BLUK
Bia ambruk. Beruntung, dirinya tidak sampai hilang kesadaran. Kakinya terasa lemas, tak mampu menopang tubuhya lagi.
"Bia!" Teriak Alana hendak membantu.
"Kau tidak apa-apa nak?" Tanya seseorang yang datang dari arah kanan. Bia yang semula tertunduk perlahan mengangkat dagunya. Sosok itu mencuri perhatian Bia.
Nafas Bia terengah. Masih dalam posisi bersimpuh Ia memerhatikan seorang guru muda berjongkok mengkhawatirkan dirinya.
Oh guru baru itu lagi. - Ucapnya bermonolog dalam hati.
Perlahan pandangannya diturunkan sampai pada dada guru itu. Dilihatnya sebuah nama tertulis 'Jean Chandra' pada tanda pengenalnya.
Bia tak langsung mejawab. Atensinya dialihkan pada Alana yang kini menghampirinya dengan wajah cemas.
Bia mengibaskan tangannya. Dengan kepala agak pening ia memaksakan senyum pada Alana.
"Duluan saja. Hhh.. nantihh... Bu Elsa lihat lohh.. Aku baik-baik saja..." Begitu kata Bia meminta Alana untuk terus melanjutkan larinya.
Ia tak mau jika hukuman gadis itu akan ditambah hanya karena dirinya. Saran Bia sempat membuat Alana berpikir sejenak.
Kemudian Alana mengangguk. Dengan berat hati menyetujui saran Bia.
Sebuah botol disodorkan di hadapan Bia. Otomatis Bia menoleh. Melihat siapa yang menawarinya.
Eh, bapak ini. Emm.. Haus sih, tapi apa tidak apa-apa ya? Batin Bia bertanya-tanya sembari menatap sang guru dengan hati-hati.
Bia menyempatkan diri melirik ke sekeliling, berjaga-jaga kalau guru kesiswaan lain akan mengawasinya.
Merasa aman, Bia tak langsung menerima tawaran sang guru.
"Bapak, tidak akan menambah hukuman untukku kan?" Tanya Bia dengan lugu.
Guru tampan itu terkekeh mendengar pertanyaan Bia.
"Tentu saja tidak. Kau terlihat pucat. Beristirahatlah sebentar." Guru itu menyentuh bahu Bia, agak mengkhawatirkan kondisi siswi itu.
Tepat saat bahunya disentuh, Bia dengan cepat menepis pergerakan tangan guru itu. Respon reflek ia berikan.
Membuat sang guru terheran-heran. Semula ia berpikir sikap Bia terkesan kasar memang. Namun Pak Guru tak mau menyimpulkan sesuatu terlalu cepat. Belum lagi dirinya bahkan baru sehari menginjakkan kaki di sekolah ini.
Pandangan pak Guru beralih pada Bia yang kini merebut air mineral dari tangan si guru untuk kemudian diteguknya. Tampaknya Bia sangat dehidrasi.
Tepat saat itu, Pak Guru memberikan tatapan prihatin pada siswinya. Ia menyadari banyak luka di wajah salah satu anak didiknya itu.
Tak berhenti di sana, pandangannya bergulir pada lengan dan beberapa bagian tubuh Bia yang terdapat memar di sana.
"Ahhh..." Bia menyekar bibirnya yang basah.
Lamunan sang guru buyar saat Bia tiba-tiba melemparkan botol itu padanya.
"Terima kasih pak." Ucap Bia berterima kasih. Bocah itu melihat ke arah lain, lalu cepat-cepat bangkit dari bersimpuh.
Perhatian Pak Guru ikut dialihkan ke mana Bia memusatkan pandangannya. Pak Guru tersenyum tipis. Ia tak menyalahkan.
Sadar jika Bia sedang panik diawasi Bu Elsa dari kejauhan.
**
Saking sibuknya Bia di sekolah hari ini sampai-sampai ia lupa untuk menjajakan dagangannya.
Dalam perjalannya ke rumah, Bia mendapati sosok yang dikenalnya berdiri di seberang sana. Matanya dipicingkan, memastikan dia tak salah mengenali sosok itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/371380596-288-k449473.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Teen Fiction"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...