Elise menatap punggung Edward yang berjalan menghindari sinar matahari. Begitu pria itu menghilang ke dalam kegelapan hutan, tubuhnya langsung luruh ke lantai.
Di depan Edward dia memang bersikap biasa saja namun sebenarnya dia tidak setenang itu. Bersembunyi dari seorang pembaca pikiran jauh lebih sulit daripada menghadapi ribuan ahli Psikologi. Dia masih belum bisa mengungkapkan rahasianya. Entah tentang pergerakannya ataupun tentang kehidupan pertamanya, dia masih belum berani mengungkapkan itu semua bahkan kepada Lando sekalipun. Dan mungkin tidak akan pernah.
Pikirkan. Jika dia mengungkap pergerakannya, mereka pasti akan bertanya alasannya. Dia takut dikira sinting mengatakan pernah hidup menjadi si A lalu saat reborn dia malah menjadi si B. Siapa yang akan percaya? Yang ada mereka malah membawanya ke Psikiater.
Butuh waktu cukup lama bagi Elise untuk menenangkan dirinya. Saat dia menyadari matahari hampir tenggelam barulah dia memutuskan untuk beranjak. Dengan langkah pasti Elise turun ke bawah sambil menenteng laptopnya. Dia perlu menyiapkan makan malam. Sebelumnya dia dan Bella sudah menyiapkan bahan-bahannya jadi saat ini dia hanya tinggal membakar ikan-ikan Charlie.
Beberapa saat kemudian asap tebal mengepul di langit-langit dapur. Dia lupa jika dapur Charlie tidak memiliki cooker hood, jadi mau tidak mau dia harus membuka jendela dapur.
Aroma rerumputan yang segar terhirup begitu jendela dibuka. Selain hamparan rumput yang hijau dan kedalaman hutan yang semakin menghitam tak ada lagi yang bisa dilihat. Langit bahkan tertutup oleh tingginya pepohonan yang menjulang.
Ketika hampir matang, deru mobil patroli milik Charlie terdengar memasuki pekarangan. Elise melirik jam yang melingkar di tangannya. Pria itu pulang lebih cepat daripada biasanya. Sangat aneh melihat seorang workaholic pulang satu jam lebih awal.
Begitu pintu dibuka suara bersin Charlie terdengar. Harus Elise akui ikan bakar yang mereka buat sangat pedas jadi wajar jika aroma cabainya menusuk ke hidung.
"Hi Charlie," sapa Elise melambaikan satu tangannya sedangkan tangan lainnya sibuk menggenggam pencapit.
Charlie melepas sepatunya, dia melirik ke sumber suara, "Ya, Elise!" balasnya sambil menggantungkan sabuk senjata di dalam lemari.
Charlie yang penasaran dengan apa yang dimasak Elise melirik ke atas meja. Dia bisa melihat banyaknya cabai dan paprika di dalam rendaman.
"Kau harus memikirkan perutmu terlebih dahulu sebelum membuatnya," peringat Charlie yang sudah berdiri di belakang Elise.
Tidak ingin menghalangi Charlie, Elise menggeser tubuhnya begitu tangan Charlie menyambar gelas dari atas rak. Dia memberi Charlie lebih banyak ruang untuk mengambil minum.
Elise tidak membantah apa yang dikatakan Charlie, dia memilih menganggukkan kepalanya. "Apa kau bisa memakannya?" dia bertanya sambil melirik Charlie yang tampak lelah. Memikirkan seandainya posisi Charlie dan Lando ditukar, dia jadi berpikir ulang tentang keputusannya. "Aku akan memasak yang lain jika kau tidak suka pedas."
Charlie paham butuh waktu dan usaha untuk membuatnya jadi dia lebih memilih menghargai kerja keras Elise daripada perutnya. "Tidak masalah, aku akan memakan apapun yang kau buat," tolaknya dengan halus. Lalu dia menjelaskan, "Lagi pula aku pulang cepat karena ingin menonton pertandingan."
'Pria baik.'
"Dimana Bella?" tanyanya begitu dia menemukan hanya ada Elise di dapur.
"Menikmati sisa matahari, sepertinya dia tertidur."
Hari ini matahari bersinar dengan cerahnya, hal yang jarang untuk kota hujan seperti Forks. Charlie hanya mengangguk atas jawaban Elise. Dia berniat membantu namun dia sadar tidak begitu pandai urusan dapur jadi dia membiarkan Elise yang menyelesaikannya. Sudah bukan rahasia lagi dia hanya bisa memasak telur dan bacoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT SAGA X OC
Fanfiction[Carlisle x OC] Sejak kehidupan pertamanya sekalipun Elise tidak pernah takut akan kematian namun saat sebuah van melaju kencang ke arahnya saat itulah untuk pertama kalinya dia takut tidak bisa hidup di hari esok. Membayangkan bagaimana terlukanya...