Cahaya kuning terang dari jendela menandakan bahwa langit akan cerah hari ini. Nyaris tak ada awan di sana, hanya ada guratan kecil seperti kapas yang tak mungkin membawa air hujan.
Mengenakan dress putih selutut dan cardigan rajut warna hijau sage Elise berjalan keluar menenteng totebagnya. Begitu masuk ke dalam rumah dia menemukan Charlie yang sudah rapi dengan seragam polisinya.
"Selamat pagi, Charlie," sapa Elise begitu mata mereka bersitatap. Dia tidak menunggu balasan pria itu memilih langsung berjalan masuk ke dapur. Kemudian menaruh tasnya di atas meja makan dia mulai bersiap membuat sarapan.
Pagi itu dia membuat roti isi daging dengan kentang goreng di sisinya. Charlie memperhatikan Elise sejenak sebelum melahap jatah roti isinya. Dengan alasan karbohidrat Charlie tidak menyentuh kentangnya dan tentu saja Elise tidak keberatan menghabiskannya.
"Dress itu terlihat bagus untukmu," puji Charlie begitu dia selesai dengan sarapannya. Bukan tanpa alasan Charlie memuji Elise seperti itu walau pada dasarnya Elise sangat cantik namun baik dia ataupun Bella keduanya sangat jarang atau bahkan hampir tidak pernah dalam ingatannya memakai dress. Jadi penampilan Elise saat ini begitu memukau, dia sampai kesulitan mengalihkan pandangannya.
Elise berdecak kesal di tempatnya, dia menatap Charlie penuh keluhan. "Ayolah, mengatakan cantik tidak akan mematahkan tulang belulangmu."
Charlie berdeham seakan menjernihkan tenggorokannya, dia mencoba bertindak seperti biasanya namun itu justru membuatnya terlihat kikuk, sambil menggaruk tengkuknya dia berkata, "Ya, kau terlihat cantik." Ungkap Charlie yang tidak berani memandang langsung Elise. Dari seberapa kakunya dia sangat jelas bahwa dia tidak terbiasa memuji seorang gadis. Tidak mengherankan setelah apa yang terjadi, pria itu telah kehilangan sisi romantisnya sejak belasan tahun silam.
Tidak ingin membuat pagi cerah mereka diakhiri dengan debatan Elise melepaskannya, dia mengabaikan kepergian Charlie. Bella turun dengan suasana hatinya yang riang, hari ini suhu kota Forks mencapai 15°C, sulit menemukan hari cerah di kota yang sepenuhnya tertutup hujan.
Begitu dia melihat Elise yang duduk di meja makan langkahnya terhenti, dia seketika mematung. Sungguh dia telah bersama Elise untuk waktu yang sangat lama namun dia masih tetap terpesona pada keindahan paras Elise. Dia tidak ragu untuk memujinya begitu mata mereka bertemu.
Suara teriakan Charlie dari luar pintu yang mengucapkan perpisahan membuat Elise kembali mendecakkan lidahnya. Seharusnya ini bukan masalah besar untuknya, padahal dulu George lebih parah daripada Charlie namun karena sudah terbiasa dengan kehangatan Lando dan Catherine dia jadi kesal dengan sikap acuh tak acuh Charlie.
Berbeda dengan Bella yang tampak lebih nyaman diabaikan oleh Charlie, gadis itu hanya mengangguk dengan teriakan Charlie. Lalu melanjutkan sarapannya tanpa memedulikan deruan mobil patroli Charlie yang sudah menjauh. Dia hanya fokus menghabiskan sarapannya secepat mungkin, dorongan menikmati matahari membuat ia ingin cepat-cepat pergi keluar.
Dengan menuangkan banyak pelumas Bella berhasil membuka kedua jendela truknya sampai ke bawah. Mereka menjadi salah satu murid pertama yang tiba di sekolah, mereka bahkan tak sempat melihat jam ketika terburu-buru meninggalkan rumah.
Tidak seperti biasanya. Kali ini mereka tidak langsung ke kelas ataupun ke kafeteria melainkan menuju bangku piknik yang jarang digunakan di sisi selatan kafeteria. Bangku-bangku itu masih sedikit lembab, jadi mereka duduk beralaskan jas hujan. Ada alasan bagus kenapa mereka memilih duduk di sana. Dari sekian banyaknya tempat yang bisa digunakan, tempat inilah yang paling banyak terkena sinar matahari.
Elise memejamkan mata menikmati sinar mentari yang langsung menerpa wajahnya. Sudah sangat lama dia tidak berjemur di bawah matahari, dia benar-benar merindukan kehangatannya. Hangatnya mentari membuat dia semakin merindukan kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT SAGA X OC
Fanfiction[Carlisle x OC] Sejak kehidupan pertamanya sekalipun Elise tidak pernah takut akan kematian namun saat sebuah van melaju kencang ke arahnya saat itulah untuk pertama kalinya dia takut tidak bisa hidup di hari esok. Membayangkan bagaimana terlukanya...