“HENTIKAN!” Teriak seseorang dari luar sana.
Hal itu sontak mengurungkan niat sang Ibu melesatkan tamparan ke dua pada pipi Bia.
Ibu dan Bia lantas saling melempar pandang. Lalu fokus mereka beralih pada gerbang yang terbuka.“Felix?”
Bia terkejut. Ia pikir tidak ada yang tahu alamat rumah ibunya saat ini.
“Hai!” Sapa lembut Felix pada Bia.
Atensinya kemudian beralih pada Ibu.“Selamat siang bu.” Felix menganggukkan kepala, menyapa sang ibu seramah mungkin meski sejujurnya ia merasa kikuk.
Bia dan Ibu tak menjawab. Mereka terdiam memerhatikan Felix yang tiba-tiba muncul.
“Maaf, sepulang sekolah tadi aku tidak sengaja melihatmu di jalan. Jadi aku mengikutimu, Bia.” Terang Felix pada Bia.
Bia memutar bola matanya. Tidak senang dengan pengakuan Felix. Jauh dalam lubuk hatinya, Bia sangat malas bertemu dengan bocah itu.
“Kau yang melakukannya kan?”
Tuduh Bia secara tiba-tiba pada Felix.Felix mengernyit, mencoba mencerna maksud ucapan Bia.
“Jika kau marah padaku lampiaskan saja padaku! Jangan ke keluargaku!” Sentak Bia kini meraih kerah Felix dengan kasar.
“B-Bia tunggu.” Felix mencoba menjelaskan.
Sayangnya, niatnya urung kala Bagas yang ada dalam gendongan Bia mulai merengek. Lelapnya terganggu suara berisik Bia.
“Ssttt!!! Cukup! Keluar dari sini! Aku tidak tahu kau siapa. Jadi pergi dari sini!” Pinta tegas Ibu pada Felix.
Ibu kemudian mendorong Felix keluar gerbang untuk segera angkat kaki dari sana.
“Bu! T-tolong izinkan aku bicara pada Bia.” Mohon Felix pada Ibu.
“Tidak! Pergi sana!” Ibu mendorong kasar tubuh kurus Felix hingga nyaris terjungkal ke belakang.
Felix mencoba berdiri, menyeimbangkan tubuhnya seraya membenarkan kacamatanya. Berupaya bergerak cepat untuk membuka gerbang yang kini hampir di tutup Ibu. Sayang, usahanya gagal. Urung saat ibu lebih dulu berhasil menutup dan mengunci gerbang dari dalam.
Bia berdecak kesal. Emosinya pada Felix membuatnya amnesia mendadak. Lupa dengan apa tujuan awalnya. Niatnya untuk pergi menemani Barra di rumah sakit justru gagal.
Kini dirinya terkurung di rumah. Bagas telah diambil alih ibu untuk dibaringkan di temat tidur. Sempat ada pemberontakan dari Bia. Ia ingin membawa sang adik keluar. Tapi tangis Bagas membuatnya luluh. Ia memilih merelakan Bagas diambil alih ibunya saat ini. Harap-harap cemas Bia mengintip dari luar kamar, memastikan sang Ibu tak akan melukai Bagas.
Usai membawa Bagas ke kamar, Ibu mendorong dengan kasar tubuh Bia ke atas sofa.
“Jangan kemana-mana. Pergi bersihkan dirimu lalu pakai ini!” Ibu melemparkan sebuah gaun cantik pada Bia yang terhempas di atas sofa.
Bukannya kegirangan melihat cantiknya gaun itu, Bia justru menatap curiga pada Ibu. Intuisinya mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Ya, teringat pengalaman buruk yang menimpanya beberapa waktu lalu. Bia tak ingin itu terulang lagi.
Tak ingin termakan mulut manisnya, Ia membuang sembarang gaun itu. Lalu beranjak keluar menuju teras.
“Heh! Kurang ajar ya kau!”
Tidak terima dengan sikap angkuh Bia, Ibu mengambil langkah lebar. Mengejar Bia yang kini berada di teras lalu dijambaknya dengan kuat rambut putri sulungnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Teen Fiction"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...