Suasana pantai tidak begitu ramai. Kebanyakan yang datang adalah remaja seumuran mereka, Elise bahkan tidak melihat satupun turis yang datang. Meski ombak besarnya bisa digunakan untuk berselancar, namun tidak ada yang mencobanya. Kebanyakan mereka bermain bola pasir atau berkemah, jika ingin berenang mereka lebih memilih untuk ke kolam arus. Sangat disayangkan membiarkannya begitu saja. Tapi mengingat siapa pemilik tempat ini, Elise mengerti.
Tidak ada hal menarik yang ingin Elise lakukan. Dia memilih diam di depan api unggun, tidak peduli berapa orang yang mengajaknya beranjak, ia akan memilih tetap di sana. Duduk melamun, memikirkan apa saja yang bisa dipikirkan. Dan itu membuatnya semakin merindukan Carlisle. Pikiran-pikiran gila tentang memaksa Carlisle menerobos kawasan Quileute membuat dia tertawa hambar.
"Tidak begitu menikmatinya ya?" tanya Steven yang sudah kembali duduk di sebelah Elise. Dia menyodorkan sebotol minuman yang langsung ditenggak oleh Elise.
Entah sudah berapa lama dia duduk di sana tanpa menyadari tenggorokannya yang kering. "Terima kasih," tulusnya. Dia memandangi wajah Steven, masih ada sisa pasir di sana. Pria itu memang ikut bermain voli pantai sebelumnya.
Tentu Elise tidak akan bilang betapa dia tidak menikmati perjalanannya, itu akan mematahkan perasaan mereka. Jadi dia beralasan. "Aku hanya bingung apa yang harus dilakukan,"
'-dan tolong jangan ajak aku kemanapun yang ada dipikiranmu, abaikan saja aku, itu sudah cukup,'
Tidak mengerti dengan arti tatapan Elise, Steven berdiri mengulurkan tangannya, "Ayo ikut,"
"Apa kita akan bermain voli?" tanya Elise ngeri, dia membenci voli. Itu selalu membawa kenangan buruknya sebagai Olivia Russel.
Steven menggeleng tapi tidak mengatakan apapun, dia mengulurkan tangannya masih dengan senyum ramah khas pria itu. Elise menatapnya, matanya berisyarat tolong abaikan saja aku tapi sialnya Steven tidak mengerti jadi dia menarik tangan Elise dengan lembut. Mengajak untuk mengikutinya.
Elise baru akan menolak namun Tyler sudah lebih dulu berkata, "Kupikir kau tidak suka berlibur dengan kami, tapi ternyata kau menunggu diajak Steven ya," godanya.
"Senang kau akhirnya menikmati liburan ini," tambah Samantha yang sudah selesai dengan volinya.
"Kau bisa melihat-lihat toko souvenir dengan Steven, itu buatan lokal. Ada jajanan lokal juga di sana, kau bisa mencobanya," Lee Stephens menambahkan saat dia tiba di api unggun.
Setelah semua perkataan itu, tidak ada alasan untuk menolak, Elise mengikuti di belakang Steven. Dia ingin melepas pegangan mereka namun cengkraman Steven malah semakin kuat saat dia menghalau bola voli yang datang ke arah mereka. Elise kehilangan momen.
"Kau tidak apa-apa?"
"Itu pertanyaan bodoh, kau yang terkena bola," jawab Elise yang tidak bisa lagi menutupi perasaan jengkelnya.
Tak lama beberapa anak datang meminta maaf, Steven yang pemaaf hanya tersenyum dan berkata dia baik-baik saja, template orang baik memang selalu sama. Namun kabar baiknya dia berhasil melepaskan genggaman tangan Steven.
Mereka terus berjalan melewati anak-anak yang asik memanjat bebatuan. Mereka berjalan beriringan melewati jalan setapak. Elise diam dengan pikirannya matanya memperhatikan pasir putih di kakinya. Mereka berjalan ke utara melewati bebatuan aneka warna, menuju garis batas yang penuh driftwood. Ini lebih baik daripada hanya berdiam diri di depan api unggun, menurutnya.
Steven tidak banyak mengatakan sesuatu kebanyakan dia hanya diam membiarkan gadis di sampingnya menikmati pemandangan di sekitar pantai. Dia tidak keberatan selama dia diberi kesempatan untuk menemaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT SAGA X OC
Fanfiction[Carlisle x OC] Sejak kehidupan pertamanya sekalipun Elise tidak pernah takut akan kematian namun saat sebuah van melaju kencang ke arahnya saat itulah untuk pertama kalinya dia takut tidak bisa hidup di hari esok. Membayangkan bagaimana terlukanya...