Saat ini Elise sedang berada di pusat perbelanjaan, memilih beberapa pakaian. Ayahnya bilang barang-barangnya baru akan tiba lusa jadi ia perlu membeli kebutuhan mendesaknya.
Tidak banyak yang bisa dilihat di sini, beberapa pemilik toko menyarankannya untuk pergi ke Seattle atau Port Angeles. Dia tidak berpikir perlu jauh-jauh ke sana karena setelah barang-barangnya datang dia tidak perlu lagi berbelanja.
Butuh waktu yang cukup lama untuk menemukan pakaian yang persis seperti yang ia pinjam dari Bella. Elise baru keluar setelah matahari hampir tenggelam.
Hujan kembali deras setelah Elise naik ke dalam taxi. Ia memandangi kota yang diguyur hujan. Hingga pandangannya tertuju pada sebuah rumah sakit.
"Sir, bisakah kita memutar arah? Aku perlu ke rumah sakit."
Tubuh Elise memang lemah ia sangat rentan jatuh sakit. Contohnya seperti sekarang, tanda-tanda akan flu sudah bisa ia rasakan.
Elise duduk di kursi tunggu, sesekali ia akan bersin-bersin. Ia tidak membawa sapu tangan jadi sangat menyebalkan saat harus bulak-balik kamar mandi untuk cuci tangan.
Ia menunggu cukup lama namun namanya tidak juga dipanggil, ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Hanya dirinya yang masih menunggu di pemeriksaan umum. Dia melihat lampu masih menyala di dalam ruangan itu menandakan dokter masih ada di sana.
Elise berpikir akan menunggu sebentar lagi namun tetap tidak ada panggilan. Jadi dia menoleh mencari bantuan, saat itulah dia melihat seorang pria berambut pirang dengan snellinya lewat di belakangnya. Dengan tergesa-gesa dia menghentikannya.
"Maaf permisi,"
Merasa terpanggil, pria itu menoleh. Ia tersenyum ramah menanggapi, "Ya? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.
Elise tidak langsung menanggapi, ia masih terpaku menatap wajah pria itu.
Tampan.
Kata itu langsung keluar saat ia melihat dokter dihadapannya. Dia sering bertemu orang-orang tampan. Namun sepanjang dua kehidupannya pria ini adalah yang tertampan yang pernah ia lihat.
Pria itu kembali mengulangi pertanyaannya membuat Elise sangat malu karena melamun.
Elise menurunkan lengannya yang sejak tadi ia gunakan untuk menahan cairan bening di hidungnya sambil berharap semoga tidak ada yang jatuh tiba-tiba, itu akan menjadi aib seumur hidupnya.
Saat wajah Elise sepenuhnya terlihat kini gantian pria itu yang tertegun namun Elise tidak menyadari perubahan ekspresi dari pria itu sebab ia tidak lagi berani memandangi wajahnya, ia takut tidak bisa mengendalikan diri seperti sebelumnya dan berakhir menjadi orang tolol.
"Aku menunggu untuk pemeriksaan tapi namaku belum juga dipanggil," ucap Elise yang menoleh ke ruang pemeriksaan umum sejenak sebelum akhirnya menyerahkan nomor antriannya, "Bisakah aku tahu kapan giliranku?"
Pria itu memeriksa jam di lengannya, "Ini sudah bukan jam pelayanan, aku ragu mereka masih menerima pemeriksaan."
Untuk sejenak Elise lupa dengan rasa malunya dia menatap pria itu, mencari kebenaran. Tidak ada kebohongan di sana dan itu membuatnya sangat buruk setelah menunggu untuk waktu yang lama.
"Aku juga seorang dokter, apa kau mau ku periksa sebentar?"
'Bukankah dia malaikat?'
"Terima kasih banyak," ia benar-benar bersyukur karena dokter itu mau meluangkan waktunya. Sangat sulit menemukan dokter berdedikasi, andai bukan karena nama besar ayahnya Elise ragu mereka akan menyambutnya di luar jam kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT SAGA X OC
Fanfiction[Carlisle x OC] Sejak kehidupan pertamanya sekalipun Elise tidak pernah takut akan kematian namun saat sebuah van melaju kencang ke arahnya saat itulah untuk pertama kalinya dia takut tidak bisa hidup di hari esok. Membayangkan bagaimana terlukanya...