BAB 2 BRUTAL

51 2 0
                                        

Meski belum pukul 8 pagi, terik matahari cukup terasa hari ini. Bia tampak pucat. Keringat mulai bercucuran sejak dirinya berlarian menuju berangkat sekolah.

Kini dirinya berada di kebun belakang sekolah. Dua tangannya terlihat penuh. Satu membawa sapu satu lagi lengkap membawa sekop dan tong sampah.

"Cih.. bocah tengik itu masih saja." Gumam Bia mencibir seorang siswa di seberang sana. Bia memutar bola matanya, risih menyaksikan siswa itu tengah beraksi mengganggu siswi lainnya di sana.

"Oi. Minggir, mau bersih-bersih." Serunya lantang tak kenal takut.

Siswa laki-laki itu menoleh. Mengabaikan siswi dihadapannya. Tangannya yang semula bermain di kedua pipi siswi itu diturunkan. Ia mengalihkan perhatian pada Bia.

Wajahnya tidak senang. Terganggu dengan kehadiran Bia.

Sementara Siswi itu tampak tertekan, raut wajahnya ketakutan.

"Dasar murid tidak berguna. Mengganggu saja. Jangan campuri urusan kami! Atau kau akan terima hukumannya. Paham!" Ancam siswa itu membuat Bia terkekeh geli.

Tak sedikitpun ketakutan tersirat diwajah Bia.

"Aku tidak akan pernah berhenti untuk membuktikan kau bersalah. Sampah sepertimu memang layak dibasmi. Tidak akan ku biarkan kau berkeliaran di sekolah ini setelah kau bersikap seenaknya. Sembarangan menyentuhku dengan dalih memeriksa ku saat razia. Orang dengan otak kotor seperti mu patut masuk ke dalam tong sampah ini!" Tutur Bia menunjuk pada tong sampah.

Ia geram. Rahangnya mengeras sementara bibirnya bergerak penuh penekanan pada tiap kalimat yang terlontar. Sorot matanya memancarkan kebencian.

"Hahaha!" Siswa itu menepuk kedua tangannya. Menertawakan deretan kalimat Bia yang dirasa hanya omong kosong.

"Kau tahu aku siapa kan? Aldo, anggota osis teladan dan berprestasi." Jelasnya menyombongkan diri seraya berjalan maju dengan langkah lebar. Tak lupa ia membusungkan dada.

Jaraknya kini hanya selangkah dengan Bia. Menatap rendah pada gadis di hadapannya, sementara yang ditatap balas menatap penuh benci.

"Dengar."

Telunjuk Aldo mulai menyentuh dahi Bia, lalu memberikan dorongan kuat beberapa kali di sana. Gayanya menganggap remeh gadis itu.

"Turunkan tangan kotormu dari dahiku." Satu kali permintaan Bia tak diindahkan.

Bia lantas menyempatkan diri melirik ke arah belakang di mana korban Aldo itu berdiri. Hati-hati, Bia memberikan isyarat pada gadis bernama Alana itu untuk segera pergi.

"Kaulah sampah itu. Murid bodoh. Pembuat masalah. Tidak akan ada yang percaya dengan omong kosong mu." Hinanya beberapa kali memberikan dorongan pada kepala Bia.

Aldo terkekeh. Puas menghina Bia sampai-sampai ia tak sadar Alana telah lolos darinya pembuliannya. Tepat saat siswi itu pergi, saat itu juga Bia tak lagi mampu menahan amarahnya.

"Sialan kau!"

KLETAK! Nyaring suara gagang sapu taman menghantam kepala Aldo.

Nafas keduanya terengah, beradu dengan emosi masing-masing.

Tangan Aldo dengan cepat mencengkram leher Bia. Membuat Bia kesusahan bernafas.

"Uhukk.." Bia tercekik.

Sakit terasa di tenggorokannya. Namun Ia berusaha kuat menahan untuk terlihat baik-baik saja. Dirinya tidak ingin terlihat lemah di depan Aldo. Melainkan membalas tatapan tajam pada Aldo.

Geram melihat Bia yang tak kunjung memohon ampun, Aldo lantas menipiskan bibirnya. Menggertakkan giginya, membuat rahangnya mengeras.

Beruntungnya, niat jahat Aldo untuk menambah kekuatan cekikan urung kala terdengar langkah seseorang dari koridor.

SUARA BIA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang