Suasana kelas terlihat kondusif pagi ini. Tampak seorang guru cantik terduduk di depan kelas sembari membolak-balikkan buku yang ditumpuk. Netranya berkeliling, wajahnya serius memeriksa satu persatu tugas remidi murid-muridnya. Termasuk Bia.
Ia mengernyit, kala memeriksa isi tulisan tangan Bia. Tidak biasanya Bia mengerjakan tugas yang diberikannya dengan baik seperti hari ini. Menyadari buku miliknya tengah berada dalam genggaman Bu Elsa, Bia lantas mengangkat dagunya dengan tinggi. Ia yakin betul bahwa hasil tugasnya berbuah manis kali ini.
Sadar ada yang tidak beres, Bu Elsa melirik di mana Bia duduk. Dari sana pula Bia menatap Bu Elsa. Gadis itu menahan senyum, PD luar biasa. Gelagatnya sombong kali ini. Puas membuat sang guru mengunci mulut jahatnya.
**
Sesuai harapan Bia, kegiatan di sekolah hari ini berhasil ia lalui dengan lancar tanpa drama. Bia bernafas lega.
“Begini rasanya kembali sekolah dengan situasi normal.”
Berjalan seorang diri dengan pandangan ia tundukkan memerhatikan jalanan, sebuah kotak jajan yang tergeletak di pinggir jalan mengundang perhatiannya.
Bia berlari kecil menghampiri kotak itu. Penasaran, Bia mengangkat kotak jajan miliknya yang sempat tertinggal beberapa waktu lalu.
“Yah, pecah.” Sesalnya.
Dengan perasaan kecewa ia kemudian menendang kotak itu ke sembarang arah.
Bia memilih melanjutkan perjalanan, namun baru beberapa langkah diambil, ketenangan Bia terusik.
Ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Menghentikan langkah, ia kemudian membalikkan tubuhnya tanpa aba-aba. Bermaksud menangkap basah sosok yang sejak tadi mengikutinya.
Bia menatap tak percaya. Kedua matanya terbelalak.
"Ibu Elsa?" Tanyanya dalam hati.
Sedikit terpental kaget kala Bia dengan tiba-tiba berhenti dan berbalik badan, Sang guru yang semula berjalan di belakangnya terpaksa harus menunda langkahnya. Ia berkerut kening, menatap Bia yang menghalangi jalannya.
"Ibu guru membuntutiku ya?" Tanya Bia tanpa pikir panjang.
Tersinggung dengan kalimatnya, Ibu Elsa melempar wajah tidak senang pada anak didiknya itu.
"Kurang ajar. Kita hanya kebetulan satu arah."
"Oh, aku kira karena Ibu tidak percaya dengn nilai tugasku sampai-sampai ibu ingin membuntuti ku." Ledek Bia.
Ia menahan senyum, lalu berbalik badan melanjutkan perjalanannya memimpin di depan. Sementara Ibu Elsa, ia masih berjalan di belakang. Mencoba tidak memedulikan kehadiran Bia. Bahkan untuk sedikit bersikap ramah pun ia tak ingin.
Bia terkekeh. Gelagat cengengesan Bia semakin membuat Ibu Elsa risih.
"Maaf, Bia hanya merasa aneh. Tidak biasanya berjalan berdua pulang ke rumah satu arah dengan wali kelas ku yang sebelumnya tidak pernah ingin tahu apapun tentang keadaanku." Ucapnya diselingi kekehan.
Ibu Elsa tak menjawab, hanya melempar tatapan tajam pada Bia yang berjalan di hadapan.
Langkah demi langkah mereka ambil. Berjalan melewati satu gang ke gang lain untuk akses lebih cepat. Bia melirik ke belakang, menaruh curiga pada sang guru.
"Ibu tidak salah jalan kan?" Tanyanya tanpa berbalik badan.
"Maksudmu?" Ibu Elsa mengangkat satu alisnya.
Hening.
Tak ada jawaban dari Bia. Ia kemudian berbelok ke kiri dengan ekor mata yang tak luput memerhatikan Ibu Elsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Teen Fiction"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...