BAB 25 FELIX VS PAMAN

7 0 0
                                    

Beberapa hari disibukkan mengurus kesehatan Bagas, tampaknya berimbas pada bertambahnya kesibukan Bia.

Terbukti hari ini ia terpaksa harus kembali menghadapi Ibu Elsa karena datang terlambat. Dengan berat hati pula Bia harus menerima PR berlipat dibanding teman-teman sekelasnya.


Disisi lain, Galih yang terlanjur berjanji pada Bia untuk mengurus Bagas, kini harus berjuang melawan ketakutannya seorang diri. Mengingat kejadian kemarin, Galih tidak ingin kembali merepotkan kerabatnya itu, Willy.


Untuk beberapa waktu Galih meringkuk di atas kursi ruang tamu sembari menutup kedua telinga. Ia cemas bila harus mendengar tangisan Bagas. Namun semakin diabaikan, semakin kencang pula tangis Bagas.


Galih menggeleng.

"Tidak. Dia tidak akan menyakitimu Galih. Ayo. Kau bisa!"


Katanya seorang diri menyemangati.


Menarik nafas dalam-dalam, Galih lantas memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Tampak keraguan dari langkah yang diambil menuju kamar dimana Bagas terbaring. Dari balik pintu, Galih mencuri pandang menengok kondisi Bagas.

Bocah itu menggeliat. Rengekan terus dinyanyikan.


Untuk kesekian kalinya Galih mengatur nafas berusaha semaksimal mungkin untuk tetap rileks. Lalu perlahan, ia melangkah masuk ke dalam kamar.

Kini ia berada di sisi tempat tidur, tepat di mana Bagas terbaring dengan cucuran air mata. Galih menelan salivanya. Dadanya berdebar dua kali lebih cepat.

Dengan tangan yang gemetar, Galih memaksakan diri untuk mengecek popok Bagas. Ragu, Galih mengintip sedikit ke dalam sana.


Tidak terjadi apa-apa di sana. Galih menghela nafas lega.

"Hufftt.."

Berhubung Bagas masih merengek. Galih memtuskan untuk menambah tingkat keberaniannya. Dengan penuh hati-hati, Galih mengangkat kepala dan tubuh Bagas untuk kemudian dipindahkan dalam dekapannya. Tangannya terguncang hebat.


Meski sejujurnya ia tak yakin, namun seperti sebuah sihir, Bagas seketika itu menghentikan tangisnya.


Bayi itu tersenyum lebar. Sangat menggemaskan.


"Oh, Kau suka?" Tanya Galih terheran-heran.


Bagas membalas dengan senyum lebar, menampilkan gusinya yang mulus.


"Ah, benar. Kau mana bisa melukaiku. Gigi saja kau tidak punya." Galih meledek.


Detik itu juga, Galih merasakan hangat dalam dadanya. Sesuatu yang berbeda. Ia merasa lebih baik. Tanpa ia sadari, kedua sudut bibirnya tersungging. Kedua matanya membentuk lengkung indah.

Tes.

Linangan air mata bergulir membasahi pipi Galih. Entah apa yang terjadi, di saat yang bersamaan ia merasakan sesak dalam dadanya.


Rasa bersalah terlukis di wajahnya. Menyesal karena telah membeci malaikat kecil tak berdosa itu.


**


Nyaring bel pulang sekolah terdengar. Semua murid berhamburan saling mendahului keluar gerbang. Tak terkecuali Bia.


Ia berjalan di bawah terik siang menggendong tas ranselnya dan sebuah kotak berisi jajan di tangan kanannya. Ia berjalan seorang diri di sebuah jalan yang agak sepi.


"Heh!" Panggil seseorang pada Bia.


Bia tak peduli, ia memilih berjalan sembari menatap lurus tanpa ingin tahu siapa yang memanggilnya.

SUARA BIA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang