Langit telah menghitam. Gerimis turun semakin deras. Elise memandangi Bella yang berputar-putar di parkiran. Tidak mengerti kenapa sahabatnya ini senang membuat dirinya sendiri susah. Alasannya sederhana, Bella sengaja memarkirkan truknya sejauh mungkin dari Volvo silver milik Edward. Kalau berada di dekatnya, dia sering tergoda untuk merusaknya.
Truk merah kusam milik Bella pun akhirnya terparkir. Jauh di sudut, tempat paling ujung dan terpencil. Menarik tudungnya Elise keluar dari truk Bella, dia langsung beradu tatap dengan Edward. Dalam satu kedipan mata pria itu sudah berdiri di belakang truk Bella.
"Selamat pagi, Bu," sapa Edward pelan dengan senyumnya.
"Pagi," balas Elise ramah namun senyumnya mengejek. Dia tahu tujuan utama Edward datang, dia menoleh pada Bella yang masih di dalam truk.
Tahu dia hanya akan menjadi transparan jika berlama-lama di sana, dia memutuskan untuk pergi terlebih dahulu, tangannya melambai pada Edward.
Di tempatnya pria itu mengerutkan bibir setelah membaca apa yang dipikirkan Elise, dia ingin membaca lebih banyak namun tiba-tiba saja itu terputus, "Sampai nanti," kata Edward dengan nada muram.
Suara manis Edward membuat Bella berdiri kaku, dia lalu memandang asal suara, menemukan Edward dengan senyum konyolnya. Bella hanya menatap ketus pada Edward, dia ingin langsung berjalan ke kelas namun tanpa sengaja dia menjatuhkan kunci mobilnya, sebelum tangannya bisa meraih, sebuah tangan putih sudah lebih dulu membantunya.
"Bagaimana kau melakukannya?" tanya Bella kaget sekaligus sebal.
"Melakukan apa?" ia balik bertanya sambil mengulurkan kunci truk Bella. Ketika Bella meraihnya, ia menjatuhkannya di telapak tangan Bella.
"Muncul tiba-tiba."
"Bella, bukan salahku kalau kau tidak pernah memperhatikan sekelilingmu," seperti biasa suaranya tenang, lembut, dan merdu.
Bella masih menatap wajah Edward yang sempurna. Warna matanya berubah terang lagi hari ini, warna madu keemasan yang kental. Lalu dia menunduk, untuk menenangkan diri.
"Kenapa kau membuat kemacetan kemarin?" tanya Bella sambil tetap mengalihkan pandangan. "Kupikir kau seharusnya berpura-pura aku tidak ada, bukannya membuatku kesal setengah mati."
"Itu demi kebaikan Tyler, bukan aku. Aku harus memberinya kesempatan," oloknya.
"Kau..." ujar Bella geram. Dia tak bisa memikirkan kata-kata yang cukup jahat. Seharusnya amarahnya ini bisa membakarnya, tapi sepertinya Edward malah semakin terhibur.
"Dan aku tidak berpura-pura kau tidak ada," lanjutnya.
"Jadi, kau sedang berusaha membuatku kesal sampai mati rasanya? Mengingat van Tyler gagal membunuhku?"
Amarah berkilat-kilat di mata Edward yang kekuningan. Bibirnya terkatup rapat, selera humornya lenyap.
"Bella, kau benar-benar sinting," katanya, suaranya dingin.
Telapak tangan Bella memanas, ingin sekali rasanya dia memukul sesuatu. Setelahnya dia terkejut pada dirinya sendiri. Dia biasanya tidak menyukai kekerasan. Jadi dia memutuskan untuk berbalik dan meninggalkannya. Saat itulah dia baru menyadari Elise sudah tidak ada di sana.
"Tunggu," panggil Edward namun tidak dipedulikan oleh Bella dia terus berjalan marah, menerobos hujan. Tapi dengan langkah besarnya Edward berhasil menyusul Bella dengan mudah.
"Maafkan aku, sikapku tadi itu kasar," katanya sambil berjalan. Bella masih mengabaikannya."Aku tidak bilang itu tidak benar," lanjutnya, "-tapi bagaimanapun juga itu kasar."
"Kenapa kau tidak meninggalkanku sendirian?" gerutu Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT SAGA X OC
Fanfiction[Carlisle x OC] Sejak kehidupan pertamanya sekalipun Elise tidak pernah takut akan kematian namun saat sebuah van melaju kencang ke arahnya saat itulah untuk pertama kalinya dia takut tidak bisa hidup di hari esok. Membayangkan bagaimana terlukanya...