“Dia orang yang baik. Dia sudah aku anggap seperti kakak. Atau mungkin Ayah.” Tutur Bia yang kini terduduk di taman sekolah.
Ia sadar Felix sedang mengikutinya.
“Kau tidak takut?” Tanya Felix padanya.
Bia menggeleng.
“Dia tidak akan melukaiku. Dia itu spesial. Dia tidak akan tertarik denganku. Sejak pertama kali aku menjumpainya, aku tahu dia menyukai seseorang sesamanya.” Imbuh Bia menjelaskan dengan jujur.
Felix mengernyit.
“Kami tidak memiliki siapapun saat ini. Hanya dia.” Lanjutnya lagi, kali ini sorot matanya terlihat sayu.
Kerutan pada kening Felix semakin dalam. Mencoba memahami maksud Bia. Namun sayang, sebelum semua sempat dijelaskan, bel masuk berbunyi. Dengan terpaksa Felix harus menelan rasa penasaran yang luar biasa.
**
Sebuah panggilan darurat Galih terima. Si jago merah melahap sebuah gedung bimbingan belajar.
Galih memukul setir yang dikemudikan. Beberapa orang tak mau mengalah untuk memberikan jalan. Karakternya yang tegas dan tak sabaran membuat dirinya nyaris baku hantam karena alotnya negosiasi dengan penduduk.
Lokasi kebakaran yang berada dalam gang sempit semakin menyulitkan Galih dan kawan-kawan menjangkau TKP.
Meski sempat dibuat frustrasi, namun pada akhirnya Galih berhasil tiba di lokasi. Dirinya dengan sigap menarik selang sembari sesekali berteriak kepada penduduk sekitar untuk menjauh dari lokasi.
Banyaknya warga yang mendekat hanya untuk sekadar mengabadikan kejadian cukup membuat tim kewalahan untuk melakukan proses pemadaman api.
Kini, air telah disemprot ke beberapa bagian gedung.
“Pak! Ada yang masih di dalam!” Seseorang berteriak sembari menangis menunjuk pada kobaran api yang melahap gedung.
Tak perlu banyak bicara, Galih lantas melangkah maju.
“Ada anak-anak di dalam! Tolong pak!” Teriaknya lagi.
Tanpa pikir panjang, Galih mencari akses untuk bisa masuk menerobos dalam ruangan berasap itu. Apa yang ada dikepalanya saat ini adalah jangan biarkan ada korban jiwa. Ia tak peduli jika itu membahayakan dirinya.
Dengan jarak pandang minim, Galih menelisik ke tiap sudut. Samar-samar terdengar suara rintihan beberapa anak yang terjebak lemah di dalam sana.
Galih dan beberapa rekannya segera mendekati sumber suara. Dilihatnya tiga bocah terkulai tak berdaya nyaris tertimpa reruntuhan panas.
Hanum, rekan Galih segera membopong satu dari tiga orang anak itu untuk dibawanya keluar.
Sementara Galih, ia tampak kebingungan, bagaimana ia harus membawa mereka berdua.
“Bawa saja dulu teman ku.” Ucap bocah yang terlihat lemah memeluk temannya.
“Genggam tanganku nak. Ikut bersamaku.” Galih mengulurkan tangannya.
Anak itu menggeleng. “Kakiku terluka.”
“Naik dipunggungku!” Pinta Galih dengan tegas.
“Temanku lebih memerlukan bantuan. Dia pingsan.” Ucap anak itu berusaha terlihat kuat.
Galih berdecak kesal. Kesal tak bisa membawa keduanya.
“Aku akan segera kembali. Oke.”
Mendengar janji Galih, bocah itu mengangguk dengan senyum di wajahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/371380596-288-k449473.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Genç Kurgu"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...