Alpha menghentikan langkah kakinya dan berdiri tepat di depan ruang olahraga itu. Matanya membesar, dan bibirnya tertutup rapat. Dia merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat, dan tubuhnya kaku sejenak. Wajah yang tak disangkanya akan ia lihat lagi setelah sekian lama itu mengguncangnya, mengambil alih perhatiannya, dan membuatnya terdiam sejenak dalam ketidakpercayaan.
Dia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Matanya membelalak, dan bibirnya bergetar. Jari-jarinya mengepal erat, dan hampir membuatnya terasa sakit. Emosinya berkecamuk di dalam, tetapi dia memilih untuk tetap diam, menahan amarah dan kekecewaan yang ingin meledak.
Alpha kembali melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu. Nampak beberapa siswa sudah terlebih dulu mengisi ruangan itu.
"Kalian pergilah. Aku mau berbicara sebentar dengan nya." Ujar seorang gadis cantik pada para siswa itu.
"Hey. Jangan bertingkah seolah lu pemimpin disini! Lu ngga lupa kalau kita punya kesepakatan, kan?!" Sahut seorang siswa memperingati.
Sringg...
Sebuah pisau yang dengan cepat menggores pipi siswa itu hingga membuatnya sedikit terkejut dan gemetar ketakutan sesaat. Darah segar menetes keluar melewati sebuah celah kecil yang terbuka pada permukaan kulitnya.
"Itu peringatan. Sekali lagi kau membantahku, ku pastikan pisau ini menancap tepat di dahi mu." Ujar gadis itu memperingatkan siswa itu sambil memutar pisau lain yang ada di tangannya.
Dengan sekejap para siswa itu lantas berhamburan keluar dan meninggalkan Alpha beserta gadis itu di dalam nya.
"Apa kau tau ini dimana? Ini bukan tempat yang bisa kau datangi semau mu." Ujar Alpha sambil menatap gadis itu.
Mendengar ucapan Alpha, lantas gadis itu terkekeh geli.
"Wah wah, kenapa kau tidak berpura-pura didepan ku, seperti saat kau berpura-pura di depan 001." Ujar gadis itu.
"Dan kau masih sama saja, tidak mengenalku meski kita sudah menghabiskan waktu bersama cukup lama? Aku bukan orang yang memperdulikan hal itu." Sambung gadis itu.
"Aku tau, maka dari itu ayo cepat selesaikan ini." Ujar Alpha sambil memasang kuda-kuda nya.
Tanpa basa basi gadis itu berlari menerjang Alpha. Kedua tangannya menggenggam erat sebuah pisau dan diayunkan secara membabi buta ke arah Alpha.
Alpha membuka matanya lebar-lebar. Ia tau betul bagaimana pola serangan gadis itu. Sudah kesekian kalinya ia bertarung dengan gadis itu.
Gadis itu mengayunkan kedua pisau di kedua tangannya dengan tajam, seolah tak memberikan Alpha kesempatan untuk menyerang. Ia bergerak dengan lincah dan cepat. Pisau-pisau itu berputar, dan memotong udara dengan kecepatan yang menakjubkan.
Sebuah senyuman tipis nampak tercetak pada wajahnya.
"Heh. Keahlian seorang Alpha memang tak diragukan lagi, tapi kau takkan bisa mengalahkan kecepatan ku." Batin gadis itu.
Gadis itu mengayunkan pisau-pisau nya dalam serangan beruntun. Setiap gerakan memanfaatkan momentum dan kekuatan tubuhnya.
Alpha juga tak tinggal diam, ia menghindari serangan lawannya dengan gerakan tubuh yang presisi. Ia melompat, berguling, dan berputar untuk mengelak, hingga membuat gadis itu semakin kesal.
Alpha mengatur nafasnya perlahan. Keringat nya mengalir di wajahnya, tetapi matanya tetap fokus. Kekuatan dan ketangkasannya menjadi senjata utamanya.
Suara langkah kaki dan helaan napas menjadi satu-satunya suara yang terdengar dalam ruangan itu. Sejenak mata mereka bertemu, lalu kembali saling menyerang dan bertahan. Hanya cahaya matahari yang melewati ventilasi menjadi penerang dalam ruangan tertutup itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the VILLAIN
Teen Fiction[SEDANG DALAM PERBAIKAN] Setelah semua yang ia korbankan, bahkan termasuk seluruh hidupnya, tapi kenapa justru kematian adalah balasannya? Apakah kehidupan itu benar-benar adil? Tidak, apa bahkan ia bisa dikatakan, 'Hidup'? Code name ALPHA. Seorang...