-- Typo's --
---
"Lo emang ngga pernah ngertiin perasaan gua, Tar."Tara menatap Lintang datar, bahkan Upi di sebelahnya pun sudah sangat malas pada racauan Lintang tentang hal yang sama selama satu jam.
Lintang sendiri beberapa kali terdengar mengerang frustasi, sesekali juga merengek serta mengajukan pertanyaan yang sama kepada Tara juga Upi. Namun jawaban keduanya pun sama sekali tidak berubah, membuat Lintang kembali mengerang frustasi dan merengek, kemudian kembali bertanya.
Begitu terus sampai iblis tobat dan sedekah.
Kini, tatapan Lintang kembali pada Tara serta Upi. Tatapan frustasi dan malu menjadi satu, hal ini menyadarkan Tara tentang Lintang si berandal yang Ia hampiri ditempat yang sama hampir setahun lalu.
Tidak semanja ini.
"Gua harus bilangnya gimana?"
"Papa Langit, pas pengambilan rapot ada pensi. Datang, ya."
"Selain itu." Wajahnya luar biasa memelas, membuat Upi dan Tara mengangkat sedikit sudut bibirnya dengan pandangan jijik.
Lintang sendiri kembali mengerang, kali ini menjambak rambutnya persis seperti orang gila. Upi dan Tara saling menatap, Upi melempar tanya yang dibalas dengan gesekan telunjuk di kening pertanda —Lintang sudah gila.
"Ya gimana kan dia udah jadi bapak lo, mau ngga mau dia. Lo mau ibu lo yang dibawa?"
Lintang mendongak, menatap keduanya dengan tatapan putus asa "Haruskah?"
"YA LO MIKIR AJA?!" Upi hampir bangun untuk menghajar Lintang, namun berhasil ditahan oleh Tara yang reflek menahan tubuh Upi.
"Biarin gua bunuh si bedebah ini!"
"Eling pi, eling. Lu masih atasan kita."
"DIA DULUAN." Telunjuk Upi berada tepat di depan wajah Lintang, Lintang sendiri hanya berkedip beberapa kali dengan pouting di bibirnya.
Kini tatapan Tara penuh kebencian, dalam seperkian detik melangkah mundur membuat Upi keheranan. "Gua setuju sih kalau di geprek." Gumamnya pelan.
"IYAKAN?! LEPASIN GUA."
Tara menoleh pada Upi, seringainya muncul, "50 ribu dulu."
"DIH?!"
"DIHH???!"
Upi kembali berusaha untuk meraih Lintang pada jangkauannya, rasanya akan segera diterkam dan dihabisi. Lintang sendiri memundurkan tubuhnya sedikit, sebelum berdiri dan menggebrak meja.
Seisi Kantin langsung memusatkan perhatian kepada Lintang dalam beberapa detik. Tara dan Upi pun turut terdiam membeku di posisi yang sebenarnya sedikit memalukan, perhatiannya dipusatkan penuh pada Lintang.
"Oke, jadi pada akhirnya gua ngga akan bilang."
"Si Tolol, terus siapa yang mau ngambil rapot lo?" Tanya Tara, mulai melepas Upi dan kembali duduk dengan anggunly.
Upi sendiri turut duduk ditempatnya, melipat kedua tangannya di dada dengan wajah keheranan akan tingkah tolol Lintang. Tinggal bilang mau bagi rapot saja susah, toh Langit tidak akan menerkam dan membunuh.
"Biasanya gua ngambil sendiri."
Tara mengerutkan keningnya keheranan, "Lah? Disini mah kagak boleh, dasar lo anak baru so tau." Tara memaki penuh emosi, Lintang sendiri kembali memasang wajah memelas membuat Upi dan Tara muak.
