Renjun pikir dia bisa mengucapkan salam perpisahan untuk Miyuki dengan cara yang benar, Renjun pikir dia juga bisa membuat sebuah momen berharga sebagai kenangan terakhirnya bersama gadis itu lalu dia akan pergi dengan meninggalkan kesan baik untuk Miyuki.
Tapi ternyata rencananya tidak berjalan dengan baik. Perselisihan itu sulit untuk dia hindari. Dan sekarang dia tidak memiliki banyak waktu untuk memperbaikinya.
Renjun berdiri di lantai 3 gedung perpustakaan kampus. Menatap keluar jendela dengan pandangan terfokus pada satu titik. Miyuki tengah berjalan sendirian di bawah dengan buku-buku tebal dalam pelukannya.
Gadis itu menghindarinya. Wajahnya memang masih ceria seperti biasanya tapi dia lebih banyak diam di kampus karena tidak memiliki teman.
Renjun menghela nafas, ini bukanlah perpisahan yang dia inginkan. Setidaknya dia masih ingin melihat Miyuki tersenyum padanya sebelum dia pergi. Tapi keadaannya justru menjadi begini.
Renjun berjalan kembali, menutup buku takdir dan mengembalikannya ke rak. Waktunya di dunia hanya tinggal beberapa jam saja sebelum dia harus kembali ke dalam genggaman Tuhan.
"Aku dengar kamu akan kembali ??" Lee Jeno tiba-tiba muncul di belakangnya.
Renjun menatapnya, memberinya anggukan pelan sebagai jawaban.
"Kamu tau kan kenapa dewa dilarang terbuai dengan dunia ? Karena itu akan memberikan mereka perasaan berat saat akan meninggalkan dunia ini. "
Ya, Lee Jeno benar. Dia lebih tau akan perasaan itu. Kata perpisahan adalah hal yang paling sering Jeno dengar karena memang pekerjaannya adalah memisahkan makhluk hidup dengan dunianya.
"Katakan selamat tinggal pada Miyuki kalau sempat. Setidaknya dia masih ada di dunia ini dan kamu masih punya kesempatan." Jeno menepuk bahu Renjun.
Renjun meliriknya, menatap mata bulan sabit Jeno yang penuh dengan luka. Tidak ada dewa yang mampu menahan diri dari buaian dunia, bahkan dewa kematian pun tidak.
Dulu Lee Jeno juga jatuh cinta pada seorang manusia. Dia lebih banyak tersenyum di masa itu. Tapi takdir berlaku kejam padanya.
Gadis itu memiliki penyakit serius dan Jeno adalah dewa yang bertugas mencabut nyawanya malam itu.
Itulah kenapa Renjun menyebut jika Jeno bisa mengerti sakitnya kehilangan lebih baik dari siapapun."Aku akan berusaha.. terima kasih ya. "
Nyatanya Renjun sungguh tidak mampu melakukannya. Dia tidak mau melihat Miyuki sedih atau menangis. Renjun tidak bisa mengucapkan salam perpisahan karena dia takut hatinya akan tertinggal disini.
Lelaki itu akhirnya pulang setelah beberapa malam tidak pulang. Dia sengaja datang tepat tengah malam, menunggu Miyuki tidur agar Renjun bisa menatap wajah itu untuk terakhir kalinya.
Rasanya ingin lebih lama memeluk tubuh yang tengah terbaring tenang itu lalu mencium wangi tubuhnya yang membuat Renjun merasa tenang.
Waktunya hampir tiba. Renjun memberanikan diri untuk mendekat, menunduk dengan bibir tersenyum. Kecupannya di pipi Miyuki tak sedikitpun mengusik tidur gadis itu.
Renjun menatapnya sekali lagi, kemuadian dia menahan nafas dan berbalik.'Ini sudah saatnya.'
Langkah kakinya terasa berat menuju balkon di kamarnya. Nafasnya mengabur putih di udara di terpa angin musim dingin yang sebentar lagi akan menyapa.
Sinar di mata Renjun mengabur terhalang oleh air mata yang dia tolak untuk jatuh. Lelaki itu mendongak, menatap bulan biru yang bulat sempurna.
Waktunya sudah tiba. Lelaki itu bisa merasakan tubuhnya terasa engambang. Tatapannya kabur dan ingatannya perlahan memudar.
'Miyuki...'
Percikan Cahaya merah menguar dari tubunya, mengambang di udara dan terus naik menuju langit.
'... nama itu...'
Keberadaannya mulai samar, dan kenangan tentangnya akan perlahan terhapus.
'... Aku harus ingat nama itu..'
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legendary Virgin | Huang Renjun
FanfictionSetiap manusia di muka bumi ini pasti memiliki pasangan. Tapi tidak semua orang bisa menemukan jodoh dengan mudah. Dan mencari jodoh untuk Fujinaga Miyuki sang gadis berjulukan perawan legendaris menjadi tugas terberat Huang Renjun selama kontrak h...