PLAK!
Nyaring bunyi celana dalam yang mendarat tepat di wajah Galih. Ya, Celana dalam yang semula Bia mainkan di tangan itu tanpa sengaja menghantam tepat di wajah Galih.
Bia menoleh. Spontan satu tangannya membungkam mulut, terkejut mendapati Galih yang telah berdiri di sana entah sejak kapan.
Suasana seketika itu canggung. Menyisakan suara lagu dangdut yang diputar di radio.
“M-maaf ketimpuk paman.” Sesal Bia dengan cengiran di wajahnya.
Perlahan tangannya bergerak hendak mengambil celana dalam yang masih menempel di wajah Galih, namun urung kala Galih lebih dulu menepis pergerakannya.
“Jangan sentuh. Ini milikku.” Ujar Galih dengan wajah serius.
“B-baiklah.”
Bia menundukkan kepalanya. Sesekali ia melirik, mencuri pandang pada Galih. Dari tatapan mata tajam dan wajah merah padam yang dipancarkan Galih, Bia menyadari lelaki itu sedang berusaha menguasai amarahnya. Tunggu, atau mungkin menahan malu?
“Ehehe... Lagunya asik ya paman.” Ujar Bia sembari menggaruk tengkuknya, mencoba mencairkan suasana.
Galih menarik kasar celana dalam itu dari wajahnya. Menarik nafas dalam-dalam sembari memejamkan matanya.
“BIAAA!!!” Teriaknya menyentak Bia seraya meremas celana dalam itu menggunakan tangan kekarnya.
CEKLEK.
Geram, Galih mematikan radio yang sedari tadi terputar.
“Lagu apa yang kau putar?”
“Perawan atau Janda.” Sahut polos Bia dengan wajah tertunduk membuat Galih menggeleng.
“Dengar, anak kecil tidak boleh memutar lagu seperti ini, paham?” Tegur Galih pada Bia.
"Tapi lagunya asyik Paman. Membakar semangatku." Kali ini Bia mengangkat kepalanya sembari menepuk dada kirinya.
"Tidak ada tapi-tapi. Sudah sana masuk. Oh ya, dan jangan pernah cuci pakaianku lagi." Galih menunjuk pada jemuran kering.
"T-tapi jika ada sesuatu di dalam kantung pakaianmu aku tidak mengambilnya kok. Aku kembalikan. Maaf jika itu menggangumu dan maaf dompetmu basah karena itu.” Tergambar jelas penyesalan pada wajah Bia.
"Hhh.. bukan itu masalahnya. Aku percaya padamu. Hanya saja..." Galih melirik celana dalam di genggamannya.
Paham dengan apa yang dimaksud Galih, Bia lantas menambakan.
"Oh, itu. Tapi aku sudah biasa mencuci semua pakaian di rumahku."
Galih menggeleng.
"Dengar, aku akan membuat batasan apa yang boleh dan tidak perlu kau lakukan di sini. Oke."
"Oke" Pungkas Bia menurut.
**
Pagi berganti siang. Pekerjaan rumah telah mereka selesaikan. Begitu juga dengan daftar hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan Bia telah dibuat sejelas mungkin oleh Galih.
Namun, akhir pekan belum berakhir. Masih ada sisa waktu hingga esok pagi. Bagas sedang tertidur pulas. Sementara Barra mengekor kemanapun Bia pergi.
Duduk bertiga bersama Galih di ruang keluarga, fokus mereka pusatkan pada televisi yang kini menayangkan film bergenre horor. Ya, setelah perdebatan panjang yang mereka lakukan, mereka memutuskan menikmati horor yang kebetulan keduanya sama-sama menyukai hal-hal diluar nalar.
Semua berjalan normal, belum ada hal-hal mendebarkan terjadi. Mereka menikmati jalan cerita yang disuguhkan. Sesekali berdiskusi dan saling menebak alur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Roman pour Adolescents"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...