Libur semester telah tiba.
Tidak banyak kegiatan yang dilakukan Bia. Ia hanya menghabiskan waktu di rumah bersama dua adiknya.Rutinitas yang dijalani cukup membosankan. Bangun pagi, bersih-bersih, menyiapkan sarapan untuk kedua adiknya lalu begitu seterusnya.
Siangnya Bia hanya menghabiskan waktu berbaring di lantai sembari menjaga adik. Mau menonton televisi pun dirinya sungkan. Khawatir jika tagihan listrik Galih melonjak sejak kehadiran mereka.
“Kak, bosan. Nonton telivisi yuk. Boleh ya?” Rayu Barra padanya.
“Tidak boleh.” Sergah Bia tegas.
Barra sebal. “Masa dari tadi pagi hanya guling-guling di lantai.” Keluhnya.
“Hemm..” Bia terlihat berpikir.
Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul setengah 5 sore.
Bia bangkit dari posisi. Ia lantas menyetujui sang adik.“Oke deh. Kita nyalakan televisinya sebentar ya. Sambil kakak bersih-bersih.” Ujarnya.
**
Galih memarkirkan motor di halaman. Ia melepas helm , lalu menyisir rambutnya. Bersamaan dengan itu samar-samar terdengar musik dari dalam rumahnya. Ia mengernyit. Agak tidak biasa mendengar musik yang diputar.Turun dari motor, Galih kemudian berjalan menapaki beberapa anak tangga.
Tepat saat pintu itu dibuka, gelegar musik memenuhi ruangan. Galih menutup telinganya, ia terganggu.Netranya menelisik ke sekeliling ruangan. Beberapa detik kemudian dia menggeleng. Jarak beberapa meter dari dia berdiri saat ini, tampak dua kakak beradik asyik berjoged heboh bak superstar Bollywood. Satu tangan memegang sapu, sementara satu lagi membawa kemoceng.
Alunan musik mengiringi gerakan mereka. Tak lupa bibirnya bergerak mengikuti nada.
“Bia, Bia oh Bia, Bia. Bia, Bia oh Bia.” Hanya itu yang bisa ia ucapkan sembari menunjuk pada dirinya.
Kening Galih berkerut, heran melihat aksi Bia.
Tepat saat ia membuat gerakan merentangkan tangan.PLAK.
Punggung tangannya tanpa sengaja menghantam mulut Barra. Detik itu juga mereka berhenti berjoged. Bia menatap Barra dengan bersalah, sementara Barra meringis.
Ia menutup mulutnya. Bibirnya mencebik.“Huaa!!!” Tangis Barra pecah.
Mulutnya terbuka membuat Bia dengan leluasa bisa melihatnya. Semula Bia panik, namun setelah ia sadar. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia membungkuk di depan Barra.
“Oh, gigimu copot.” Ucapnya memerhatikan area yang ompong.
Masih dalam keadaan menangis, Barra menengadahkan telapak tangannya. Di atas sana tergeletak secuil gigi susunya yang tanggal.
Melihat kegaduhan itu, Galih segera menghampiri.“Eh paman sudah pulang ya.” Sapa Bia agak terkejut menyadari kehadirannya.
“Nah kan jadinya menangis.” Ujar Galih pada mereka berdua.
Seketika itu Barra berusaha menaham tangisnya. Ia masih sesenggukan.
“Lagi pula, kenapa putar musik sekencang ini? Tidak tahu artinya juga padahal kan.” Omel Galih pada Bia sembari menurunkan volume menggunakan remot. Lalu remot itu diletakkannya di atas meja.
Bia mencebikkan bibir.
“Kemarin putar koplo tidak boleh. Sekarang putar India juga tidak boleh. Padahal lagunya bagus. Ada namaku juga di sana loh. Self love.” Gerutu Bia.
Galih mengernyit. “Namamu?”
Bia mengangguk cepat.
“Iya. Coba paman dengar deh.”
Bia meraih remot, lalu memutar ulang bagian Reff.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Teen Fiction"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...