Bia terkejut. Tak terima dan emosi dengan apa yang dilihatnya.
Wajahnya seketika itu berubah cemas. Mengkhawatirkan kondisi temannya itu. Meski sejujurnya mereka tidak benar-benar dekat, namun Bia cukup prihatin dengan tekanan yang dirasakan Alana.
Bagi Bia, Alana tak kalah bernasib malang.
"Sialan! Siapa yang melakukannya."
Bia mulai kesal.Ia merasakan kecewa dan lara yang dialami Alana. Sebuah mimpi buruk yang tak pernah diinginkan Alana, kini benar terjadi di hidupnya.
Bia membanting ponselnya di atas kasur. Ogah melihat berita negatif yang tersebar antara sang murid dan guru itu.
Bia menggigit jarinya. Hatinya tak tenang. Membayangkan jika dirinya berada di posisi Alana saat ini. Kacau dan hancur.
Penasaran dan tak ingin sesuatu hal buruk dilakukan oleh Alana, dia lantas mengambil kembali ponsel yang tergeletak di atas kasur.
Jarinya lincah mencari satu-satunya nomor orang yang diyakini dapat memberikan kabar Alana.Felix.
Menekan tombol panggil, namun tak kunjung ada jawaban dari sana. Bia mendengus kesal.
"Masih marah karena kemarin?" Tanyanya seorang diri. Ia pikir Felix begitu kekanakan. Tak mau menjawab panggilan Bia sebab ditolaknya kemarin.
"Yang benar saja! Ck." Gerutunya berdecak kesal.
**
Selama kompetisi berlangsung Bia tak benar-benar bisa fokus. Sempat ada kesalahan yang ia buat. Namun beruntungnya ia mampu mengatasi semua itu.
Bia mendapatkan pujian atas hidangan yang disuguhkan. Tantangan yang diberikan berhasil ditaklukan."Terimakasih." Ucapnya dengan kepala ditundukkan dan tangan yang dikatupkan di depan dada.
Acara hari ini berakhir dengan lancar. Bia senang, hari ini dirinya kembali menjadi kontestan terbaik. Sayang, tepat saat dirinya keluar dari toilet, semua mata memandangnya tidak senang.
Bia sempat dibuat linglung. Senyuman yang diberikan pada mereka tak di balas dengan ramah. Tidak seperti biasanya. Bia merasa ada yang tidak beres.
"Periksa ponselmu." Ucap salah seorang peserta lainnya.
Bia menuruti. Dirogohnya ponsel dari dalam tas, lalu segera Bia membuka sebuah berita yang dimaksud temannya.
Kaki dan sekujur tubuhnya terasa lemas. Bia tak mampu berkata-kata. Kakinya gemetar.Sebuah video dirinya menghujani Adel dengan kotak jajan tersebar. Dalam video itu, tampak dibuat seolah-olah Bia adalah pelaku kejahatan.
Bia menggeleng.
"Aku-aku bisa menjelaskan. Ini tidak seperti yang kalian pikir." Bia melihat kesekeliling. Berusaha menjelaskan pada semua pasang mata yang menatap benci padanya.
"Wahh.. acara ini bisa turun ranking jika begini."
"Wah benar juga ya." Sahut beberapa peserta lainnya setuju dengan opini masuk akal itu.
"Tidak. Tidak begitu. Aku tidak seperti itu." Bia berupaya menjelaskan. Namun salah satu kru yang ada lantas menengahi.
"Sudah-sudah. Acara sudah selesai hari ini. Semuanya ayo kembali ke kamar kalian masing-masing. Kita akan bicarakan lagi nanti." Katanya meminta semua orang kembali. Termasuk Bia yang sejak tadi mematung tak memahami semua ini bisa terjadi.
Bia kembali ke kamar dengan gusar. Hatinya tidak tenang. Pikirannya bertanya-tanya siapa pelaku semua ini.
"Aldo." Sebutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA BIA (TAMAT)
Teen Fiction"Bia, Ibu tahu, ini semua hanya keisenganmu untuk lari dari hukuman. Tapi hukuman tetaplah hukuman, Bia. Kau tidak bisa lari dari itu." Lanjut sang Guru menyadarkan Bia dari lamunannya. Sorot matanya penuh kekecewaan. Tangannya mengepal, mencengkera...