Elise menatap teman baiknya, cukup lama. Dia sangat tahu bagaimana Bella tidak menyukai kota Forks apalagi ia sama sekali tidak pernah menyembunyikannya.
Wajah tertekuk Bella bahkan masih sangat segar diingatannya setiap kali mereka menyambut musim panas dan jangan lupakan keluhan panjangnya setelah liburan bersama Charlie. Jadi tentu akan sangat mengejutkan jika Bella tiba-tiba memutuskan untuk tinggal bersama Charlie.
"Jadi apa yang dikatakan Reneé?" Elise bertanya setelah hening yang cukup lama. Dia yakin Reneé akan lebih terkejut dengan keputusan Bella yang tiba-tiba daripada dirinya saat ini. Jadi dia ingin tahu bagaimana tanggapan Reneé.
Pertanyaan sederhana itu seketika berubah menjadi pecahan aritmetika, Bella tidak bisa langsung menjawab, dia kesulitan menceritakan apa yang terjadi malam itu. Dipandanginya wajah Elise dengan cukup lama, menimbang-nimbang sebelum akhirnya menghela napasnya dan berkata, "Ibuku selalu bertanya apa aku yakin dan ku jawab ya."
Jawaban itu masih belum cukup memuaskannya. Elise membuka mulutnya namun tidak ada kata yang keluar dari sana. Pertanyaan 'kenapa' nyatanya menjadi lebih sulit diungkapkan pada saat-saat seperti ini. Ia mengurungkan niatnya setelah melihat Bella yang sama sekali tidak ingin didebat.
Kamar itu terasa lebih sunyi daripada yang bisa mereka ingat. Tidak peduli semenarik apa musik dari carausell yang terus berputar, alunannya yang indah kehilangan melodinya dalam keheningan. Keduanya tidak mengatakan apapun lagi setelahnya, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tepat setelah jarum jam memasuki angka sembilan, Elise telah memutuskan. Tekadnya telah bulat dan tidak bisa lagi diganggu gugat.
"Kapan kau akan berangkat?" tanya Elise memastikan.
"Besok." Suara tercekat Bella tersampaikan namun Elise tidak mengatakan apapun. Lalu pandangan mereka bertemu untuk sesaat. "Jadi biarkan aku bermalam di sini," tambahnya yang sudah membaringkan tubuh. Tidak berniat menunggu tanggapan dari lawan bicaranya, dia langsung menyelimuti dirinya dengan selimut.
Dia sengaja tidur membelakangi Elise, takut tiba-tiba dia akan merengek agar Elise membantunya memikirkan solusi terbaik. Dia tahu seberapa sering dia mengandalkan temannya dan kali ini dia tidak ingin menyusahkan siapapun.
Matanya kemudian terpejam, bukan karena dia sudah mengantuk namun karena takut dia akan beradu pandang dengan mata biru Elise. Dia paling tahu seberapa mudah orang-orang membaca emosinya, dia benci saat ibunya mengatakan bahwa dia seperti buku yang terbuka.
Elise yang melihat Bella sudah memejamkan mata ikut membaringkan tubuhnya, satu tangannya terulur, sengaja melingkarkannya di pinggang Bella. Tidak butuh hitungan ketiga hingga Bella akhirnya berbalik dan menangis dipelukannya.
Tidak ada yang Elise katakan dia hanya membiarkan Bella menangis sambil terus mendekap tubuh gadis itu semakin erat.
"Kau tahu bukan seberapa konyolnya ibuku? Dia selalu kekanakan dalam segala hal. Aku senang sekarang dia sudah bersama Phil, akan ada seseorang yang menjaganya."
Reneé yang berjiwa bebas tidak bisa dikendalikan hanya dengan rasa tanggung jawab, dia bukan orang yang konsisten jadi sulit membuatnya selalu bersikap dewasa. Dan itu menjadi alasan utama mengapa Elise yang apatis memberikan perhatiannya pada Bella. Kehidupan yang berat membuat Bella lebih dewasa dari usianya dan itu membuat dia melihat dirinya sendiri di masa lalu.
"Aku tahu betapa dia ingin bepergian bersama Phil, keberadaanku hanya menghalanginya..." Bella berhenti berbicara karena perasaan sesak di hatinya. "Aku ingin dia bahagia."
Setelah perceraian Reneé dengan Charlie, sekalipun dia tidak pernah menjalin hubungan dengan pria lain karena berpikir itu akan berdampak buruk pada Bella. Jadi dia menghindari hubungan romantis dengan pria manapun. Lalu saat Bella menginjak usia remaja, barulah dia menyadari bahwa ibunya selama ini kesepian jadi dia mendorong ibunya untuk pergi berkencan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT SAGA X OC
Fanfiction[Carlisle x OC] Sejak kehidupan pertamanya sekalipun Elise tidak pernah takut akan kematian namun saat sebuah van melaju kencang ke arahnya saat itulah untuk pertama kalinya dia takut tidak bisa hidup di hari esok. Membayangkan bagaimana terlukanya...