Elsa oleh Niko. Namun ia tak menemukan apapun.
Kekhawatiran masih menyelimuti batin Galih. Pandangannya edarkan ke sekeliling. Ia merasakan kejanggalan. Benar saja, tak jauh dari posisi mereka saat ini, sesuatu telah menarik atensinya. Netranya menyipit, memastikan benda apa yang apa menyembul di atara rerumputan.
"Coba lihat di sana." Pinta Galih pada Niko, tangannya menunjuk ke arah yang di maksud.
"Bangkai ular Lih." Kata Niko.
Menggunakan alat, tangan Niko bergerak mengangkat sebuah bangkai ular kebun berukuran kecil.
Galih menelan saliva dengan kasar lalu menjilat bibir bawahnya. Ia tampak kesal. Iris tajamnya melirik pada Elsa yang masih terpejam.
Wajah wanita itu tampak segar. Bibirnya berwarna merah jambu. Tak ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan di sana. Hanya terik matahari yang membuat keningnya sedikit berkeringat.
Elsa baik-baik saja.
Galih menghela nafas.
"Bangunlah." Pintanya singkat.
Suara berat yang dimilikinya begitu nyaman terdengar di telinga. Barangkali Elsa betah mendengarnya, sampai-sampai Ia tak bereaksi. Masih diposisi yang sama, ia memejamkan mata dengan nyaman atas pangkuan Galih.
Galih berdecak kesal. Tahu betul tabiat wanita itu. Tak mau dikibuli, Galih lantas melepaskan topangan tangan kekarnya dari kepala Elsa. Tubuh wanita itu disingkirkan dari pangkuannya. Agak kasar memang.
Topangan nyaman yang dirasakan Elsa berubah menjadi benturan kecil di kepalanya.
BLUK
"Aduh!" Pekik Elsa. Ia terkejut lelaki tampan di hadapannya itu telah tega menggulingkannya.
Mau tak mau ia harus menggagalkan aktingnya. Semua skenario di kepalanya buyar. Elsa membuka mata. Melempar tatapan sebal pada Galih.
"Sakit tahu." Gerutunya seraya bangkit dari posisi, kemudian mengusap kepala dan sikunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Teen Fiction"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...